Sama-sama Kisah Soal ‘Kematian’ & ‘Kuburan’, BASWEDAN – BABI NGEPET – BETELGEUSE

OLEH : LUKAS LUWARSO

APA kesamaan antara kisah safari politik Anies Baswedan, Babi Ngepet dan Bintang Betelgeuse? Sama-sama kisah soal kematian dan kuburan. Bedanya, yang pertama soal politik-agama; kedua, soal takhyul-klenik dan yang ketiga adalah soal sains-astrofisika.

Tiga kisah itu, kecuali Betelgeuse, viral di media sosial pada Minggu terakhir bulan April ini. Foto -foto dan pemberitaan Anies Baswedan (Gubernur DKI Jakarta) sedang ziarah kubur mengundang perdebatan. Berita kematian “babi ngepet” dan ditangkapnya sang ustadz memicu rasa ingin tahu. Pada saat sama, berita ramai soal menjelang kematian bintang Betelgeuse, yang diperkirakan akan meledak menjadi supernova, cuma beredar di kalangan peminat sains.

Anies tidur di kamar Kyai Ageng Muhammad Besari, untuk berziarah dan silaturahmi menjadi polemik politik. Ia bermalam di rumah joglo, komplek pemakaman, yang terletak di Desa Tegalsari, Ponorogo. Kyai Besari adalah perintis padepokan Gebang Tinatar pada era 1700-an, yang menjadi pusat pendidikan agama penting pada masanya.

Semula “niat” Anies cuma silaturahmi di Tegalsari sampai dengan Maghrib lalu ke Madiun, menginap di hotel. Tapi pihak keluarga, kata Anies, memintanya untuk bermalam di Ndalem Ageng, kamar yang dulu digunakan oleh Kyai Ageng Besari. Ia merasa mendapat kehormatan, karena konon kamar ini tidak pernah digunakan untuk tidur dan tidak ada yang diizinkan. Jadilah, Anies tidur sendirian.

Tentu, sebagai politisi, menjelang tidur perlu di foto dulu. Tentu, foto itu perlu juga diposting di media sosial, akun instagram pribadinya. Dan tentu perlu diviralkan menjadi “peristiwa penting politik di bulan Ramadhan”. Foto-foto(genic) aksi “menjelang tidurnya” memang kemudian menjadi viral dan memantik pro-kontra.

Foto-foto perjalanan Anies ke sejumlah daerah kemudian dimaknai sebagai “safari politik” terkait Pilpres 2024. Anies diduga sedang ingin “mencari perhatian” untuk meningkatkan popularitas dan elektabilitas. Segera muncul rumor, ia perlu bersafari politik, karena tidak adanya jaminan dukungan parpol untuk maju Pilpres 2024. Aksi safari ini segera mengingatkan “Safari RamadhanMenteri Harmoko di era Orba, yang bertujuan “untuk mendengar aspirasi warga”.

Saat Anies sibuk ber-safari politik bernuansa “religius” di Jawa Timur, ada kehebohan kisah tertangkapnya babi ngepet di Sawangan, Depok. Ibarat cerita misteri, kisah klenik horor yang heboh selama beberapa hari itu berakhir di luar dugaan pemirsa. Alur kisahnya berakhir melintir (plot-twist). Tokoh utama, ulama sakti penangkap babi ngepet, “pahlawan warga”, justru ditangkap dan diancam pidana 10 tahun penjara.

Adam Ibrahim, nama si ustadz (mengingatkan dua nama nabi utama agama Samawi), ditangkap polisi karena membohongi warga. Ia adalah aktor utama, sutradara, sekaligus penulis skenario drama babi ngepet, yang ia produksi dengan harapan akan membuatnya lebih dikenal. Teater babi ngepet itu ia siapkan dengan melibatkan delapan “aktor” pembantu, dan total menghabiskan beaya lebih dari satu juta, di luar honor untuk teman-temannya sebagai pemain peran pembantu.

Babi ngepet adalah cerita rakyat (folklore) bernuansa mistik yang masih dipercayai oleh sebagian warga. Kisah ghaib manusia bertransformasi menjadi babi untuk mencuri uang mengumpulkan kekayaan. Selain babi ngepet ada pula kisah “tuyul”, mahluk ghaib pencuri uang dalam wujud anak kecil. Warga yang berpola pikir simpel menyukai kisah klenik sebagai jawaban mudah untuk menjelaskan hal-hal “pelik” yang tidak dipahami, seperti kehilangan uang. Kenaifan cara berpikir takhyul yang masih terus terbawa di era digital pasca-modern.

