DEMI MENGAJAK SEKALIGUS MENEBAR KEBAIKAN, ‘SEJADAH BABE’ AKAN TERUS KONSISTEN LEWAT PROGRAM BERBAGI KE WARGA BABELAN BEKASI

BEKASI (POSBERITAKOTA) – Memasuki minggu pertama di bulan Oktober 2021 ini, SEJADAH BABE (Sedekah Jum’at Berkah & Amal Jariyah – Babelan – Bekasi) telah menjalani pekan ke-10 program berbagi nasi boks/aqua botol kepada puluhan warga masyarakat di wilayah Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi. Tekad kedepannya akan terus konsisten sebagai bentuk kepedulian terhadap kondisi masyarakat yang belum stabil betul akibat pengaruh masa pandemi.

Meski dilakukan secara acak untuk menemui para penerima nasi boks/aqua botol yang tepat sasaran, setidaknya jika program berbagi ini terus berkelanjutan, semata-mata sebagai wujud atau bentuk rasa empati kepada masyarakat yang memang untuk saat ini masih kesulitan dalam hal memenuhi kebutuhan makan setiap harinya.

Dalam Jumat pekan ke-10 (8 Oktober 2021) ini, Tim SEJADAH BABE menerjunkan Cecep Supriatna alias Cepi sebagai koordinator lapangan (Korlap 1) dan Nana (Korlap 3) dengan didampingi POSBERITAKOTA sebagai media patner. Lagi-lagi, dengan berkeliling secara acak ke sejumlah kelurahan dan desa di wilayah Kecamatan Babelan, tak terlalu sulit menemui warga yang layak mendapatkan nasi boks untuk sekadar sarapan pagi atau persiapan makan siang.

Baik Cepi maupun Nana mengakui bahwa pendistribusian sebanyak 45 nasi boks masih terasa kurang. Oleh karena itu, keduanya mencoba ingin menggugah para donatur dari warga atau jamaah masjid. Sedangkan prinsipnya, SEJADAH BABE cuma ingin mengajak sekaligus menebarkan kebaikan dalam konteks syiar keagamaan dan sosial kemasyarakatan.

Kegiatan dalam bentuk aksi sosial kemasyarakatan dan syiar keagamaan, bisa berjalan secara berbarengan. Implementasinya adalah harus didasari oleh niat yang kuat, kemudian dikerjakan tanpa rasa lelah demi pencapaian konsistensi. Berikut wilayah dan profil-profil penerima program berbagi dari SEJADAH BABE pada Jumat pekan ke-10 (8 Oktober 2021).

Sebut saja ada Engkong Suan, Aisyah, Erry dan Bang Qubil yang mengaku setelah sebulan lebih berjalan – mereka baru akan memanen tanaman bayam dan kangkung. Sawah dan ladang yang dijadikan lahan untuk menanam sayuran, bukanlah lahan tanah pribadi atau miliknya sendiri.

“Saya kan memanfaatkan lahan kosong. Tapi tetap harus izin kepada pemiliknya. Tidak ada biaya sewa khusus, namun untuk pajak tanah yang harus dibayarkan ke Pemerintah, saya harus bayar. Setahun sekali, biaya bisa Rp 1 juta untuk luas 1 Ha,” terang Engkong Suan, petani yang numpang di tanah garapan yang ada di wilayah RW 025 Perumahan Villa Gading Harapan (VGH), Kebalen, Babelan, Bekasi.

Diakui juga oleh Bang Qubil, kewajiban membayari pajak tanah/lawan sawah, tak dirasakan terlalu berat. “Wajarlah, kalau setahun, cuma bayarin pajak sebesar Rp 1 juta untuk seluas 1 Ha. Selama ini lancar-lancar aja, karena memang kami sudah dekat dan kenal dengan pemilik tanah, sawah atau ladang di VGH sini,” ucap Bang Qubil.

Nata (60 tahun) dan Diman (30 tahun), keduanya juga petani ladang yang memanfaatkan tanah kosong di Perumahaan VGH Gerbang Barat. Keduanya, juga sama, baru bisa memetik hasil panen sayuran (bayam dan kangkung). Jika masih proses tanam, menurut keduanya harus menunggu waktu hampir sebulan lamanya dan bahkan lebih.

Dablang (47 tahun) dan Edi Wahyono (61 tahun), keduanya merupakan pekerja lepas sebagai pemulung. Biasa berkeliling sejak pagi hingga sore hari, baik di wilayah perumahan maupun perkampungan. Menurut keduanya, kadang dalam seharian bisa cuma dapat Rp 30 ribuRp 50 ribu atau kadang bisa Rp 70 ribu.

“Iya, sedapatnya aja. Sebab, sekarang ini yang kerjanya sebagai pemulung, banyak banget. Makanya, kalo lagi memulung, ya rejeki-rejekin. Syukur alhamdulillah, kalau lagi dapat banyak,” celetuk Dablang dengan logat Betawi ceplas-ceplos.

