“Mulutmu – Jarimu – Harimaumu & Siap Menerkammu”

OLEH : RINALDI RAIS (RR)

CLING…! Dalam kejap mata sebelah, tetiba, pegiat sosial dikeroyok massa pendemo…hanya gegara (gara-gara/red) membalas tudingan negatif dengan kata-kata menantang. Tanpa menunggu lama terdengar sayup-sayup bak bik buk, barengan teriakan-teriakan histeria sampai akhirnya ‘makjleb‘ diselamatkan polisi.

Sebuah ilustrasi amok massa.
Konon alkisah amok massa itu dipicu celotehan-celotehan “korban pengeroyokan” di media sosial (Medsos) hingga tantangan ditengah massa, itupun hanya segelintir orang seputaran sang korban. Hal itu mengingatkan peribahasa lawas Mulutmu Harimaumu, dan berubah menjadi Jarimu Harimaumu bagi pegiat sosial.

Contoh berkelanjutan sebagai Ibroh alias pelajaran sewaktu sesumbar bahwa dirinya Tuhan Penguasa karena memiliki keduniawian melimpah ditengah kegeraman rakyatnya. Raja Fir’aun tewas tenggelam di zaman Nabi Musa AS, Raja Namrudz tewas kemasukan nyamuk, Presiden Hitler dengan Nazi-nya, Presiden Ferdinand Marcos hingga Uni Soviet, dll, dll, dll.

Di Indonesia, untungnya, jarang sekali dan bahkan kalau boleh disebut tidak ada. Yaaaah, sopan santun, toto kromo serta unggah-ungguh, masyarakat tiap suku, agama, ras & golongan, di Nusantara, sangat dan sangat menghormati para tetua dan menyayangi para muda-muda.
Jika pun ada, karena saking jarangnya, biasanya ada seseorang yang ‘mengompori’ demi ambisius pribadi atau kelompoknya.

Mulai ambisi menikmati kesenangan jiwa muda dengan minuman keras atawa Narkoba, juga terselip keinginan menonjol dimata majikan, hingga kerakusan menunjang menghalalkan segala cara tanpa menengok hati nurani & kehidupan fana.

Kembali ke judul semula. Pepatah petitih itu mengingatkan penulis RR kepada almarhum Idrus Hakimy Dt Rajo Panghulu dikenal dengan 600 Pepatah Minang. Mulutmu (kini ada Jarimu) Harimaumu akan Menerkammu, merupakan peringatan kehati-hatian dalam bersosialisasi memanfaatkan lidah atawa jari tangan di dunia maya alias Medsos.

Mamah Dedeh menerjemahkan saking berbahayanya Lidah maka dikurung oleh Gigi dan Bibir. Dan, kata Mamah Dedeh mengutip sejumlah ayat Al-Qur’an Karim, itulah hikmah beralasan mengapa Allah SWT menempatkan Lidah di antara Otak di atas serta Hati Nurani & Perut di bawahnya.
Otak dan Hati Nurani menjadi penyeimbang gerakan Lidah, sedangkan Perut sebagai penerima output (juga) outcame dari olahan Otak & Hati Nurani. Keseimbangan itulah yang menghasilkan budi daya dikenal sebagai budaya.

Indonesia, bagi Penulis RR, adalah Taman Surgawi seperti digambarkan dalam Al-Qur’an Karim. Dimana mengalir air-air sungai di antara taman bertumbuhnya bunga & pepohonan bermanfaat. Dan, anugerah Illahiyah inipula yang bisa dirusak oleh kerakusan Perut-Perut congkak yang selalu berkekurangan; Tanpa Keimanan hasil kerja keseimbangan Otak & Hati Nurani. Sadarilah itu Wahai Anak Bangsa. Wallahu’Alam Bisshowab. (***)

(PENULIS adalah Rinaldi Rais, pengamat bidang sosial – hukum & keagamaan, masih aktif sebagai wartawan dan kini tinggal di Depok, Jawa Barat)

Related posts

Fenomena Urban, WARUNG MADURA & Pembangunan Entrepreneurship di Indonesia

Dialami Prabowo di Pilpres 2019, ANIES RASYID BASWEDAN ‘Presiden’ yang Tertunda

Idhul Fitri 1445 H, PEMINTA & PEMBERI MAAF dalam Konteks Jatidiri Kemanusiaan