PosBeritaKota.com
Syiar

Khutbah Jumat, USTADZ SAEFUL AZIS Ingatkan Pentingnya Muhasabah ke Allah Sang Pencipta & Juga dengan Sesama

BEKASI (POSBERITAKOTA) – Khutbah Jumat yang mengangkat tema : ‘Sikap Utama Seorang Mukmin Meraih Kesuksesan di Tahun ini‘, Ustadz Saeful Azis selaku imam dan khotib, mencoba mengingatkan kita semua (jamaah) akan pentingnya melakukan ‘Muhasabah‘ atau (intropeksi diri), baik kepada Allah SWT Sang Pencipta maupun juga dengan sesama manusia.

“Allah SWT yang perintahkan kita untuk Muhasabah. Yakni untuk mengintrospeksi diri atas yang telah kita lakukan. Sebab, orang yang pandai ber-Muhasabah akan selalu mengoreksi kekurangan dirinya ketimbang orang lain. Apalagi orang yang pandai ber-Muhasabah akan senantiasa menjadikan detak-detiknya kebaikan dan perbaikan,” katanya, membuka khutbahnya.

Dihadapan tidak kurang dari 400-an jamaah sholat Jum’at berjamaah di Masjid Jami Al-Ikhlas RW 025 Perunahaan Villa Gading Harapan (VGH) Kebalen, Babelan, Bekasi – Ustadz Saeful Azis kembali menjelaskan seputar arti dan pentingnya kita semua ber-Muhasabah.

“Kenapa? Karena, orang yang pandai ber-Muhasabah tahu bahwa hidupnya bukan hanya untuk saat ini saja yang sedang dijalani. Tetapi bakal berlanjut pada kehidupan berikutnya,” ujarnya, menegaskan.

Melanjutkan khutbah Jumatnya, Ustadz Saeful Azis mengutarakan bahwa manusia diciptakan dengan berbagai kelebihan dan keunggulan atas makhluk – makhluk Allah SWT yang lainnya. Kendati demikian, manusia juga memiliki keterbatasan – keterbatasan tertentu yang kadang membuat manusia alpa atau lalai terhadap ketentuan – ketentuan yang ditetapkan agama.

“Karena itulah, dibutuhkan Muhasabah atau introspeksi diri atas segala tindakan yang dilakukan di dunia. Seperti di tahun ini, kalau ditanya apakah tahun ini kehidupan kita ingin lebih baik dari tahun tahun sebelumnya, pasti kita ingin lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya,” urainya, lagi.

Ustadz Saeful Azis kemudian menukil Imam Ali RA yang mengatakan bahwa : “Barangsiapa yang tahun ini lebih baik dari tahun sebelumnya, maka ia adalah orang yg beruntung. Dan, barangsiapa di tahun ini sama saja dengan tahun sebelumnya, maka ia adalah orang yang merugi. Begitu pun barangsiapa di tahun ini lebih buruk dari tahun tahun sebelumnya, maka ia adalah orang yg celaka.

“Makanya, tentu kita berharap kepada Allah SWT, semoga kehidupan kita di tahun ini lebih baik dari tahun sebelumnya.
Pertanyaannya apa yang harus kita lakukan agar tahun ini better than before atau lebih baik dari tahun sebelumnya? Namun, setidaknya ada 3 sikap utama. Yakni ada 3 sikap terbaik agar kehidupan kita di tahun ini lebih baik dan lebih bahagia,” ungkap Ustadz Saeful Azis.

Dari ke-3 sikap utama atau terbaik adalah : Yang pertama adalah Muhasabah. Artinya, menghitung-hitung, melihat-lihat, mengintrospeksi diri atas apa yang sudah kita lakukan di tahun sebelumnya, yakni sebagai bahan evaluasi untuk perbaikan kedepannya.

Firman Allah dalam surat Al Hasyr ayat 18 yang Artinya : “Hai orang – orang yang beriman bertakwalah kepada Allah SWT dan perhatikanlah setiap diantara kamu sekalian dengan apa yang telah kalian lakukan kemarin untuk hari esok”.

Bahkan, lanjut Ustadz Saeful Azis, Allah SWT yang perintahkan kita untuk Muhasabah. Yakni untuk mengintrospeksi diri atas yang telah kita lakukan. Orang yang pandai ber-Muhasabah akan selalu mengoreksi kekurangan dirinya daripada orang lain
Orang yang pandai ber-Muhasabah akan senantiasa menjadikan detak-detiknya kebaikan dan perbaikan.

“Seperti halnya kita tahu setidaknya manusia melalui beberapa tahapan kehidupan. Mulai dari alam ruh, alam rahim, alam dunia, alam barzah, alam kiamat, alam dibangkitkan, alam dikumpulkan, alam dihisab, alam ditentukan akhiratnya ke surga atau neraka,” katanya.

