JAKARTA (POSBERITAKOTA) □ Gedung Pewayangan Kautaman yang berada di sekitar Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta Timur, boleh jadi sebagai saksi bagi para seniman teater wayang Indonesia di WO Ngesti Pandowo asal Kota Semarang (Jawa Tengah) bahwa mereka ternyata masih bisa unjuk semangat dan optimisme. Tentu saja agar kesenian tradisional yang adiluhung tersebut, masih bisa terus lestari lewat pementasan – pementasan ditengah kehidupan masyarakat.
Setidaknya, sepanjang hampir dua jam lamanya ikut menyaksikan pementasan Teater Wayang Indonesia (TWI) dari WO Ngesti Pandowo yang mengusung lakon ‘Kresna Duta‘, Minggu (26/6/2022) sejak sore hingga masuk petang kemarin, alam bawah sadar pikiran POSBERITAKOTA seakan hanyut terbawa oleh nama besar group seni budaya tradisional dimasa lampu hingga sebelum ada hantaman badai pandemi COVID-19 sejak awal 2020 tersebut.
Jelas, tidak bisa dipungkiri bahwa seni wayang memiliki pesona dan nilai yang tetap aktual. Namun perlu memadankan agar wayang dapat memainkan peranannya di masa kini. Oleh karenanya perlu dipikirkan, bagaimana agar kesenian wayang tetap ditonton?
Lantaran itu pula yang antara lain menjadi motif Panitia Tetap Teater Wayang Indonesia (Pantap TWI) – Sekretariat Nasional Pewayangan Indonesia (SENA WANGI) mementaskan sejumlah grup wayang orang (WO) legendaris.
“Memang, wayang bukan sekadar seni pertunjukan semata. Sebab, wayang riil merupakan ekspresi nilai-nilai masyarakat. Membentuk identitas budaya bangsa. Memberi banyak ajaran, tuntunan serta tatanan nilai kultural. Baik melalui representasi jalan cerita maupun citra para tokohnya,” ucap Penanggungjawab Program Pantap TWI, Im Rini Hariyani SS M.Hum ketika hadir menyaksikan pementasan WO Ngesti Pandowo.
WO Ngesti Pandowo yang menampilkan lakon ‘Kresna Duta’ didukung para aktor dan aktris panggung antara lain : Sunarno (Prabu Mastwapati), Joko Suratno (Prabu Drupada), Wiradyo (Prabu Salya), A. Sri Paminto Widi Legawa (Prabu Kresna), M. Harrel Al-Zafar (Adipati Karna), Haryadi Dwi Prasetyo, S.Sn (Prabu Duryudana), Albela Mayarani Puspita SE.(Dewi Kunti) serta puluhan pemain lainnya.
Pementasan Teater Wayang Indonesia (TWI) tersebut disutradarai Wiradyo dan Sunarno. Penulis Naskah Wiradyo dan Paminto. Penata Artistik dan Penata Cahaya, Budi Lee. Penata Panggung, Supardi, Penata Iringan, Sugiyanto Gitunk, Penata Tari, Ayok Pertiwi Eko Pertiwi S.Sn dan Paminto, Tata Rias dan Busana, Dewi, Wulansari S.Pd dan Albela Mayarani Puspita.
Dikatakan Sunarno selaku sutradara bahwa pergelaran ‘Kresna Duta’ merupakan spirit penggambaran sosok ‘Pamomong’ berjiwa kesatria. Memiliki tanggungjawab sebagai pemimpin. Berjuang menyelesaikan berbagai permasalahan dengan bijak plus berjiwa tulus.
“Jadi, semua itu bisa menjadi sebuah penggambaran situasi dan kondisi kepemimpinan saat ini. Aktualitasnya adalah perlu sosok Pamomong yang benar-benar bisa mengkondisikan kehidupan dalam berbangsa dan bernegara dengan bijak. Sehingga tercipta suasana kondusif, damai dan sejahtera,” papar Sunarno.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Bidang Humas SENA WANGI, Eny Sulistyowati SPd SE MM menuturkan bahwa tampilnya WO Ngesti Pandowo merupakan pergelaran perdana, dari rencana empat grup wayang orang yang akan tampil di Gedung Pewayangan Kautaman, Jakarta.
