JAKARTA (POSBERITAKOTA) □ Sosok Diego Luister Berel merupakan pria berdarah campuran Jawa (ayah) Nusa Tenggara Timur (Ibu), diam-diam memiliki kegemaran melukis dan mendengarkan musik tradisional Indonesia. Bahkan hal itu tidak lepas karena mewarisi bakat sang ayah. Ia sendiri mulaijatuh cinta pada seni lukis di saat masih duduk di bangku Sekolah Luar Biasa (SLB) di Jakarta Selatan.
Kendati memiliki gangguan perkembangan (Down Syndrome), Diego justru telah banyak mengikuti pameran lukisan di Jakarta dan kota-kota besar lainnya. Salah satu lukisannya “Under the Sea” dilelang oleh Sotheby’s Jakarta dan dikuratori oleh Christie’s di acara amal Peduli Anak Indonesia yang diselenggarakan oleh Kementerian Perdagangan pada tahun 2016. Sedangkan hasil lelang malah disumbangkan untuk membantu beberapa sekolah dasar (SD) di kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Sedangkan pada Maret 2022, ada 4 lukisannya yang diikutsertakan untuk kompetisi di Holy Art London, yaitu: “Bali Penjor”, “Twilight on the Clifts”, “Somewhere in Venice”, “The Wrath of Gods of Winds”, “Gunung Semeru Lava”. Namun diluar dugaan, ia berhasil meraih juara pertama dan berhak menggelar pameran tunggal di kota London. Diego juga akan menjadi pelukis Indonesia pertama yang memamerkan beberapa lukisannya dalam pameran offline dan virtual.
The Holy Art Gallery yang menjadi satu komunitas seniman serta independen kreatif dan beragam di London yang berlokasi di The Factory, 21-31 Shacklewell Ln, London E8 2DA. Galeri ini menawarkan peluang para seniman dan menyatukan para menikmat seni lukis di seluruh dunia melalui pertunjukan seni fisik dan virtual. Demikian informasi dihimpun dari wartawan senior, Eddy Rianto.
Kendal Industrial Park
Momen “Bali Penjor” diterjemahkan oleh Diego dengan kilasan warna-warni lembut Banjar (desa) di Bali dengan angin meniup spanduk bendera Bali atau Penjor Bali dari balik bukit. Ia seolah mempertimbangkan nilai paparan warna terang dan gelap dalam lukisannya, dengan tidak menampilkan warna biru langit yang menutupi seluruh area atas lukisannya.
Hal itulah yang dinilai para kurator Holy Art hingga berhak menjadi juara pertama dalam pameran virtual tersebut, selain itu pada lukisan “Balinese Penjor” melalui permainan warna yang soft merupakan ekspresi artistic dari pria berkebutuhan khusus berusia 22 tahun ini.
Sementara itu ada eberapa hasil lukisannya pun terbang ke Malaysia, Singapura, Inggris, Belanda, Amerika Serikat dan kota-kota lainnya di Indonesia. Begitu pula karya Diego baru-baru ini menggambarkan kehidupan manusia dan estetika yang penuh warna, adapun ciri khas semua lukisannya adalah permainan warna dengan menggunakan pisau palet klasik secara bersamaan di kedua belah tangannya saat ia melukis atau dengan menggunakan kuasnya.
Yang pasti, lukisannya banyak didominasi menggunakan cat acrylic, namun ketika ia mencoba menggunakan dengan oil paint di lukisannya yang berjudul “Rising Sun” banyak yang mengatakan salah satu anak berkebutuhan khusus adalah mampu berkaya indah tanpa diduga. Lukisan Diego “Rising Sun” yang mengintip di balik bukit adalah salah satunya.
Lagi, meski lukisannya masih tergolong ‘hijau’, karena ia terus mengeksplorasi dan mengeksplorasi keindahan seni rupa kontemporer dan seni rupa yang sebagian besar mengusung tema budaya, alam, lingkungan, sosial dan banyak lukisannya menyentuh hal-hal yang bersifat dianggap “out of the box“, diekspresikan melalui lukisannya. Selain melukis di atas kanvas, Diego juga mencoba melukis di beberapa media seperti T-shirt, Gitar Elektrik dan koper, tote bag, tumbler, bantal sofa, vas porselen seni, imajinasi seni pada bingkai kaca, tas pouch, piring kaca, ransel, sepatu sneaker, kap lampu dan lain-lain.
Dari apa yang sudah dihasilkan selama ini, Diego Luister Berel kini telah membuktikan kepada dunia bahwa disabilitas bukanlah alasan untuk meningkatkan kemampuannya, menentang segala rintangan. ■ RED/R. ALDIANSYAH/EDITOR : GOES