Ada juga Mesah (60 tahun), ibu yang saat ini hidup sebatangkara. Ia ditinggal suami meninggal dunia dan tak memiliki anak. “Setiap hari, kerja ibu kayak begini. Sambil dorong-dorong gerobak, cari-cari barang bekas,” ucapnya saat ditemui di Pintu Gerbang Barat Perumahaan VGH Kebalen, Babelan, Bekasi.

Dalam kesehariannya, kata Mesah, sudah harus keluar rumah mulai pukul 07.00 WIB. Kadang bisa sampai pukul 17.00 WIB, baru balik. Kalau lagi dapat barang banyak, bisa langsung dijual ke pengepul. Bisa dapat duit Rp 50 ribu saja seharian, sudah sangat disyukuri.

Lain lagi dengan sosok Karim (48 tahun). Dari pekerja serabutan, ia sekarang sudah menjalani ada 5 tahunan beralih jadi penjual air bersih dalam derigen. Sedang langganannya, bisa warung-warung atau warga perumahan. Ia bilang kalau lagi musim panas, sulit air, sedang pembelinya sangat banyak.

Kalo sudah dapat lebihan uang antara Rp 50 ribu sampai Rp 100 ribu dalam sehari, sudah cukup. Prinsipnya nggak mau maksain, karena faktor usia dan tenaga. Saya ini gampang capek, makanya banyak ngaso atau istirahat,” ucap pria yang mengaku asli kelahiran Babelan tersebut.

Bapak berusia 54 tahun satu ini, mengaku bernama Amprung. Pekerjaan sehari-harinya mencari rumput segar untuk makan ternak kambing, milik sahabatnya. Ia ditemui Tim SEJADAH BABE, cuma bermodalkan arit dan sepeda ontel, kemudian berkisah soal penghasilan tidak tetapnya.

“Kerjaan mah cuma cari rumput. Buat makan ternak kambing. Saya tidak diupah, tapi dapat bagi hasil anak kambing, jika sudah beranak. Kalau lahir anak kambing 4, saya kebagian 2 ekor. Setelah itu, ya saya jual. Itupun harus nunggu selama 6 bulan sekali,” katanya saat ditemui Tim SEJADAH BABE, Jumat (8/10/2021) pagi.

Berbeda lagi dengan Sukayat (60 tahun), pendatang asal Sumedang. Ia di Babelan dagang kue Rangi. Seharian bisa dapat hasil antara Rp 50 ribu sampai Rp 100 ribu. Ia juga mengaku ada 6 temannya yang seharinya berjualan kue Rangi. Mereka di antaranya ada Tata, Adi, Husen, Edi, Nana dan Karli.

Ini cerita Sumiati (37 tahun), pedagang asinan di pinggir Jalan Raya Perjuangan, Kebalen, Bekasi. Ia dagang karena kepengen bantu-bantu suami dan agar anak-anak bisa lancar dan tetap sekolah. Semua itu butuh tambahan biaya. “Dagang kayak gini kan, ya sehari lumayan kalau lagi ada rejeki, bisa dapat untung Rp 50 ribuan dan kadang lebih,” ungkapnya, terus terang.

Sedangkan Rahmat (63 tahun), pemulung yang ditemui di sekitar TPU BOS Kebalen, mengaku sudah 2 tahun belakangan menjalani kerjaan tersebut. Seharinya bisa dapat Rp 30 ribu sampai Rp 50 ribu. “Saya nggak mau ngandelin dari bantuan anak-anak, apalagi mereka semua sudah pada kawin,” ceritanya, terus terang.

Sementara itu SEJADAH BABE bersama DAPUR MAMA YUSUF, Kamis (7/10/2021) malam Jumat malam kemarin, juga menyiapkan snack (pisang bakar) sebanyak 45 boks untuk kegiatan pengajian anak-anak dan remaja yang diasuh guru Ustadz Rojali di Masjid Jami Al-Ikhlas RW 025 VGH Kebalen, Babelan, Bekasi.

Program kedepan SEJADAH BABE, seperti dikatakan Fauzan Gandung Pujo (Wakil Ketua SEJADAH BABE) mulai memplanning untuk berbagi ke masjid-masjid di wilayah Babelan, Bekasi. Teknisnya, lanjut dia, bakal diantar jelang pelaksanaan sholat Jum’at ke pengurus masjid yang disasar, sehingga nantinya bisa untuk makan siang bersama bagi para jamaah seusai sholat. ■ RED/AGUS SANTOSA

Related posts

Kajian dalam Program Hikmah di Masjid Istiqlal Jakarta, BAHAS SOAL ‘Keutamaan Silaturahim’

Goresan Imam Besar di Masjid Istiqlal, IDHUL FITRI = Reinkarnasi Spiritual

Idhul Fitri 1445 H, PEMINTA & PEMBERI MAAF dalam Konteks Jatidiri Kemanusiaan