DI PEKAN KE-28, PROGRAM BERBAGI JUMAT BERKAH ‘SEJADAH BABE’ KETEMU KORBAN PHK AKIBAT SEJAK ADA PANDEMI COVID-19

BEKASI (POSBERITAKOTA) – Tak terasa begitu memasuki akhir bulan Pebruari 2022 ini, program Berbagi Jumat BerkahSEJADAH BABE‘ sudah memasuki pekan ke-28. Sungguh jauh dari apa yang dipikirkan sebelumnya, tapi bisa berjalan bagai air mengalir. Padahal hanya sebatas komunitas warga dan jamaah masjid yang memang ingin memantapkan niatnya untuk tujuan bersedekah.

Sesuai dengan akronim ‘SEJADAH BABE‘ itu sendiri, yakni Sedekah Jumat Berkah & Amal Jariyah – Babelan – Bekasi. Selain dengan niat syiar keagamaan, juga mengajak berbuat kebaikan sebatas kemampuan. Sebab, melalui program ini cuma berbagi nasi boks plus air mineral, juga mengambil momentum kesulitan warga Babelan, Bekasi, akibat hantaman masa pandemi COVID-19 yang belum usai.

Mereka yang disasar Tim ‘SEJADAH BABE‘, tentu dari berbagai latar belakang kehidupan. Namun, rata-rata ditemui secara spontanitas, karena saat menjalani program Berbagi Jumat Berkah, harus keliling secara acak di wilayah Babelan, Bekasi

Jika ada beberapa atau di antaranya dari mereka merupakan korban pemutusan hubungan kerja (PHK), itu juga disebabkan oleh masa pandemi COVID-19 yang berkepanjangan. Tak bisa dibayangkan, jika mulai awal Pebruari 2020 sampai akhir Pebruari 2022 ini, aktifitas masyarakat dibatasi. Dampaknya banyak PHK dan yang berusaha disektor informal pun dibuat kelimpungan karena penghasilan ngedrof alias turun drastis.
Bahkan demi kelangsungan hidup keluarganya, ada yang memilih jadi pemulung barang-barang bekas.

Sebut saja, Edi (34 tahun), korban PHK. Ia kini jadi pemulung. Pekerjaan itu sudah dijalani sejak setahun lalu. Dulu, bekerja di perusahaan swasta di Jakarta. Begitu di-PHK, menurutnya, harus cepat cari kerjaan lain. “Ternyata nggak gampang, sampai akhirnya saya terpaksa jadi pemulung dan sampai sekarang,” akunya, terus terang.

Nasib sama juga dialami Romli (37 tahun), sopir Odong-Odong. Jika sebelumnya ia bekerja di pabrik bergaji mendekati Rp 3 juta, sekarang jadi sopir Odong-Odong, cuma dapat lebihan Rp 100 ribu/hari. “Kalau dijumlah, tanpa ada libur, ya dapat segitu juga. Bisa mencapai angka Rp 3 juta,” papar, pria asli asal Babelan, Bekasi tersebut.

Sosok Pak Nisin (70 tahun) mengaku harus tetap semangat, terutama di dalam menekuni kesibukannya sebagai pedagang perabotan yang menjajakan dengan cara berkeliling dan menggunakan sepeda ontel. Ditanya soal penghasilan dan keuntungan, ia bilang tetap ada. “Asal cukup buat masak keluarga, ya patut saya syukuri,” jelasnya saat ditemui di Desa Kedung Pengawas, Babelan, Bekasi.

Begitu pula Pak Mukhsin (63 tahun), pedagang bambu yang harus berkeliling dari kampung ke kampung. “Sekarang kalau nggak jemput bola dengan mendatangi pembeli, ya susah dapat uangnya. Saya ngider keliling dari jam 8 pagi sampai jam 5 sore,” tuturnya.

Sedangkan yang sangat menarik perhatian, ketika ada pengakuan dari Pak Sofyan (60 tahun). Hanya dengan menjalani pekerjaan sebagai pemulung, ia bilang sekarang sudah bisa mengkuliahkan putri pertamanya. “Saya kerja begini, sudah 10 tahunan lebih,” ceritanya kepada POSBERITAKOTA, media parter dari program ‘SEJADAH BABE’.

Bang Hendri (37 tahun) adalah pedagang Cilok Endol dan Pak Tinggal (61 tahun) merupakan pedagang keliling, juga nyaris mengalami hal yang sama seperti lainnya. Masih menghadapi kesulitan dalam mencari penghasilan layak di saat-saat sekarang. Apalagi situasinya belum normal betul.

Ibu Misah (53 tahun) dan ibu Eni (54 tahun), buruh pemetik kangkung dan bayam. Setiap harinya cuma bisa bawa penghasilan antara Rp 50 sampai Rp 70 ribu. Keduanya melakukan pekerjaan itu demi mendapatkan tambahan penghasilan untuk keluarganya.

Ada pula sosok anak remaja bernama Mursilin (17 tahun). Kesehariannya keliling jadi Seniman Badut. Puluhan kilometer harus ditempuh untuk keliling di wilayah Babelan, Bekasi. “Ada dan bisa dapat penghasilan Rp 50 ribu saja setiap harinya, ya harus disyukuri. Makanya, saya senang bisa dapat nasi boks dari SEJADAH BABE,” tutur dia, terus terang dan apa adanya.

Nenek Kesah (56 tahun) untuk ke-5 kalinya ketemu Tim SEJADAH BABE di daerah Babelan, Bekasi. Ia kini hidup sebatang kara dan harus menekuni pekerjaan sebagai pemulung. “Kalau cuma diam di rumah saja, siapa yang mau kasih makan?” Begitu, ucapnya lirih.

Yono (39 tahun) bersama ke-4 rekannya, hampir setiap hari bergelut dengan sampah. Pekerjaan itu sudah ditekuni lebih dari 10 tahun. Bahkan sejak Perumahaan Villa Gading Harapan (VGH) Gerbang Barat dan Timur mulai berdiri. Mereka juga sudah jadi langganan yang disasar Tim SEJADAH BABE.

Pak Yanto (48 tahun) bersama ke-4 rekannya, ternyata cuma bekerja sebagai penjaga usaha tanaman hias. Sedangkan yang lainnya, harus keliling perumahan di wilayah Babelan, Bekasi untuk mendapatkan pembeli. Pada pekan ke-28 kembali ditemui Tim SEJADAH BABE.RED/AGUS SANTOSA

Related posts

KKN di Rumah Ibadah, UNIVERSITAS IBNU CHALDUN JAKARTA Bikin Seminar Tema ‘Manajemen Keuangan Masjid’

Goresan Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta, ‘RELASI TUHAN & HAMBA’

Program ‘Hikmah’ di Masjid Istiqlal Jakarta, SELAMAT BERTUGAS Para Pemimpin Negeri