BEKASI (POSBERITAKOTA) – Wasatiyyah itu berarti tengah. Tidak condong ke kanan maupun ke kiri. Bahkan dalam syariahnya jelas dan tegas mengajarkan keseimbangan. Baik itu dalam soal akal maupun ruh. Begitu pula terkait masalah idealisme dan realistisme dalam kehidupan beragama.
“Seperti dalam kehidupan ini, syariah Wasatiyyah bisa terus bertahan sampai sekarang, yakni antara dunia dan akherat. Jadi, kita pun tidak boleh hanya fokus akherat saja. Duniawi juga perlu dipikirin, biar seimbang. Makanya, jadikanlah dunia sebagai ladang untuk kebaikan yang didukung oleh kemapanan kehidupan,” ucap Ustadz Fitrian Nabil L.c dalam Kajian Shubuh bulan suci Ramadhan di Masjid Jami Al-Ikhlas RW 025 VGH Kebalen, Babelan, Bekasi, Minggu (9/5/2021) kemarin.
Menurut ustadz yang merupakan lulusan sarjana bidang agama Islam di Kairo (Mesir), secara spesifik mengupas kewajiban bisa melaksanakan puasa dan sholat Shubuh. Namun, ia akan membicarakan syariah Wasatiyyah-nya. “Dan, syariah tersebut masih bisa bertahan sampai sekarang. Seperti kita melaksanakan sholat Shubuh secara berjamaah di masjid dan di bulan suci Romadhon, berkahnya tentu sangat berbeda,” tuturnya.
Disebutkan Ustadz Nabil bahwa ada 4 point terkait syariah Wasatiyyah. Apa saja itu? Yakni syariah yang memudahkan atau menghilangkan kesulitan sholat, puasa dan dzakat. “Contoh jika sholat tak mampu berdiri, ruku dan sujud, justru diperbolehkan untuk duduk saja. Soal perintah sholat, kita wajib cuma menjalani sholat 5 waktu yang keseluruhannya berjumlah 17 rakaat,” urainya.
Lantas, puasa wajib di bulan suci Romadhon ini, ada orang yang diperbolehkan meninggalkan atau tidak harus puasa. Siapa saja boleh, asalkan benar-benar dalam kondisi sakit. Atau, menggantinya dengan membayar fidiah atau memberi makan sejumlah anak yatim. “Nah, soal puasa wajib pun, kita cuma diminta melaksanakan selama 30 hari saja dari 365 hari sepanjang tahun atau dalam kalender Hijriah (Islam),“ katanya.
Begitu pula tentang dzakat. Dalam syariah Wasatiyah, juga dijelaskan hal yang memudahkan atau menghilangkan kesulitan-kesulitannya. Sama seperti puasa dan sholat, awalnya belum menjadi wajib. Jadi, tahapannya jelas sebelum puasa, sholat dan dzakat itu diwajibkan bagi kita,” paparnya dihadapan seratusan jamaah yang hadir.
Kesemua itu, jelas Ustadz Nabil lagi, perintah (datangnya-red) bukan secara keras. Awalnya malah ada yang jadi kebiasaan. Oleh karenanya, asas dan syariah Islam tersebut menjadi awet. “Sholat belum wajib menjadi wajib. Begitu pula berpuasa,” tutur dia, panjang lebar. ■ RED/AGUS SANTOSA