BEKASI (POSBERITAKOTA) – Melalui pernyataannya kepada wartawan dan kemudian disiarkan oleh media nasional GTV pada Kamis (26 Agustus 202) kemarin, Zainal Abidin diduga telah menyebarkan berita bohong (hoaks). Dalam keterangannya, ia menyebutkan bahwa Tigor Simanjuntak, bukanlah kepala sekolah (Kepsek).
Namun pada faktanya, Tigor Simanjuntak sebagai Auditor Sekolah yang mendapatkan tugas resmi dari pengurus yang sah. Sedangkan tugas utamanya adalah pembenahan administrasi sekolah dan persiapan audit internal atas dugaan digelapkannya dana sekolah oleh oknum pengelola sekolah.
Oleh karenanya, semua yang dilakukan Tigor Simanjuntak di sekolah atas dasar Berita Acara dan Surat Tugas yang resmi. Lantaran diduga ada pihak yang panik, apalagi muncul kekhawatiran terhadap terbongkarnya bukti-bukti penggelapan tersebut, maka dengan cara apapun dilakukannya.
Langkah serangan keluarga Rofiun yang mengaku-ngaku sebagai pemilik sekolah dilakukan dua kali. Pertama di hari Minggu 22 Agustus 2021 pukul 13.30 WIB. Saat itu, Tigor Simanjuntak sedang meneliti berkas-berkas sekolah, berdatangan keluarga Rofiun. Bahkan datang bersama oknum polisi, preman dan dua orang yang mengaku pengacara.
Sungguh tidak diduga, mereka ramai-ramai merusak pagar sekolah sembari mengucapkan ancaman dan mengacungkan potongan besi kepada Tigor Simanjuntak yang hanya sendirian di sana ditemani 2 orang stafnya. Setelah berhasil membobol pagar sekolah, mereka ramai-ramai memasuki sekolah.
Beruntung tidak terjadi kekerasan fisik, karena memang dilerai oleh aparat kepolisian. Di situ terjadi komunikasi, di mana Tigor memperlihatkan SK pengangkatannya yang bertugas khusus mengaudit dan lain-lain. Bahkan dari percakapan tersebut diketahui bahwa dua orang yang mengaku sebagai pengacara ternyata tidak mempunyai surat kuasa.
Untuk serangan kedua terjadi pada hari Selasa 24 Agustus 2021 pukul 17.30 WIB, sekolah kembali didatangi seorang oknum polisi yang hanya duduk di depan ruang kerja kepala sekolah tanpa berbicara apapun. Hanya terus berkomunikasi dengan ponselnya melalui pesan tulisan.
Namun tepat puku 18.00 WIB, saat Tigor hendak pulang, pagar sekolah dihalangi sebuah mobil double cabin dengan nomor polisi : H 1866 JQ. Massa pun kemudian masuk ke lingkungan sekolah. Mereka dipimpin Zainal Abidin SH, sang pengacara. Massa juga mendatangi ruang kerja kepala sekolah dan mulai melakukan persekusi. Sekalipun sudah dihubungi berkali-kali, tidak ada seorang pun polisi yang datang. Baik dari Polsek maupun Polres setempat. Tigor diusir dengan kasar dari sekolah tanpa ada perlawanan.
Menurut Tigor Simanjuntak SH MH seperti disampaikan dalam rilis berita yang diterima POSBERITAKOTA, Jumat (27/8/2021) siang, pihaknya sudah memiliki bukti yang kuat untuk bahan auditor, sehingga tidak ada alasan lagi bagi pengelola yang tidak sah diduga telah menipu masyarakat selama 3 tahun. Dimana mengaku-ngaku sebagai pengurus yang sah, sehingga 3 tahun ijazah ditanda-tangani oleh orang yang tidak berwenang.
Adapun fakta hukum sebagai berikut bahwa SK Kemenkumham RI Nomor AHU-AH.01.06-0011247 Tgl. 26 September 2018 yang merupakan perubahan dari SK Kemenkumham RI Nomor : AHU-19.AH.01.04 Tahun 2014 memiliki kekuatan hukum yang sah dan mengikat. Hal ini disampaikan oleh Sophian Martabaya, SH. MH (Mantan Hakim Agung).
Ditambahkan Sophian bahwa Putusan Pengadilan Tinggi Bandung Nomor : 570/PDT/2020/PT BDG yang menyatakan bahwa Akta Perubahan Tidak Memiliki Kekuatan Hukum yang mengikat, apabila dibaca secara seksama dan secara teliti, bahwa hanya 1 SK Kemenkumham RI yang dinyatakan oleh PT Bandung tidak memiliki kekuatan hukum yaitu Nomor : No. AHU – 0000629.AH.01.05. Tahun 2018yang merupakan pengesahan dari akta nomor 09 Tgl. 25 Agustus 2018. Ini berarti SK Kemenkumham yang berjumlah 4 (empat) hanya 1(satu) yang dinyatakan tidak berkekuatan hukum, berarti yang 3 (tiga) tetap berkekuatan hukum dan mengikat, terutama SK Kemenkumham dengan perubahan terakhir tanggal 26 september 2018.
