JAKARTA (POSBERITAKOTA) □ Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian (KPKP) Provinsi DKI Jakarta saat ini telah menyiapkan delapan langkah untuk mengantisipasi penyebaran penyakit mulut dan kuku (PMK) pada hewan ternak berkuku belah. Untuk jenis hewan yang rentan terhadap penyebaran PMK adalah sapi, kerbau, kambing, domba dan babi.
Suharini Eliawati selaku Kepala Dinas KPKP DKI Jakarta, menegaskan bahwa langkah pertama adalah melaksanakan rapat koordinasi lintas sektoral untuk meningkatkan kewaspadaan dini dan mitigasi risiko PMK. Mulai dari Kementerian Pertanian, Kementerian Perhubungan, Polda Metro Jaya, OPD terkait, Perumda Dharma Jaya dan Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia Cabang DKI Jakarta.
Sedangkan langkah kedua, tambah Suharini, menerbitkan Surat Edaran Kepala Dinas KPKP tentang kewaspadaan Penyakit Mulut dan Kuku. Ketiga, yakni melaksanakan sosialisasi/komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) kepada peternak, stakeholder lainnya bahkan kepada jajaran Dinas KPKP.
Namu pada bagian keempat adalah menyusun standar operasional prosedur (SOP) pencegahan dan pengendalian PMK. Kelima menyusun tim pengawasan dan tim respon cepat.
Selanjutnya langkah keenam melaksanakan pengawasan pemasukan serta pemeriksaan kesehatan hewan di sentra-sentra ternak, dan rumah potong hewan dan langkah ketujuh publikasi informasi PMK melalui media sosial DKPKP dan media.
“Langkah terakhir yang kedelapan, petugas Dinas KPKP melakukan pengawasan dan pemeriksaan kesehatan hewan di lima wilayah kota setiap hari pada tempat penampungan dan pemotongan hewan,” ucap Suharini kepada wartawan di Jakarta, Selasa (24/5/2022).
Dalam pandangan Suharini bahwa PMK merupakan penyakit infeksi virus bersifat akut dan sangat menular pada hewan berkuku belah. Penyebaran virus ini dapat menimbulkan kerugian ekonomi yang besar akibat menurunnya produksi dan menjadi hambatan dalam perdagangan hewan serta sekaligus produknya.
“Untungnya, PMK tidak bersifat zoonosis (menular ke manusia), namun tingkat penularan pada hewan sangat tinggi mencapai 90-100 persen, dan tingkat kematian tinggi pada ternak muda/anakan,” tutup Suharini. ■ RED/GOES