JAKARTA (POSBERITAKOTA) – Saat membuka ‘Festival Harmoni Istiqlal‘, Menteri Agama (Menag RI) Nasaruddin Umar, menyebut bahwa Masjid Istiqlal merupakan titik pertemuan antara agama dan kebudayaan. Ia bilang bahwa budaya tanpa agama tidak sah, tapi agama tanpa kebudayaan tidak indah.
“Bentuk perkawinan antara budaya dan agama tempatnya ya di Masjid Istiqlal ini,” kata Menag RI pada pembukaan ‘Festival Harmoni Istiqlal’ di Masjid Istiqlal Jakarta, Selasa (10/12/2024).
Sedangkan ‘Festival Harmoni Istiqlal‘ itu sendiri sedianya bakal digelar hingga 28 Februari 2025 dan menjadi bagian atau upaya mengoptimalkan kawasan masjid negara sebagai kawasan pemajuan kebudayaan.
“Jadi, apa yang kita lakukan pada hari ini, sebetulnya prolog warming up daripada Festival Harmoni Istiqlal yang kita akan lakukan bulan Agustus,” tegas Menag Nasaruddin yang sekaligus dikenal sebagai Imam Besar Masjid Istiqlal tersebut.
Disebutkan bahwa ‘Festival Harmoni Istiqlal’ terselenggara atas kerja sama BPMI, Kementerian Agama, Kementerian UMKM dan Kementerian Kebudayaan karena ingin menghadirkan galeri telusur budaya Islam. Juga sejarah Imam Bukhari yang bekerjasama dengan Kedutaan Besar Uzbekistan. Selain itu digelar Pasar Harmoni Istiqlal, bazar UMKM, talkshow hingga penampilan seni.
Ditambahkan Nasaruddin bahwa dengan adanya pameran akan lebih mendekatkan masyarakat akan sejarah Islam di Nusantara. Selain itu, masyarakat juga bisa lebih mengenal Imam Bukhari yang merupakan ahli hadits termashyur.
Oleh karenanya, Menag Nasaruddin ingin mengajak seluruh masyarakat berpartisipasi dalam memakmurkan Masjid Istiqlal. Selain mengisinya dengan kegiatan spiritual, kebudayaan, juga sama-sama merawat kebersihannya lingkungan dan memakmurkannya.
“Nah, di sini kita juga melakukan interfaith conference. Jadi bukan hanya untuk umat Islam, tetapi juga kita seringkali melakukan kegiatan-kegiatan interfaith dialog dan ini mencerminkan ke-Indonesiaan kita,” urainya.
Sementara itu Menteri Kebudayaan RI, Fadli Zon mengungkapkan dan sekaligus mengusulkan untuk membangun Museum Peradaban Islam Nusantara yang lebih besar di Masjid Istiqlal.
“Sebab, kita perlu memiliki suatu museum peradaban Islam yang representatif. Termasuk dengan ciri-cirinya yang khas. Bahwa Islam masuk ke Indonesia dengan damai, toleran dan merangkul budaya,” ucap Fadli Zon, menambahkan.
Dikatakan Menteri Kebudayaan RI bahwa museum tersebut nantinya akan menjadi simbol penting dari sejarah Islam di Indonesia yang perlu lebih dikenal oleh masyarakat dunia.
Masih menurut Fadli Zon bahwa Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi Ibukota Kebudayaan Dunia, termasuk dalam kebudayaan Islam. Malah dia menyebutkan, ruang-ruang di Masjid Istiqlal, termasuk ruang publik, dapat dimanfaatkan untuk menjadi bagian dari museum tersebut.
“Tentu krdepannya ada satu museum peradaban Islam yang lebih besar, karena Indonesia dikenal sebagai salah satu negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar,” ungkapnya.
Fadli Zon lebih jauh memaparkan bahwa Islam sudah mulai berkembang di Indonesia jauh sebelum abad ke-13. Bahkan, menurut dia, pada masa Majapahit, Islam telah menjadi agama ketiga terbesar di Nusantara.
Tentu saja, kata Fadli Zon, gambaran tersebut berdasarkan temuan artefak dan koin-koin di Tapanuli Tengah. Temuan itu mengindikasikan bahwa Islam masuk ke Indonesia sejak abad pertama Hijriah atau abad ke-7 Masehi. “Banyak ditemukan koin-koin dari Dinasti Umayyah dan sampai terus ke Dinasti Abbasiyah,” urainya, lagi.
Terkait museum itu nanti, menurut Fadli Zon, tidak hanya akan memamerkan artefak dan sejarah Islam di Indonesia. Tetapi juga akan menonjolkan ciri khas Islam di tanah air yang berkembang dengan damai, toleran dan mengakomodasi budaya lokal.
Maka itu perlu ditekankan bahwa proses akulturasi budaya sangat penting dalam menjelaskan perbedaan Islam Indonesia dengan negara-negara Muslim lainnya.
“Seperti kita tahu bahwa Islam di Indonesia, tidak menghancurkan formalitas budaya. Tapi justru menyerap budaya lokal lewat berbagai tradisi, termasuk gamelan yang diperkenalkan oleh para wali. Esensialisme Islam tetap dijaga, sementara tradisi lokal tetap dihargai,” pungkas Fadli Zon. © RED/AGUS SANTOSA