JAKARTA (POSBERITAKOTA) – Kasus gagal bayar oleh perusahaan Investasi Bodong merajalela di Indonesia. Antara lain kasus koperasi Indosurya senilai Rp 15 triliun, PT MPIP, MPIS, Oso Sekuritas, Kresna Sekuritas, Narada, Koperasi Sejahtera Bersama dan masih banyak lagi perusahaan keuangan lainnya yang memakan korban jutaan orang dengan nilai kerugian ratusan triliun uang masyarakat.
Kasus-kasus tersebut sudah dilaporkan kepada pihak kepolisian. Baik itu Mabes Polri maupun Polda Metro Jaya, namun tidak ada satu pun Tersangka yang ditahan oleh pihak kepolisian.
Suburnya Investasi Bodong dan kasus gagal bayar menjadi alasan utama takutnya Investor Asing menanamkan modal ke Indonesia, karena tidak adanya kepastian hukum.
Pelaku usaha menilai faktor utama yang membuat Investor Asing berpikir dua kali untuk Investasi di Indonesia adalah kurangnya kepastian hukum dari Pemerintah.
“Masalahnya kenapa (Investor) nggak mau masuk ke Indonesia? Karena tidak ada kepastian hukum,” kata Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Perindustrian, Jhonny Darmawan dalam Diskusi FGD ‘Non Tariff Measures Sebagai Instrumen Perlindungan Industri Dalam Negeri’ di kawasan Jakarta Selatan, Senin (30/8/2021) kemarin.
Sementara itu LQ Indonesia Lawfirm sebagai salah satu kantor pengacara yang banyak menangani kasus pidana di Polda Metro Jaya dan Mabes Polri, sangat menyayangkan suburnya oknum polisi yang bermain kasus.
Dari data yang dimiliki LQ Indonesia Lawfirm ada ratusan nasabah korban Investasi Bodong melaporkan perusahaan Investasi ke kepolisian, Mahkota ada 2 Laporan Polisi (LP) di Fismondev Unit 5 Polda, 1 LP di Fismondev unit 4, Kresna Sekuritas di Fismondev Polda unit 4, Narada di Fismondev Polda Unit 4, 3 LP Indosurya di Mabes Tipideksus dan sebelumnya ada 2 perusahaan lain yang di LP kan dipegang Fismondev Unit 1, 3, 4 dan 5.
Namun berkat strategi negosiasi dan mediasi langsung dengan Direksi dan Owner perusahaan yang bersangkutan, klien LQ Indonesia Lawfirm dibayarkan ganti rugi.
“Bukan karena proses penyidikan jalan, karena status LP Investasi Bodong di kepolisian dapat saya katakan mandek, alias tidak diproses penyidik. Ada LP 2 tahun, tidak ada perkembangan dan berbulan-bulan diminta ke penyidik alasan pergantian perwira.” ucap Kepala Humas dan Media LQ Indonesia Lawfirm, Sugi, kepada wartawan, Selasa (31/8/2021).
Untuk dua perusahaan yang sudah berhasil ditangani LQ Indonesia Lawfirm sampai sekarang 5 LP di Unit 1, 3, 4 dan 5 tersebut tidak mau dihentikan oleh Fismondev Polda Metro Jaya dan pihak berperkara di minta Rp 500 juta untuk biaya SP3, 1 perusahaan.
Tangis Para Korban Gagal Bayar
Ibu S selaku salah satu korban perusahaan gagal bayar, sambil menangis mohon atensi Pemerintah “Bapak Presiden Jokowi, ini kami ketika buat LP No TBL 5422/IX/ YAN 2.5/ SPKT PMJ Tanggal 10 September 2020, sudah satu tahun mandeg alias tidak pernah naik ke penyidikan.
Berkat LQ Indonesia Lawfirm negosiasi dan dapat Restorative Justice, sekarang untuk cabut LP dimintakan Rp 500 juta. “Itu kata pengacara kami. Jadi, kami ini ibaratnya sudah jatuh ditimpa tangga. Katanya pelayanan kepolisian gratis nyatanya ada oknum meminta Rp 500 juta,” tutur ibu S.
