JAKARTA (POSBERITAKOTA) – Kasus ‘kudeta‘ di tubuh Partai Demokrat (PD) menyita perhatian banyak pihak. Faktanya, setelah digelar Kongres Luar Biasa (KLB) Deli Serdang beberapa waktu lalu oleh mantan pengurus barisan ‘sakit hati‘, kemudian menetapkan Moeldoko yang selama ini dikenal sebagai Kepala Staf Kepresidenan (KSP) menjadi Ketua Umum (Ketum) yang otomatis memimpin partai politik (Parpol) berlambang bintang mercy tersebut.
Adanya KLB Partai Demokrat tersebut, karuan saja mengundang reaksi Ketum Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang sah dan jajaran atau dewan pengurus pusat (DPP) serta daerah (DPD) seluruh Indonesia. Tudingan KLB disebut ‘abal-abal‘, tidak disetujui Ketum DPP maupun pengurus yang punya hak suara sah serta tanpa izin dari aparat kepolisian setempat dan pihak kantor Gubernur Sumatera Utara – menjadi bukti bahwa KLB tersebut ilegal.
Mensikapi terkait kisruh atau ‘kudeta‘ Partai Demokrat, Ketum Forum Bersama Laskar Merah Putih (FB LMP) Hamzah Tun MR SH, tak hanya mengecam tapi juga meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) bereaksi. Kenapa? Karena, Moeldoko merupakan pejabat KSP yang sangat erat kaitannya dengan Istana Presiden.
“Kalau boleh saya menyebutnya, ini ada mantan jenderal yang haus kekuasaan. Mau main ambil atau main caplok partai yang memang sudah besar dan mapan begitu saja. Dan, hal tersebut jelas merupakan perbuatan yang tidak terpuji,” tegas pria asal Gayo (Aceh) tersebut kepada POSBERITAKOTA, Rabu (10/3/2021) malam.
Jika melihat cara-cara pengambil-alihan seperti itu, menurut Hamzah Tun, mengindikasikan bahwa ‘Reformasi‘ yang sudah melangkah jauh sejak tahun 1998 sampai 2021, kini malah berlaku mundur. Kenapa bisa seenaknya Parpol ‘diobok-obok‘ seperti ini oleh seseorang yang sangat dekat dengan ‘kekuasaan‘.
“Dugaan saya, Presiden Jokowi pasti tahu. Karena, Moeldoko kan sebagai KSP, pasti aktifitasnya termonitor. Apalagi terkait dunia politik, di mana Moeldoko mengincar atau melakukan kudeta terhadap Parpol yang selama ini menjadi oposisi Pemerintah,” tuturnya.
Diketahui atau tidak apa yang dilakukan Moeldoko, menurut Hamzah Tun lebih lanjut, Presiden Jokowi harus memberikan sanksi tegas. Apa itu? “Pecat saudara Moeldoko dari jabatan Kepala Staf Kepresidenan. Jika ternyata sebaliknya tetap diam, berarti patut diduga Presiden Jokowi sudah tahu sebelumnya atau merestui,” tuturnya.
Hamzah Tun menegaskan baik sebagai pribadi maupun atas nama Ormas FB LMP, sangat tidak setuju adanya cara-cara pengambil-alihan Parpol seperti itu. Sangat tidak pantas dan dapat merusak sendi-sendi kehidupan demokrasi yang selama ini sudah terbangun baik melalui ‘Reformasi 1998‘.
Sebaiknya, ditegaskan Hamzah Tun, pihak Pemerintah membiarkan ada ‘Partai Oposisi’ seperti Partai Demokrat. “Bagus kan, karena ada partai yang menjalankan fungsi kontrol. Jadi, jalannya Pemerintahan, ada yang mengawasi. Tentu saja untuk kepentingan cek and balance,” pungkasnya. ■ RED/AGUS SANTOSA