Saat perhatian warga Indonesia terjerat oleh kisah bernuansa mistik agama dan klenik (Anies tidur di petilasan makam dan babi ngepet). Di belahan dunia lain, di Amerika dan Eropa para saintis, khususnya astrofisikawan, sedang terjerat dengan fenomena bintang Betelgeuse. Info ini menjadi berita hangat di media yang fokus memberitakan info sains.

Betelgeuse adalah bintang raksasa yang ukurannya puluhan kali lebih besar dari matahari. Diameternya hampir satu milyar kilometer, bandingkan dengan matahari yang cuma 1,4 juta km atau bumi 12.742 km. Perbandingannya, jika ditaruh menggantikan matahari sebagai pusat tata surya kita, maka Betelgeuse akan menelan orbit planet Merkurius, Venus, Bumi, Mars dan Jupiter.

Dilihat dari bumi, Betelgeuse menjadi salah satu benda angkasa paling terang di langit malam. Sehingga bisa dilihat dengan mata telanjang. Berlokasi di konstelasi Orion, jarak Betelgeuse dari Bumi diperkirakan sejauh 500 tahun cahaya.

Betelgeuse masih sangat muda, diperkirakan baru berusia 10 juta tahun (bandingkan dengan matahari yang berusia 4,5 milyar tahun). Dan diprediksi ia akan “mati” dalam kisaran waktu antara minggu ini hingga 100.000 tahun lagi. Waktu yang sangat pendek untuk ukuran dunia astronomi. Dan kematiannya akan menjadi supernova, ledakan bintang yang dahsyat. Ia boleh jadi akan menjadi nebula, lubang hitam (black Hole) atau bintang neutron setelah meledak. Dan petilasan “kuburannya” di angkasa akan sering “diziarahi” para astronom melalui teleskop.

Betelgeuse menjadi pusat perhatian dua tahun terakhir ini, ketika pada Oktober 2019 secara misterius cahayanya terlihat meredup. Dan cahaya yang meredup itu berulang setiap tahun, terjadi pada awal 2020, dan pada April 2021, sehingga mengundang perhatian. Muncul dugaan, “bahan bakar” Betelgeuse semakin habis sebagai pertanda bakal meledak ber-supernova. Namun ternyata supernova belum terjadi, para astrofisikawan terus menanti dan mengamati.

Betelgeuse akan mati menjadi supernova hanya soal waktu, dan jika itu terjadi akan memunculkan pemandangan spektakuler di langit, lebih terang dari cahaya bulan. Untung, jaraknya cukup jauh dari Bumi, sehingga ledakannya tak akan berpengaruh apapun pada manusia, selain memunculkan cahaya terang.

Beda dengan safari politik Baswedan dan Babi ngepet, fenomena Betelgeuse tidak sedikitpun mendapat perhatian Warga Indonesia. Politik, mistik dan klenik lebih disukai masyarakat, ketimbang supernova, fenomena saintifik yang spektakuler. Warga menyukai informasi politik-mistik Baswedan yang tidur di petilasan makam. Atau berita takhyul-klenik penangkapan babi ngepet di Depok.

Safari politik Anied Baswedan dan babi ngepet lebih menarik sebagai bahan gunjingan dan gosip, karena tidak memerlukan referensi dan pemikiran, selain kepercayaan. Peristiwa sains seperti supernova Betelgeuse menuntut pemahaman, pembelajaran, dan nalar yang koheren. Sama-sama kisah soal kuburan dan kematian, Betelgeuse akan memunculkan pemandangan indah supernova. Bukan kematian kelam dunia ghaib yang gelap ala takhyul manusia. (***)


(PENULIS adalah PEMERHATI MASALAH SOSIAL POLITIK dan KEHIDUPAN BANGSA, tinggal di JAKARTA)

Related posts

Rasanya Sulit Tembus 51 Persen, PILKADA JAKARTA 2024 Bakal Melalui Dua Putaran

Siapa Lebih Unggul di Pilkada Jakarta, DUEL STRATEGI Tim Sukses Prasetyo Edi Marsudi versus Ahmad Riza Patria

10 Tahun Era Jokowi, PERS NASIONAL Darurat Kelembagaan – Krisis Identitas & Expansi Bisnis Masif Kurang Etika