OLEH : SATRIA HADI LUBIS
KASUS Ustadz Abdul Shomad (UAS) yang dilarang masuk ke Singapura karena (salah satu alasannya) menyebut Non Muslim dengan istilah ‘Kafir’ mencuatkan kembali wacana istilah ‘Kafir‘.
Kata ‘Kafir‘ berasal dari kata dasar yang terdiri dari huruf ‘Kaf’, ‘fa‘ dan ‘ra‘. Arti dasarnya adalah ‘tertutup‘ atau ‘terhalang‘. Secara istilah, ‘Kafir‘ berarti ‘terhalang dari petunjuk Allah SWT. Orang ‘Kafir‘ adalah orang yang ingkar (tidak mengikuti) petunjuk Allah SWT, karena petunjuk tersebut terhalang darinya. ‘Kafir‘ adalah lawan dari kata ‘Iman‘ (percaya).
Apakah seorang Non Muslim adalah ‘Kafir? Jawabannya tegas…Iya! Jika menurut bahasa Al-Qur’an atau menurut pemahaman seorang Muslim yang benar.
Menurut Islam, semua Non Muslim adalah ‘Kafir‘. Allah SWT berfirman :
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni ahli Kitab (Kristen dan Yahudi) dan orang-orang yang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk” (Qs. 98 ayat 6).
Mengapa sebagian Non Muslim marah dan menolak disebut ‘Kafir‘ oleh orang Islam? Karena, mereka memakai terminologi sendiri yang berbeda dengan terminologi ajaran Islam.
Kalau orang Islam mengartikan ‘Kafir‘ sebagai orang yang bukan beragama Islam. Tetapi, orang Non Muslim (Kristen) mungkin mengartikan ‘Kafir‘ sesuai dengan Al Kitab, yakni orang yang tidak bertuhan dan jahat.
Inilah masalahnya. Sampai kapan pun tidak akan ketemu, jika terminologi kata dalam sebuah agama dipaksakan untuk dipahami dengan terminologi kata (istilah) dalam agama lain.
Semestinya Non Muslim tidak usah marah dikatakan ‘Kafir‘ oleh orang Islam, karena artinya “hanya” orang yang bukan beragama Islam (Non Muslim). Dan, dalam keyakinan Islam, orang ‘Kafir‘ pasti masuk Neraka. Istilah “seburuk-buruknya makhluk” dalam ayat di atas adalah kiasan, karena mereka ingkar kepada Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW. Mereka sudah diberikan akal namun tidak digunakan untuk mencari agama yang benar.
Jadi, demi menjaga kerukunan antar umat beragama, toleransi dan kebhinnekaan, kata ‘Kafir‘ jangan diartikan menurut agamanya jika digunakan oleh pemeluk agama lain. Biarlah Muslim menggunakan kata ‘Kafir‘ sesuai dengan terminologi agamanya yang ada di dalam Al-Qur’an. Yang Non Muslim tidak usah ikut campur dan tersinggung, apalagi marah.
Sebaliknya orang Islam, juga jangan menggunakan kata ‘Kafir‘ secara demonstratif di depan Non Muslim, karena sadar mereka mempunyai arti yang berbeda tentang kata ‘Kafir‘. Gunakan saja kata ‘Non Muslim‘ atau ‘yang beragama selain Islam’.
Namun jika di kalangan internal sesama Muslim, afdholnya memang menggunakan kata ‘Kafir‘ untuk menyebut Non Muslim. Sebab itu adalah bahasa Al-Qur’an. Kewajiban setiap Muslim untuk menjaga bahasa (istilah) Al-Qur’an.
Jangan takut dan minder memasyarakatkan bahasa Al-Qur’an di kalangan sesama Muslim. Seperti kata ‘Kafir‘, jangan “diperhalus” dengan istilah lain yang tidak berasal dari Al-Qur’an demi menyenangkan orang yang tidak menyukainya. Nanti bisa jadi kata ‘Kafir‘ yang ada pada ratusan ayat di dalam Al-Qur’an harus dihilangkan gara-gara benci dengan istilah ‘Kafir’. Sungguh ini suatu hal yang mustahil.
Maka wahai kaum Muslimin….! Takutlah kepada Allah SWT dengan cara mempertahankan bahasa atau istilah Al-Qur’an untuk selama-lamanya.
“Katakanlah : “Wahai orang-orang Kafir! Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah apa yang aku sembah. Bagimu agamamu, bagiku agamaku” (Qs. Al Kafirun ayat 1-6). (***)
(PENULIS : SATRIA HADI LUBIS adalah PENGAMAT BIDANG AGAMA ISLAM , tinggal di Jakarta)