JAKARTA (POSBERITAKOTA) – Pemprov DKI Jakarta bersama Kementerian Keuangan Republik Indonesia menandatangani Perjanjian Hibah Daerah Pembangunan Proyek MRT Jakarta Fase II Koridor Utara – Selatan. Perjanjian tersebut ditandatangani Gubernur Anies Baswedan dan Direktur Pembiayaan dan Transfer Non Dana Perimbangan, Ubaidi Socheh Hamidi di Balaikota DKI Jakarta, Rabu (13/2).
Penandatanganan ini merupakan komitmen pendanaan sebesar Rp 9,4 triliun agar pembangunan dan pengoperasian MRT Jakarta dapat berjalan maksimal serta aman secara finansial.
“Penandatanganan hibah ini memiliki peran penting sebagai dasar pengembangan konstruksi proyek MRT Fase II untuk Koridor Utara – Selatan. Alhamdulillah, rencana dan persiapan panjang hari ini tuntas. InsyaAllah akan menjadi pondasi penting dalam memastikan proyek bersejarah ini. Karena itu, dana hibah dari Pemerintah Pusat akan sangat memperlancar proses pembangunan dan pengembangan proyek MRT ini,” ujar Anies.
Anies juga menegaskan bahwa l Pemprov DKI Jakarta akan mengerjakan apa yang menjadi kewajibannya, seperti penyediaan fasilitas penunjang hingga laporan keuangan. “Kami akan all out, mulai dari menyediakan fasilitas penunjang untuk pembangunan MRT sampai kewajiban menyampaikan laporan per triwulan pelaksanaan kegiatan kepada Dirjen Perimbangan Keuangan. Kami juga melakukan update ke Kemenkeu serta Kemenhub, sehingga apa yang dikerjakan dapat dipertanggungjawabkan ke publik,” tandasnya.
Dirjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu, Astera Primanto Bhakti, mengatakan untuk pemberian hibah ini sangat penting, terlebih Pemerintah Pusat memandang MRT juga salah satu proyek strategis nasional. “Kami di Pemerintah Pusat mendukung secara menyeluruh, karena ini proyek strategis nasional, yang akan memberikan dampak bukan hanya warga Jakarta melainkan juga seluruh rakyat Indonesia,” ucap Astera.
Dalam perjanjian tersebut mencakup dana hibah sebesar 70.021.000.000 Japan Yen (JPY) atau setara dengan Rp 9,4 triliun. Adapun rincian penggunaan anggaran sebagai berikut: Pekerjaan sipil dan peralatan senilai JPY 59.108.000.000, jasa konsultasi senilai JPY 6.311.000.000, dan dana tak terduga senilai JPY 4.602.000.000.
Seperti diketahui, dalam pendanaan proyek MRT Jakarta, Pemprov DKI Jakarta menanggung beban pinjaman sebesar 51 persen, sementara Pemerintah Pusat menanggung 49 persen yang diterus-hibahkan kepada Pemprov DKI Jakarta.
Komposisi bagi Pemerintah Pusat memang lebih kecil dengan pertimbangan beban pinjaman digunakan untuk pembangunan aset yang tidak menghasilkan, seperti terowongan jalur bawah tanah MRT. Sedangkan, Pemprov DKI Jakarta mengelola aset yang menghasilkan, seperti stasiun MRT. ■ RED/JOKO