Sedangkan grup yang akan tampil berikutnya, tambah Sunarno, adalah Rasa Rupa Wayang (dari berbagai macam genre dan jenis wayang), Wayang Orang Anak (Mangkunegaran – Surakarta) dan Wayang Topeng (Jawa Timur).
“Untuk keempat grup kesenian wayang tersebut akan mengisi kalender acara Pantap TWI hingga penghujung tahun 2022 nanti,” jelas Eny Sulistyowati yang juga bertindak sebagai salah satu produser pada pergelaran tersebut di atas.
Masih menurut penjelasan Eny, sejumlah grup wayang orang ada yang mampu bertahan selama puluhan dan bahkan ratusan tahun ditengah berbagai tumbuh kembangnya seni budaya global.
Seperti WO Sriwedari berdiri tahun 1911, WO LPP RRI Surakarta berdiri tahun 1934. WO Ngesti Pandowo berdiri tahun 1937 serta WO Bharata berdiri tahun 1972. Grup kesenian tradisional tersebut faktanya masih mampu bertahan hingga sekarang.
Pertanyaan yang muncul kemudian, kenapa bisa bertahan? “Salah satu nilai yang menjadi pemersatu para penggiatnya adalah guyub-rukun dan persaudaraan,” ungkap Eny, serius.
Bahwa berkesenian itu memang erat kaitannya dengan etos; keyakinan, sikap, kepribadian, watak, karakter, dan kekuatan mental. “Memiliki kemampuan, cakap, terampil serta dapat diterima dan dipercaya. Ini kunci ketahanan,” imbuh Eny, lagi.
Sedangkan Ir Retno Irawati, juga Produser di pergelaran tersebut, ikut menyampaikan bahwa seni tradisional harus menyamakan irama ditengah perubahan yang disebabkan berbagai faktor obyektif.
Grup-grup kesenian yang ditampilkan di Teater Wayang Indonesia (TWI), dalam pandangannya, harus berorientasi pada karya berkualitas, agung dan adiluhung. Karena itu, proses dan selektifitas menjadi keharusan.
“Ini menjadi keharusan agar kesenian tradisi tetap dikenali generasi abad ini. Tampil di TWI bersifat pembinaan, pemanfaatan, perlindungan, sekaligus menjadi bagian dari proses mencerdaskan bangsa, dan meningkatkan kesejahteraan seniman,” kata Retno Irawati.
WO Ngesti Pandowo didirikan di Madiun oleh Sastro Sabdho pada tanggal 1 Juli 1937. Konsep pertunjukan pada awalnya memadukan unsur Wayang Orang Keraton (WO Pendhapa) dengan Teater Barat. Sedangkan kehadiran WO Ngesti Pandowo bagian dari upaya menanamkan rasa cinta pada seni tradisi. Memberi hiburan alternatif kepada masyarakat.
Sejak awal berdirinya WO Ngesti Pandowo tidak hanya digemari masyarakat Jawa, tetapi juga orang-orang Belanda dan keturunan Tionghoa. Sedangkan WO Ngesti Pandowo lokasi pentasnya di Gedung Kesenian Ki Narto Sabdho Kompleks Taman Budaya Raden Saleh, Kota Semarang, Jawa Tengah.
Lantas, bertindak sebagai Kurator pergelaran ini, Drs Suryandoro, Sumari S.Sn, MM Agus Prasetyo S.Sn dan Nanang Hape S.Sn serta Djoko Muljono SH selaku Ketua Pengurus Grup Wayang Orang Ngesti Pandowo.
Ringkasan cerita pentas lakon ‘Kresna Duta’ menceritakan tentang kekalahan Pandawa dalam permainan dadu melawan Kurawa. Hal ini membuat mereka kehilangan Negeri Indraprasta. Menjalani 12 tahun masa pembuangan dan dilanjutkan setahun penyamaran di kota besar.
Manakala Pandawa konsisten, justru sebaliknya Duryudana ingkar. Ia menolak mengembalikan Indraprasta. Prabu Drupada mewakili Pandawa untuk mengingatkan Duryudana tapi tidak berhasil. Dewi Kunti ikut mengingatkan, namun upaya tersebut juga gagal. ■ RED/AGUS SANTOSA