Masih menurut Ustadz Saeful Azis, maka orang yang pandai ber-Muhasabah itu tahu bahwa dunia bukanlah tempat tinggal, tapi tempat untuk meninggal. Hidupnya untuk Yang Maha Hidup, karena hakikatnya kehidupan akhiratlah yang abadi.

Namun jelas Ustadz Saeful Azis bahwa Muhasabah itu secara garis besar ada 2.

Pertama, Muhasabah antara diri kita dengan Allah Sang Pencipta. Sejauh mana kita menjalankan perintah-perintah-NYA dan meninggalkan larangan-NYA.
Ibadah apa yang belum kita jalani, perintah mana yang sudah kita tahu, tapi tidak kita laksanakan. Kemudian larangan apa, maksiat apa yang sudah kita langgar. Dosa apa yang sudah kita kerjakan.
Kesemuanya itu harusnya kita evaluasi untuk perbaikan dan kebaikan kedepan

Kedua, Muhasabah antara diri kita dengan sesama manusia. Sudah sejauh mana hubungan kita dengan saudara, tetangga, teman dan orang-orang di sekitar kita. Bagaimana amar ma’ruf kita.
Kebanyakan kita menuntut orang-oran di sekitar kita untuk berbuat baik, tapi kita tidak menyadari apakah kita juga sudah melakukan kebaikan tersebut.

“Jadi, jangan mudah menyalahkan orang lain. Atau saudara kita, teman kita, tetangga kita sebelum kita introspeksi diri atas kekurangan diri kita. Jika kita seorang pemimpin dalam keluarga, sudah sampai mana kita memberikan keteladanan bagi keluarga kita?” Begitu tegas Ustadz Saeful Azis.

Selanjutnya, tambah dia, jika kita seorang pemimpin di organisasi, di lembaga, di perusahaan, sudah sampai mana kita memberikan contoh kebaikan. Ketika suatu majelis atau masjid belum bertambah jama’ahnya, apakah kita akan menyalahkan mereka yang belum bisa hadir di masjid maupun majelis ta’lim, tanpa kita evaluasi dulu dari internal kita?

Kemudian, sudahkah kita melakukan cara-cara yang diajarkan Nabi? Sudahkah organisasi atau lembaga tersebut memberikan manfaat untuk sekitarnya? Yakni memberikan kenyamanan untuk jama’ah dan lingkungannya? Kita lihat orang2 di sekitar kita, jangan sampai ada orang-orang yang sedih menangis, karena melihat saldo kas organisasi yang banyak. Sedangkan ada saudara-saudara kita yang tidak mampu membeli beras, tidak memiliki penghasilan dan bahkan anak-anaknya yang tidak mampu melanjutkan pendidikan dan sebagainya.

Memberikan nasi bungkus, Sembako dan sebagainya itu sudah baik dan menjadi langkah awal untuk peningkatan berikutnya. Tapi tidak cukup hanya dengan memberikan 1 Kg beras dan sebungkus Sembako. “Setidaknya mari kita pikirkan lagi agar para penerima sedekah bisa menjadi pemberi sedekah, para penerima bantuan suatu saat meningkat menjadi pemberi bantuan. Para mustahiq berubah menjadi Muzakki,” ungkapnya.

Menurut Ustadz Saeful Azis bahwa di dalam perusahaan juga apakah seorang pemimpin seorang atasan sudah memberikan sesuatu yg dapat membuat bawahnya semakin rajin. Semakin disiplin, semakin semangat bekerja?
Atau antar karyawan juga apakah sudah baik komunikasi dan kerjasamanya? Antar masyarakat, antara pengurus organisasi? Coba pikirkan dan evaluasi, cari solusi bukan hanya menuntut apalagi menghakimi.

Sedangkan sikap yang kedua, yaitu seorang mukmin yang ingin tahun ini lebih baik dari tahun sebelumnya, maka sikap yang kedua setelah muhasabah adalah Hijrah. Hijrah artinya Berubah, Pindah, Peningkatan. Adanya perubahan dari kita dari tidak baik atau kurang baik menjadi lebih baik, adanya peningkatan kualitas dalam kehidupan kita.

Maka, orang yang betul-betul ingin berubah dia bertekad dengan segala upaya agar dirinya dapat meraih atas hal yg belum diraihnya, lebih maksimal lagi dalam berusaha, beribadah, bekerja, memperbaiki diri.
Meningkatkan kualitas dan kuantitas amaliahnya. Meskipun dalam perjalanannya tentu akan ada hambatan, rintangan, ujian dan cobaan tapi dia yakin karena ketika niat untuk hijrah tertanam di dalam hati maka dia yakin bahwa Allah SWT pasti akan memberikan solusi, memberikan kemudahan dan Rohmat-NYA kepadanya sampai ia dapatkan kabar gembira.

Sebagaimana firman Allah Al Baqarah 217
اِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَالَّذِيْنَ هَاجَرُوْا وَجَاهَدُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۙ اُولٰۤىِٕكَ يَرْجُوْنَ رَحْمَتَ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, dan orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itulah yang mengharapkan rahmat Allah. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang”.

