Dinilai LSI Denny JA, PENERAPAN PSBB di 18 Wilayah Indonesia Belum Maksimal

JAKARTA (POSBERITAKOTA) ■ Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA menilai bahwa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang sudah diterapkan di 18 wilayah Indonesia belum maksimal. Secara umum belum terjadi efek kategori A (kategori sangat bagus), yakni efek yang secara grafik menunjukkan penurunan sangat drastis kasus baru.

Hal tersebut diungkapkan peneliti senior LSI Denny JA, Ardian Sopa dalam rilisnya yang dikirim ke POSBERITAKOTA, , Sabtu (9/5/2020). “Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang sudah diterapkan di 18 wilayah Indonesia belum maksimal. Mengapa? karena belum terhadi efek kategori A atau kategori sangat bagus,” tegas dia.

LSI juga menyarankan untuk seluruh komponen masyarakat dan pemerintah daerah harus lebih maksimal menerapkan PSBB. Jika tidak, situasi ini akan memperpanjang masa pemulihan di Indonesia. Ini sekaligus berarti memperburuk ekonomi Indonesia dengan seluruh konsekuensinya.

Dalam mengelola data sekunder dalam rentang awal Maret- 6 Mei 2020, LSI menggunakan tiga sumber data yakni Data Gugus Tugas, Data Worldometer, dan Data WHO .

“Yang jelas, kita diberi semangat oleh contoh sukses di dunia. Efek kategori A, Istimewa, terjadi setidaknya pada empat negara: Korea Selatan, Jerman, Australia dan Selandia Baru. Dari grafik rentang satu sampai dua bulan, pada empat negara itu terlihat puncak pandemik sudah terlewati. Kasus baru menurun secara sangat drastis,” lanjutnya.

Demi kepentingan analisa, LSI Denny JA menyusun efek PSBB dalam empat kategori. Kategori ini dibedakan dengan melihat kasus baru harian (kasus harian), antara sebelum dan sesudah diterapkannya PSBB. Ada 4 Tipologi

Pertama, tipologi A, kategori Istimewa. Wilayah yang masuk dalam tipologi ini adalah wilayah yang penambahan jumlah kasus baru pasca PSBB menurun secara drastis. Menurunnya kasus baru harian sangat tajam.

Kedua, tipologi B, kategori baik. Wilayah yang masuk tipologi ini adalah wilayah yang penambahan kasus barunya mengalami penurunan secara gradual/konsisten, namun tidak drastic pasca penerapan PSBB.

Ketiga, tipologi C, kategori cukup. Wilayah yang masuk tipologi ini adalah wilayah yang penambahan kasusnya cenderung turun, namun belum konsisten. Masih terjadi kenaikan di waktu-waktu tertentu.

Keempat, tipologi D, kategori kurang. Wilayah yang masuk tipologi ini adalah wilayah yang jumlah penambahan kasus barunya tidak mengalami perubahan seperti masa pra PSBB. Dan bahkan cenderung mengalami kenaikan di sejumlah waktu tertentu.

“Mengamati grafik PSBB di 18 wilayah (hanya 18 wilayah yang diperoleh datanya oleh LSI Denny JA), belum ada satupun wilayah yang saat ini menerapkan PSBB masuk ke dalam tipologi A, Istimewa. Seperti grafik penambahan kasus di 4 negara yaitu, Jerman, Selandia Baru, Korea Selatan, dan Australia, yang mengalami penurunan drastis, di Indonesia tidak ada satupun wilayah yang datanya menunjukan penurunan kasus secara drastis,” tuturnya, panjang lebar.

Lantas, apa yang menjadi penyebab efek PSBB di 18 wilayah Indonesia belum maksimal?

Pembatasan Sosial Beskala besar diterapkan pada empat kegiatan. Pertama, kegiatan agama. Kedua, kegiatan di tempat atau fasilitas umum. Ketiga, kegiatan sosial budaya. Keempat, kegiatan transpotasi umum.

“Dari empat kegiatan itu, terjadi banyak pelanggaran di 18 wilayah itu, dalam derajat yang berbeda, terutama pada kegiatan agama dan kegiatan di tempat umum.”

“Kegiatan terawih keagamaan terjadi di banyak masjid. Juga kegiatan di tempat umum berupa berdesak desaknya ibu rumah tangga belanja di pasar/pertokoaan, dan anak muda berkumpul di kafe/ resto setelah buka puasa. Warga berkumpul tanpa memperhatikan social distancing.”

LSI melihat sangat terasa kurang kerasnya komponen masyarakat dan pemerintah daerah menerapkan PSBB. Ulama bisa berperan lebih instensif dalam mengajak warga ibadah di rumah saja, terutama saat tarawih.

“Pengusaha kurang menerapkan jarak antar pembeli ketika mereka antri di pasar/toko. Kepala rumah tangga kurang menjaga anak anak mudanya untuk tidak dulu berkumpul di area umum, terutama setelah berbuka puasa,” sergahnya.

Pemerintah daerah juga dituding kurang mengawasi pelaksanaan PSBB itu. Sementara kesadaran masyarakat sendiri banyak yang belum tumbuh akan pentingnya social distancing dan aneka protokol kesehatan.

Menurut Sopa, pandemik ini memang terlalu besar dan terlalu penting jika hanya diserahkan kepada pemerintah pusat saja atau kepada Gugus Tugas saja. Dia menyarankan pemerintah daerah bersama dengan pemimpin masyarakat, ulama, bahkan ketua RT, para influencer, juga kepala rumah tangga harus lebih giat lagi menerapkan PSBB.

“Kini saatnya para relawan terpanggil melakukan perannya masing masing. Para influencers sebagai misal dapat ikut berkampanye pentingnya protokol kesehatan: social distancing, masker, cuci tangan, dan ibadah di rumah saja.”

LSI menyadari, hingga kini vaksin belum ditemukan. Satu satunya senjata yang kita punya adalah PSBB dan protokol kesehatan. “Bersama kita targetkan di bulan ini, Mei 2020, kasus baru terpapar covid- 19 harus menurun drastis. Selesai lebaran, kita harap, perlahan kita mulai kembali kehidupan usaha kita, kantor kita, sekolah kita, agar ekonomi tidak merosot tajam. Namun ini hanya mungkin dilakukan jika kasus baru terpapar corona merosot dratis dan warga patuh dengan aneka protokol kesehatan.” ■ RED/RIHADIN/GOES

Related posts

Sambil Bawa Bantuan, KAPOLRI Tinjau Posko di Pengungsian Erupsi Gunung Lewotobi NTT

Upgrade Skill Hingga Mancanegara, DR AYU WIDYANINGRUM Raih Penghargaan Bergengsi ‘Beautypreneur Award 2024’

Setelah Buka di Paris, RAFFI AHMAD Bikin Cabang Restoran ‘LE NUSA’ di Jakarta