POSBERITAKOTA (JAKARTA) – Sejumlah masalah bakal muncul dan banyak dihadapi, jika pelaksanaan Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Legislatif (Pileg), kemudian dibarengi dengan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak di tahun 2024 mendatang.
Kekhawatiran tersebut di atas, diungkapkan Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi. Sebab, menurutnya, kekosongan Kepala Daerah yang diisi oleh pelaksana tugas (Plt) hingga 2 tahun juga sangat problematis.
Lebih jauh Burhanuddin memaparkan bahwa selain akan overlap dengan Pilpres dan Pileg, ada 272 Kepala Daerah yang habis jabatannya pada 2022 dan 2023 yang kemudian akan dipegang Pejabat Gubernur, Bupati dan Walikota yang diangkat oleh Presiden dan Mendagri.
Di sisi lain, Burhanuddin juga menautkan potongan video saat dirinya diwawancarai stasiun televisi swasta. Dalam dialog tersebut, ia mengungkapkan pernyataan bahwa Pilkada Serentak bisa menekan biaya, tentu harus dibuktikan lebih jauh.
“Saat itu Mendagrinya Pak Tjahjo Kumolo juga menyampaikan bahwa Pilkada 2015 dan 2016 belum terbukti menekan biaya. Jadi, harus ada studi lebih jauh,” sarannya.
Ditegaskan Burhanuddin bahwa kekosongan Kepala Daerah yang diisi oleh pelaksana tugas (Plt) hingga 2 tahun, juga sangat problematis. Kenapa? Pasalnya, seorang Plt itu tak bisa membuat keputusan strategis.
“Bayangkan, Plt 2 tahun. Banyak Kepala Daerah Plt, lantas bagaimana keputusan strategisnya? Padahal punya keterbatasan. Dan, kalau ada main mata (dengan Paslon) bagaimana legitimasi Pemilunya? Tentu bakal jadi persoalan jika tak diselesaikan dari awal,” pungkas Burhanudidn Muntadi kepada POSBERITAKOTA, Senin (1/2/2021). ■ RED/THONIE AG/EDITOR : GOES