Dan orang yang berhijrah meninggalkan yang dilarang oleh Allah meskipun berat, di pekerjaannya misalnya ada hal2 yg semestinya tidak dilakukan tapi karena tuntutan pekerjaan harus melakukan hal2 yg dilarang oleh agama maka lebih baik dia meninggalkannya kemudian berusaha mencari yang lebih baik dengan penuh kesabaran, keihklasan, semangat, doa dan tawakal pasti Allah akan memberikan jalan keluarnya.
Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللهُ عَنْهُ.
“Orang yang hijrah adalah orang yang meninggalkan apa yang dilarang Allah Subḥanahu wa Ta’ala.” (HR Bukhari dan Muslim)

Sikap yg Ketiga
Istiqomah
Secara etimologis, istiqomah berasal dari kata istaqoma-yastaqimu yang berarti tegak lurus. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), istiqomah diartikan sebagai sikap teguh pendirian dan selalu konsekuen.

Dalam bahasa Arab Apa itu ?
Istimror, berkelanjutan
Firman Allah
Q.S Fussilat Ayat 30
اِنَّ الَّذِيْنَ قَالُوْا رَبُّنَا اللّٰهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوْا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلٰۤىِٕكَةُ اَلَّا تَخَافُوْا وَلَا تَحْزَنُوْا وَاَبْشِرُوْا بِالْجَنَّةِ الَّتِيْ كُنْتُمْ تُوْعَدُوْنَ

Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang berkata, “Tuhan kami adalah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat-malaikat akan turun kepada mereka (dengan berkata), “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu bersedih hati; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan kepadamu.”

Menurut terminologi akhlak, istiqomah adalah siap teguh dalam mempertahankan keimanan dan keislaman sekalipun berbagai macam tantangan dan godaan. Ada pun arti istiqomah menurut Imam Ibnu Rajab al-Hambali, dalam kitabnya yang bertajuk Jami’ul-‘Ulum wal-Hik, ia berkata:

“Istiqomah adalah meniti jalan yang lurus, yaitu agama yang lurus, dengan tanpa membelok ke kanan atau ke kiri. Dan istiqomah mencakup melakukan semua ketaatan yang lahir dan yang batin dan meninggalkan semua perkara yang dilarang. Maka wasiat ini mencakup seluruh ajaran agama.”

Karena itulah, Rasulullah SAW memberikan beberapa cara agar umatnya bisa selalu memiliki sikap istiqomah :

1. Berdoa kepada Allah SWT
Setiap manusia pasti membutuhkan bantuan Allah SWT, termasuk agar senantiasa memiliki sikap istiqomah. Maka dari itu, Rasulullah SAW memberikan beberapa doa yang bisa dipanjatkan untuk diberikan sikap istiqomah oleh Allah SWT.

2. Jadikan ibadah sebagai kebutuhan. Agar dapat memiliki sikap istiqomah tentu umat muslim harus rajin dalam menjalankan ibadah dengan niat ikhlas karena Allah SWT. Apabila seseorang selalu menjalankan ibadah, maka ia akan merasa terbiasa beribadah. Jika meninggalkannya, ia pun akan merasa kekurangan karena ibadah telah menjadi kebutuhannya.

3. Terus mengingat bahwa balasan Allah SWT itu nyata
Ingatlah bahwa setiap perbuatan yang dilakukan di dunia pasti akan ada balasannya kelak di akhirat. Kebaikan akan mendapatkan balasannya begitu juga keburukan pasti akan mendapatkan balasannya.
فَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُۥ
وَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ

Jika mengingat hal tersebut, seseorang akan terus berusaha untuk berbuat baik dan beristiqomah lalu juga akan berusaha meninggalkan dan menjauhi larangan Allah SWT. “Semoga Allah SWT membimbing kita untuk bisa bermuhasabah, dan menuntun kita untuk berhijrah kemudian Allah memberikan kita kekuatan untuk Istiqomah dalam kebaikan.
Hingga kita mendapatkan kebahagiaan di dunia sampe di akhirat. Aamiin,” ucap Ustadz Saeful Azis, menutup khutbah Jumatnya. © RED/AGUS SANTOSA

Related posts

Goresan Imam Besar di Masjid Istiqlal Jakarta, MUJAHADAH

Redaksi Posberitakota

Goresan Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta, ‘BASMALAH Sebagai Simbol Konsekrasi’

Redaksi Posberitakota

CERAMAH TENTANG ‘KEISTIMEWAAN’ DI BULAN RAJAB, HABIB SHOLEH BIN HAMZAH JAMALULLAIL AJAK KITA PERBANYAK PUASA & ISTIGHFAR

Redaksi Posberitakota

Leave a Comment

Beranda
Terkini
Trending
Kontak
Tentang