Goresan Imam Besar Masjid Istiqlal, ‘ENTITAS Lorong Menuju Tuhan’

OLEH : PROF. DR. KH. NASARUDDIN UMAR, MA

LORONG-LORONG menuju Tuhan mempunyai nama jalan atau entitas. Di dalam Al-Qur’an diperkenalkan sejumlah entitas nama-nama jalan (journeying in the Qur’an) itu, antara lain : Sair, Safar, Siyah, Subul, Thuruq, Masya, Dzahab, Mishr, Firar, Rihl, Hijrah, Sa’y, Qasdh, Tanzil, Taraqqi dan Mi’raj. Akan tetapi, istilah yang sering digunakan para Salik adalah sebagai berikut.

Pertama, Sair berasal dari akar kata-kata Sara-Yasir-Sair. Berarti menaiki, memanjat, meloncat dan pergi. Kata Sair paling sering digunakan dalam Al-Qur’an, terulang tidak kurang dari 27 kali. Istilah ini banyaj digunakan di dalam menggambarkan perjalanan insan kamil yang biasa juga disebut madhhar al-Ijma, Nur Muhammad, Nufus al-Rahman, Jauhar dan istilah yang agak kurang pas ‘Aql al-Awwal.

Contoh penggunaannya di dalam Al-Quran misalnya : “Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada” (QS. al-Hajj/22: 4.

Kedua, safar, berasal dari bahasa Arab dari akar kata Safara-Yusafir- Safar, berarti bepergian, menyapu, menulis, kemudian membentuk kata Sifarah (perantaraan), Safir (duta besar), Musafir (pengembara) dan Safarah (perantaraan). Safar di dalam buku-buku Tasawuf sering diartikan perjalanan spiritual dan nonspiritual yang tujuannya lebih berorientasi kepada perjalanan sosial yang kurang makan.

Al-Qur’an memperkenalkan kata tersebut untuk mobilitas horizontal, misalnya dari satu tempat ke dunia lain seperti digunakan di dalam ayat : “Maka tatkala mereka berjalan lebih jauh, berkatalah Musa kepada muridnya, “Bawalah kemari makanan kita, sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini” (QS. al-Kahfi/18: 62).

Dalam ayat lain dikatakan : “Kalau yang kamu serukan kepada mereka itu keuntungan yang mudah diperoleh dan perjalanan yang tidak seberapa jauh, pastilah mereka mengikutimu, tetapi tempat yang dituju itu amat jauh terasa oleh mereka. Mereka akan bersumpah dengan (nama) Allah SWT, “Jikalau kami sanggup tentulah kami berangkat bersama”. Mereka membinasakan mereka sendiri dan Allah SWT mengetahui bahwa sesungguhnya mereka benar-benar orang-orang yang berdusta (QS. at-Taubah/9 : 42).

Ketiga, Suluk, berasal dari kata dengan kata Salaka-Yasluku-Suluk, berarti memasuki melalui jalan-jalan tertentu, mengurai dan memintal. Kata ini dalam dunia Tasawuf memiliki makna sebagai jalan-jalan khusus atau lorong-lorong rahasia menuju Tuhan. Orang-orang yang akan melewati jalan ini disarankan memiliki pembimbing atau Mursyid agar jika ada kerancuan pikiran dan suasana bathin maka sang Mursyid bisa menengahinya.

Keempat, Siyah, seakara kata dengan kata Sahah yang secara harfiah berarti pekarangan, halaman, medan, lapangan atau arena pertunjukkan. “Maka berjalanlah kamu di muka bumi selama empat bulan dan ketauhilah bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat melemahkan Allah SWT dan sesungguhnya Allah SWT menghinakan orang-orang kafir (QS.at-Taubah/9 : 2).

Kelima, Subul, dari akar kata Sabala-Yasbulu berarti melepaskan, menurunkan, menuangkan. Kata ini seakar kata dengan Sabil berarti jalan umum yang banyak dilewati masyarakat.

Al-Qur’an sering juga menggunakan derivasi sabal untuk perjalanan spiritual, seperti dikatakan dalam ayat: Katakanlah, “Inilah jalan (agama)-ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah SWT dengan hujah dan nyata, Mahasuci Allah dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik (QS. Yusuf/12 : 108).

Keenam, Thuruq, berasal dari akar kata Tharaqa-Yathruqu berarti melalui, mendatangi di waktu malam, seakar kata dengan Thariqah yang dalam bahasa Indonesia berarti Tarekat, yaitu sebuah perkumpulan secara spiritual mempunyai struktur dengan sistemnya masing-masing. (***)

Related posts

Kajian dalam Program Hikmah di Masjid Istiqlal Jakarta, BAHAS SOAL ‘Keutamaan Silaturahim’

Goresan Imam Besar di Masjid Istiqlal, IDHUL FITRI = Reinkarnasi Spiritual

Idhul Fitri 1445 H, PEMINTA & PEMBERI MAAF dalam Konteks Jatidiri Kemanusiaan