Masih menurut oknum bahwa untuk SP3, Dirkrimsus minta uang tersebut, agar dicabut perlu tandatangan pimpinannya makanya mahal. “Kami bisa kasih Rp 70 juta didepan dan Rp 2 miliar dari penjualan aset properti di belakang dengan ikhlas, namun ditolak. Dan, katanya tidak bisa, harus ada Rp 500 juta di depan untuk biaya cabut,” cerita ibu S, lagi.
“Lalu jika diminta Rp 500 juta didepan, uangnya dari mana? Karena, nasabah sudah hancur-hancuran, uangnya ditukar aset tidak liquid,” katanya.
Korban MPIP ibu M menyatakan sudah hampir 2 tahun kasus Mahkota mandeg dan tidak naik sidik bahkan terlapor RSO, sampai hari ini tidak pernah diperiksa Fismondev.
“Penyidik sama sekali tidak ada perkembangan selama satu tahun terakhir. Saya sangat kecewa. Pengacara saya minta SP2HP saja sampai hari ini tidak diberikan,” kata S.
Oleh karenanya, Sugi meminta agar Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo, Kabareskrim Komjen Pol Agus Yulianto dan Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Fadil Imron, bertindak tegas agar tidak ada oknum Polri dijadikan alat untuk memeras masyarakat. Apalagi kepada pihak yang sudah beritikat baik dan melakukan ganti rugi penuh dan sudah berdamai sebagaimana diatur oleh Perkap No. 6 Tahun 2019.
Ditambahkan Sugi bahwa ada indikasi oknum yang ingin memancing di air keruh dan memeras pihak berperkara. LQ Indonesia Lawfirm ada saksi, indikasi oknum mempersulit penanganan perkara dan memeras pihak berperkara dalam kasus Investasi Bodong.
LP kasus gagal bayar yang sudah ada perdamaian di mana LQ Indonesia Lawfirm berhasil melakukan mediasi langsung tanpa pihak kepolisian. Kemudian mendapat ganti rugi dan meminta pencabutan LP, walau sudah di BA pencabutan, namun LP tidak pernah dicabut dan pihak berperkara dimintai uang dimuka oleh oknum di Polda Metro Jaya untuk mencabut.
“Sedangkan perkara yang belum ada mediasi seperti Mahkota, Narada dan Kresna Sekuritas sudah dua tahun lebih, naik sidik saja tidak dan penyidikan malah mandeg. Tidak ada uang, perkara tidak jalan,” kata Sugi menambahkan.
Kelakuan oknum menciderai keadilan di masyarakat terutama para korban Investasi Bodong yang sudah tertimpa musibah. Korban yang adalah masyarakat Indonesia datang ke Polda Metro Jaya untuk memperoleh keadilan dan bantuan penegakkan hukum justru diminta uang.
Ada beberapa hal yang diharapkan LQ Indonesia Lawfirm, baik itu kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit, Kabareskrim Komjen Pol Agus Yulianto dan Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Fadil Imron.
“Kami dari LQ Indonesia Lawfirm sedih dan prihatin. Institusi Polri yang kami cintai, ternyata sudah dikotori para oknum. Di mana janji Bapak selaku Kapolri yang pernah mengeluarkan statement soa Presisi Polri yang Berkeadilan?” Begitu papar Sugi selaku Kepala Humas dan Media dari LQ Indonesia Lawfirm.
Begitu pula kepada Kabareskrim Polri. “Tolong benahi penyidik yang menangani perkara seluruh kasus Investasi Bodong (Mahkota, MPIP, Narada, Kresna Sekuritas) tidak dijalankan oleh penyidik dan atasan penyidik. Walaupun sudah berkali-kali kami surati,” papar Sugi, lagi.
Menurut dia dengan adanya oknum-oknum yang meminta uang kepada Lawyer dan Pihak Berperkara, justru jadi korban ditekan dan bahkan diperas. Restorative Justice yang tertera di Perkap hanya teori yang tidak dilaksanakan. ■ RED/AGUS SANTOSA