DEPOK (POSBERITAKOTA) – Seperti dalam sebuah cerita dongeng. Ada di suatu desa, punya pesatren 17 pesantren. Jumlah santrinya kurang lebih 14.000 orang. Santri dari mana-mana datang ke desa tersebut, mondok. Cakep!
Bisa dikatakan, desa tersebut desa yang religius kaliya? Nuansa ke-Islamannya begitu kental. Dapat dibayangkan, jika hari-hari besar Islam datang, seperti, perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW, bulan suci Ramadhan tiba, misalnya. Mungkin, banyak sekali, hilir mudik para santri dan penduduk lokal menjadi satu kesatuan yang erat dari desa yang bernuansa religius tersebut, yakni dalam ‘kesibukan’ ukhusah Islamnya.
Akan tetapi, mirisnya. Ada Sekolah Dasar (SD) dan sekolah menengah kejuruan ( SMK) di desa tersebut yang memiliki 17 pesantren, tapi ketika dicek, para peserta didiknya berasal dari penduduk setempat. Pelajar sekolah dasar tersebut, yang tak bisa membaca Al-Qur’an ternyata lebih dari 65 persen.
“Nah, di SMK, setelah dicek, lebih dari 75 persen. Mereka tak dapat membaca Al-Qur’an,” jelas Kyai Mahbub Sholeh Zarkasyi di acara ToT (Training of Trainers ) yang dilaksanakan oleh DPD LPQQ Kota Depok, Minggu 8 Desember, bertempat di Masjud Agung Balaikota Depok,.Jawa Barat.
Menurut Kyai yang menulis buku metode ishlah tersebut sangat prihatin dengan kondisi keadaan seperti ini. Dia tak ingin menyebut, desa itu, apa namanya? Sebab, nyaris setiap hari kakinya berada di desa yang bernuansa religius tersebut. Apakah pihak pesantren tidak peduli? Bukan itu masalahnya.
“Saat ini, kita semua sibuk dengan golongan dan untuk kepentingan kita sendiri. Masyarakat muslim terombang-ambing, malah tidak dapat fasilitas yang baik untuk bisa belajar membaca Al-Qur’an, paparnya panjang lebar.
Lebih jauh, Mahbub Sholeh Zarkasyi menyatakan bahwa untuk masuk kepesantren sekarang ini, dengan angka pendaftaran yang sangat fantastis. Sementara itu masih banyak masyarakat – warga negara berpenghasilan rendah. Sepertinya, hanya mimpi, para kepala keluarga (KK) untuk bisa menyekolahan anak-anaknya di perguruan seperti itu.
LPQQ Indonesia dengan ToT membuka cakrawaka baru, bagi kaum muallim untuk mengaplikasikan ilmunya kepada para peserta didik guna membentuk program KBMA (Kelompok Belajar Membaca Al-Qur’an). Diharapkan dari LPQQ, program KBMA ini pecah sel hingga tumbuh subur dari suatu tempat ke tempat lainnya.
Dan, muallim tersebut harus mandiri. Agar, marwahnya tak dipandang sebelah mata. Selama ini, keberadaanya guru ngaji seolah hanya jadi pelengkap saja. “Seperti kaun dhuafa saja, perlu balas kasihan. Padahal, banyak dari para orangtua, kalau buat anaknya masuk lest bahasa Inggris, satu juta, dua juta, dibayar. Ngasih ke guru ngaji, ala kadarnya,”tandas Kyai yang terus menerus menggaungkan perlunya para muallim itu sendiri, harus mandiri.
Sebab, LPQQ itu sendiri bergerak dinamis, koordinatif dan kolaboratif. Dengan gerakan berjemaah, akan lebih mudan dan barokah. Seperti tagline LPQQ Indonesia: ‘Yang Beriman Harus Bisa Membaca Al-Qur’an’.
Di sinilah, tugas para muallim untuk dapat berperan serta mengajarkan kepada keluarga, para tetangga, teman, sahabat atau suatu komunitas yang belum mampu membaca Al-Qur’an.
Persoalan rejeki, dengan sendirinya akan mengikutinya. “Biar Allah SWT yang memikirkan kita….,” ujarnya.
Dalam kesempatan acara ToT di Masjid Agung Balaikota Depok tersebut – LPQQ Kota Depok sekaligus mendeklarasikan susunan ‘kabinetnya’ untuk masa bakti priode tahun 2023 – 2028.
Dewan Pembina adalah Walikota Depok, dengan keanggotaan dari MUI Kota Depok, Baznas Kota Depok, DMI Kota Depok, Kapolres Kota Depok dan Kodim Kota Depok
Ustadz Yahya Jhon Arianto duduk sebagai Ketua. Sekretaris : Hilal Achmad. Bendahara : Tutik Paryanti. Bidang Humas antar lembaga dan Ormas : Afif Wiludin. Bidang pendidikan dan pelatihan: Taryana. Bidang sosial ekonomi dan dakwah : Muhammad Taqi Syari’ati. Bidang Kominfo : Nihayatul Mumtazah. Bidang pemberdayaan santri dan mahasiswa : Imam Budi Yanto. Bidang pemerdayaan muallimat, Tutik Paryanti. Masing masing bagian dilengkapi oleh wakil dan anggotanya. © RED/AHMAD JOHAN/EDITOR : GOES