Sedangkan Pakar Hukum Tata Negara Prof. Dr. Sugianto, SH. MA, menyatakan bahwa Pengadilan Perdata tidak bisa membatalkan SK Kemenkumham RI, karena SK Kemenkumham RI merupakan Produk Tata Usaha Negara. Menurut beliau bahwa gugatan di PN dan PT merupakan gugatan yang keliru dan menyalahi kompetensi Absolut. PN dan PT tidak dapat membatalkan produk Tata Usaha Negara seperti Sertifikat Hak Milik (SHM) dan SK Kemenkumham RI.
Hal ini telah diatur sebagaimana PERMA No. 2 Tahun 2019 Pasal Pasal 1 ayat 4, bertentangan dengan UU No. 30 Tahun 2104 Pasal 33 ayat 1 dan 2, Pasal 1 ayat 7. Bertentangan pula dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara jo. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara jo. Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
Kemudian, Prof. Dr. Abdul Hadis (Dosen UNM Makasar) memberikan tafsir tentang kata-kata tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, bahwa putusan tidak mempunyai keputusan yang mengikat yang dikeluarkan PT Bandung merupakan putusan yang bertentangan dengan PERMA No. 2 Tahun 2019 pasal 2 ayat 1, ayat 2 dan ayat 3 tentang kewenangan PTUN bahwa yang berhak menyatakan hal tersebut adalah PTUN. Dengan demikian maka selama Pengadilan tidak membatalkan SK Kemenkumham RI, maka tetap berlaku dan sah.
Dengan demikian, menurut Sophian Martabaya, Qurtubi tidak perlu mengajukan kasasi karena putusan ini memenangkan beliau. Juga karena Putusan PT Bandung Nomor : 570/PDT/2020/PT BDG dengan tegas menguatkan kedudukannya sebagai Pembina dan Pendiri Yayasan.
Adapun klausul putusan pointnya penyatakan Para Pembanding semula Para Penggugat adalah pengurus yang sah atas Yayasan Fahd Abdul Malik berdasarkan Akta Notaris H. Syafruddin Roswan, SH. Akta Nomor 05 tanggal 15 Juni 2011 ; Ini berarti bahwa saudara Dzulfikri, Tasu’ah dan Reza Fahlevi adalah pengurus berdasarkan Akta Nomor 05 tanggal 15 Juni 2011.
Berdasarkan UU Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan “Pasal 32 ayat“(1) dan Pasal 44 ayat“(1) ) Pengurus diangkat oleh Pembina 5 tahun, jadi tanggal 16 Juni 2016 Dzulfikri, Tasu’ah dan Reza Fahlevi sudah bukan pengurus Yayasan lagi. Sejak tanggal 16 Juni 2016 Dzulfikri cs sudah bukan pengurus Yayasan lagi, karena tidak ada SK Pengangkatan Kembali yang ditanda-tangani Qurtubi.
Jika Dzulfikri cs mengatakan masih sebagai pengurus, tidak ada SK Pegangkatan Kembali sebagai pengurus yang ditandatangani Qurtubi sebagai satu-satunya Pembina (lihat Anggaran Dasar Yayasan Fahd Abdul Malik Pasal 7, 8, 9 dan pasal 10 serta pasal 11 ayat 1).
Sedangkan Prof. Dr. Abdul Hadis (Guru Besar UNM) berpendapat jika Dzulfikri cs mengikuti Akta Notaris H. Syafruddin Roswan, SH. Akta Nomor 05 tanggal 15 Juni 2011 yang ternyata belum disahkan Kemenkumham, maka sesuai pasal UU Yayasan No. 28 tahun 2004 yang berbunyi sebagai berikut : “Pasal 13A Perbuatan hukum yang dilakukan oleh Pengurus atas nama Yayasan sebelum Yayasan memperoleh status badan hukum menjadi tanggung jawab Pengurus secara tanggung renteng.”
Akta yang tidak disahkan berarti belum berbadan hukum. Dan, jika belum berbadan hukum, maka kedudukannya bukan lagi menjadi Akta Autentik, tetapi perjanjian di bawahtangan. Jadi, Putusan PT Bandung yang menyatakan Dzulfikri cs sebagai pengurus berdasarkan Akta Nomor 05 tanggal 15 Juni 2011 adalah putusan yang mengalahkan Dzulfikri cs. Karena akta tersebut nyatanya belum di sahkan Pemerintah.
Sedangkan akta pendirian yang disahkan adalah akta nomor 5 tanggal 15 November 2011 dan Gugatan Dzulfikri untuk membatalkan Akta No. 5 Tanggal 15 November 2011 telah kandas di PN Cikarang karena menyalahi kompetensi Absolut.
Adapun Struktur dari Pengesahan SK Kemenkumham RI Nomor AHU-AH.01.06-0011247 adalah sebagai berikut :
Pendiri dan Pembina : DR. Ahmad Qurtubi, MA
Pengurus Ketua : Bunyamin, SH
Wakil Ketua : Hj. Sri Hudayah, M. Si
Wakil Ketua : Rachmawaty
Sekretaris : Ahmad Sirojudin, S.Pd
Bendahara : Ahmad Jumaidi
Pengawas Ketua : Hadi Candra, SE
Anggota : Dr. Hj. Sumariah, M.Pd. □ RED/REL/AGUS SANTOSA