JAKARTA (POSBERITAKOTA) – Pemprov DKI Jakarta selama 10 tahun ke depan akan fokus melakukan pembangunan kawasan berbasis kendaraan umum massal. Gubernur Anies Baswedan mengatakan kebijakan transportasi publik harus sejalan dengan tata ruang kota Jakarta dan daerah lainnya di sekitar Ibukota.
Menurutnya, pembangunan tidak bisa dilakukan sendiri sendiri, tapi harus terintegrasi dengan daerah penyangga.
“Mengatur transportasi itu harus bersamaan dengan mengatur tata ruang. Oleh karena itu, saya sampaikan Jakarta siap untuk menjadi pengendali kebijakan dan pelaksanaan integrasi moda transportasi publik di Ibukota dan sekitarnya,” kata Anies di Balaikota DKI, Jakarta, Selasa (29/1).
Alasan melakukan pembangunan transpotasi publik massal bersamaan dengan pengaturan tata ruang, dikarenakan selama ini dalam penyelesaian masalah transportasi publik ditemukan ada dua disintegrasi.
“Pertama, disintegrasi antarmoda. Kedua, disintegrasi tata ruang dengan kendaraan umum massal.Rumahnya di mana, kantornya di mana, rute kendaraan umumnya di mana. Itu tidak nyambung. Jadi harus diintegrasikan keduanya. Antarmoda diintegrasikan, lalu transportasi dengan tata ruang diintegrasikan. Karena itulah, kenapa perencanaan pengendaliannya di Ibukota, oleh Pemprov DKI,” papar Anies.
Tidak hanya itu, ia melihat pembangunan kendaraan umum massal tidak dirancang untuk membentuk perilaku untuk menggunakan transportasi publik. Apa lagi pembangunan rencana tata ruang selama ini berdasarkan kendaraan pribadi dan jalan raya. Karena itu Pemprov DKI, akan fokus melakukan pembangunan Kawasan Berbasis Kendaraan Umum Massal.
“Jadi rencananya, kita intensitas lebih tinggi dan mencerminkan rencana tata ruang dan transportasi. Masyarakat bisa membangun di sekitar tempat-tempat transit kendaraan umum, tanpa harus menyediakan tempat parkir, tanpa harus menggunakan kendaraan pribadi. Karena memang orientasinya pada itu,” paparnya.
Ditegaskannya, bila Kota Jakarta ingin menjadi Ibu Kota negara yang kuat dan efisien, maka diperlukan layanan transportasi publik berbasis tranportasi massal seperti Transjakarta yang bisa menjangkau 2.149 kilometer. Sementara sekarang ini, layanan Transjakarta baru menjangkau 1.100 kilometer atau baru mencapai 51,1 persen dari target ideal. “Artinya, armada harus ditambah,” ujarnya.
Kemudian LRT dibutuhkan untuk menjangkau layanan lebih dari 130 kilometer, sekarang baru terbangun 5,8 kilometer atau sekitar 4,6 persen. Untuk MRT harus dibangun sampai 112 kilometer, tetapi sekarang baru terbangun 16 kilometer atau sekitar 14,2 persen. ■ RED/JOKO