BEKASI (POSBERITAKOTA) – Lahir atau munculnya sebuah organisasi (yayasan) di lingkungan, jelas tidak bisa lepas dari pimpinan lingkungan setempat atau kelembagaan RW (Rukun Warga). Artinya, tidak lantas berdiri sendiri, apalagi bila keberadaan yayasan sama-sama memiliki peran untuk membangun lingkungan. Jika organisasi tersebut berbadan hukum dan mengatur mekanisme kerja banyak pengurus, juga harus diatur oleh anggaran dasar dan anggaran dasar rumahtangga (AD/ART).
Sebab, di dalam mengatur mekanisme kerja jajaran ketua dan pengurus, tidak bisa dengan cara lisan. Job desk jajaran ketua dan pengurus akan diatur seperti yang termaktub dalam AD/ART itu sendiri. Organisasi (yayasan) karena mengelola dana masyarakat (publik), juga harus mengutamakan transparansi (azas keterbukaan). Jangan marah jika ditanya soal administrasi keuangan, karena memang di situ ada peran bendahara di dalam organisasi (yayasan) yang harus fungsional.
Pandangan tersebut di atas, disampaikan sejumlah tokoh di wilayah RW 025 Perumahan Villa Gading Harapan (VGH) Kebalen, Babelan, Bekasi, saat diminta mensikapi secara positif selama 3 tahun perjalanan organisasi atau Yayasan Al-Ikhlas. Termasuk bagaimana idealnya atau harmonisasi hubungan organisasi (yayasan) dengan Ketua RW atau RT-RT yang ada.
“Organisasi yang berbadan hukum, wajib memiliki AD/ART. Dari situ, baik jajaran ketua maupun yang setingkat atau pengurus, mekanisme kerja atau fungsionalnya harus mengacu atau berdasarkan job desk. Kan ya nggak mungkin, karena nggak ada AD/ART, terus kerjanya diatur cuma berdasarkan perintah lisan,” ucap Sunarno, praktisi pendidikan yang juga berkecimpung di Yayasan IKJ yang dikelola Pemda DKI Jakarta.
Dalam soal administrasi keuangan, menurut Sunarno, tidak boleh keuangan organisasi (yayasan) bercecer di mana-mana. “Kalau memang ada rekening atas nama yayasan, seharusnya dana terpakir di satu tempat. Begitu pun dalam hal pengeluaran dan pemasukan, harus jelas dan ketat. Juga harus sepengetahuan Ketua Pengurus Yayasan,” tuturnya.
Pada bagian lain, Sunarno menekankan jika organisasi (yayasan) berada di lingkungan, terhadap semua program harus melakukan koordinasi dengan lembaga RW setempat. “Sebab, yayasan meski membawahi rumah ibadah dan termasuk sebagai pelaksana pembangunan masjid misalnya, tetap harus melibatkan peran RW dan RT-RT,” paparnya, lagi.
Satu contoh, keberadaan rumah ibadah (masjid) secara defacto berada di lingkungan RW. Jadi, peranan Ketua RW atau Pimpinan Lingkungan setempat, ya minimal harus mendapat pemberitahuan dalam setiap kegiatan atau dilibatkan peran sertanya. Karena, kapasitas jabatan Ketua RW merupakan refresentasi dari warga. “Hal itu jika ingin clear. Karena, sekali lagi, keberadaan organisasi yang berbentuk yayasan di lingkungan, jangan dibikin seolah-olah berdiri sendiri,” tuturnya.
Sedangkan Mughiyat, tokoh masyarakat yang juga pernah menjabat sebagai Ketua RT di lingkungan RW 025, mengingatkan bahwa peran atau adanya Yayasan Al-Ikhlas, harus jelas visi dan misinya. Apa peran dan ingin berbuat apa untuk di lingkungan? Oleh karenannya, ia menilai bahwa keberadaan Yayasan, tidak boleh seolah-seolah sebagai pemilik mutlak rumah ibadah (masjid).
“Yayasan sebagai organisasi, justru perannya harus dimaksimalkan untuk hubungan eksternal (keluar). Sedangkan untuk pengelolaan atau operasional masjid, biar lembaga DKM saja. Karena, masyarakat memang sudah mengetahuinya secara jelas. Namun yang paling penting, baik Yayasan maupun DKM Al-Ikhlas bersikap lebih transparan, apalagi terkait erat dengan penggalian serta pengelolaan dana dari warga atau bahkan masuknya sumbangan dana dari luar,” ungkapnya.
Mughiyat juga mengingatkan agar baik DKM maupun Yayasan, melibatkan orang-orang dengan kapasitas SDM (Sumber Daya Manusia) yang bagus dan sesuai kebutuhan. Bahkan harus yang tidak terkontaminasi dengan permasalahan masa lalu. Kenapa? “Ya, agar jangan jadi preseden buruk, karena akan menjadi kendala bagi pengembangan dan kemajuan organisasi atau lembaga tersebut di masa mendatang,” harapnya.
Lain lagi apa yang dikatakan Mardiantoz, tokoh masyarakat yang sempat diajak diskusi oleh POSBERITAKOTA. Bagaimana idealnya, jika sudah ada yayasan di lingkungan serta bagaimana perannya? Maksudnya, jangan sampai terkesan ada organisasi dalam bentuk yayasan, tapi dalam mekanisme kerjanya justru tidak diatur oleh aturan sesuai fungsional atau apa tugas dan kewajiban ketua dan pengurus. Idealnya memang harus ada AD/ART, apalagi organisasi tersebut sudah berbadan hukum.
“Jika sebelumnya hanya lembaga DKM dan kini sudah ada organisasi Yayasan, seyogya dalam menentukan program pembangunan, ya tidak dengan cara konvensional. Harus dimulai dengan pembuatan RAB dan kemudian dibicarakan antarlembaga. Bahkan begitu program pembangunan selesai dikerjakan, ya harus dibuatkan detail laporan sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada lingkungan,” tutur praktisi hukum dan notaris tersebut.
Bagaimana terkait azas gotong royong? Menurut Mardiantoz, masih tetap bisa dilakukan, tapi faktualitasnya sudah berbeda kondisinya. Kenapa? Warga yang sudah disibukkan oleh pekerjaan atau super sibuk karena di usia produktif, bentuk gotong royong tentunya bisa saja tidak lagi dalam bentuk tenaga. Tapi membantu secara finansial untuk pembangunan.
Sementara itu Rohman yang kini duduk sebagai salah satu Ketua RT, mencontohkan momentum perayaan hari besar Idhul Adha. Saat penyembelihan hewan qurban, di situ jelas terlihat azas gotong royong. Hampir seluruh RT-RT bersama warganya terlibat dalam kegiatan tersebut. Termasuk melibatkan peran serta Ketua RW, Ketua Yayasan dan Ketua DKM yang ada. “Jadi, berbeda untuk program pembangunan masjid, karena saat ini tinggal pengembangan dan penyempurnaan, ya tidak harus dengan cara gotong rotong dalam bentuk tenaga,” sarannya.
Hal terpenting lain, menurut Rohman yang mengikuti perjalanan atau perkembangan organisasi atau Yayasan Al-Ikhlas selama tiga tahun belakangan, masih terkesan tertutup. “Yayasan sepertinya dikondisikan seolah-olah berdiri sendiri. Padahal, harmonisasi hubungan dengan lembaga RW dan RT-RT, itu juga sangat penting. Juga harus mengutamakan transparasi keuangan, karena warga melalui peran RT-RT dan RW memberikan kontribusi atau dukungan dana, seperti yang diterima oleh yayasan selama ini dalam setiap sebulan sekali,” pungkas Rohman, apa adanya. ■ RED/AGUS SANTOSA