JAKARTA (POSBERITAKOTA) □ Tak bisa dipungkiri bahwa masalah seks kerapkali bisa menimbulkan kemelut terhadap kehidupan sosial. Bahkan mampu mendorong penyimpangan perilaku seseorang. Sedangkan dibawah pesonanya, seks mampu memaksa seseorang bertindak sembrono. Hal itu mendorong perilaku yang membahayakan hubungan sosial.
Begitulah fenomana yang terjadi dengan mencermati beberapa kasus pelecehan seksual yang terjadi di masyarakat. Malah beberapa diantaranya justru terjadi di sejumlah lembaga sosial dan pendidikan yang membuat akal sehat masyarakat miris.
Permasalah-permasalahan di atas ternyata menjadi perhatian Mind Technology Expert (Pakar Teknologi Pikiran), Coach Rheo. “Jujur, saya prihatin dengan apa yang terjadi saat ini,” tutur dia dalam keterangan tertulisnya kepada sejumlah di Jakarta, Kamis (14/07/2022).
Menurut dia lebih lanjut bahwa salah satu penyebab semakin tingginya berbagai kasus kekerasan seksual, karena semakin mudahnya pornografi diakses di cyberspace. “Orang dengan mudah mengakses ribuan situs porno yang sengaja ditawarkan dan disajikan kepada siapa saja dan di mana saja,” papar konseptor DOA-TRTO (Divine Oracular Assistance – Tension Releasing Technique Online) tersebut.
DOA-TRTO merupakan konsep seni terapi melepas beban emosi bagi orang yang mengalami PTSD (Post Traumatic Stress Disorder), gangguan stress pasca trauma.
Jika belajar dari negara Jepang, meski mereka salah satu negara produsen film porno terbesar di dunia. Tetapi, etika yang diajarkan berbeda. “Sehingga walau banyak terpaan pornografi di mana-mana, kejahatan seksual sangat jarang terjadi,” ulasnya.
Dalam pandangannya, jika etika serupa diterapkan di Indonesia, misalnya untuk menghormati lawan jenis, saling menghargai ruang pribadi – sesungguhnya akan lebih mudah untuk kita di Indonesia menyelesaikan persoalan ini. “Karena jumlah paparan kita jelas berbeda dengan negara yang membuka akses secara umum terharap pornografi,” tutur Coach Rheo.
Untuk di Indonesia, menurut dia lagi, malah dapat disebut darurat perilaku kekerasan seksual. “Kedengarannya memang menyeramkan. Tapi, itulah faktanya. Angka kasus kekerasan seksual yang terjadi pada perempuan dan anak di Indonesia masih tinggi dan malah terus meningkat,” ucap dia, lagi.
Namun begitu, jika dicermati data Komnas Perempuan menunjukkan pada tahun 2014, tercatat 4.475 kasus kekerasan seksual pada kaum Hawa. Tahun 2015 tercatat 6.499 kasus dan tahun 2016 telah terjadi 5.785 kasus.
Sedangkan data Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) Fakultas Hukum Universitas Indonesia – berdasarkan pemantauan pemberitaan media online selama periode Agustus– Oktober 2017, menyebutkan sedikitnya ada 367 pemberitaan mengenai kekerasan seksual. Sebanyak 275 di antaranya terjadi di Indonesia.
Jumlah pemerkosaan di negeri ini juga tinggi. Hasil survei Komnas Perempuan secara daring dari 25.213 responden, sekitar 6,5% atau 1.636 orang, mengatakan mereka pernah diperkosa. Ironisnya dari jumlah tersebut, 93% mereka tidak melaporkan kejahatan tersebut, karena takut akibatnya.
“Padahal para korban setidaknya mengalami dampak psikologis. Mengalami trauma mendalam, menahun. Selain itu stres yang dialami dapat menganggu fungsi dan perkembangan otak dan kejiwaan si korban,” ucap salah satu Pendiri Gadingkonseling @gadingkonseling Jakarta ini.
Kasus kekerasan seksual di Indonesia, ujar Coach Rheo, ibarat fenomena gunung es yang kini makin mengkhawatirkan. “Pengalaman saya di ruang sesi terapi selama 10 tahun lebih membantu mereka yang memiliki fenomena emotional hijack adalah karena trauma mendalam yang pernah mereka alami,” bebernya.
Salah satu klien Coach Rheo, mengaku saat remaja pernah diremas dadanya di toko buku, pusat perbelanjaan di Jakarta. “Saat kejadian itu, dia terdiam. Tidak berani teriak. Takut, malu. Ia membawa semua trauma itu seumur hidupnya,” kata profesional muda yang kerap dijuluki seorang Mind Technology Expert ini.
Klien lainnya, cerita Coach Rheo, mengaku pernah diberi minuman alkohol sampai mabuk kemudian disetubuhi. Perbuatan asusila itu direkam oleh pelaku dan mengancam akan disebarkan jika korban melapor. “Mungkin ini seperti kisah di film-film. Tapi mereka yang datang adalah memang orang-orang yang mengalami trauma mendalam atas kejadian yang dialami. Tidak berani melapor. Sebab pelakunya punya kuasa. Korban sangat takut,” beber Coach Rheo.
Sebaliknya, papar Coach Rheo, para predator pelaku pelecehan seksual senang dan bangga merasa ‘powerful’ merasa ‘berdaya’ dan mampu ketika berhasil melakukan aksinya. Seringkali juga pelecehan seksual ini muncul karena trauma masa lalu pelaku.
Banyak kasus pelaku yang memiliki hasrat seksual berlebih pada wanita, muncul karena mereka (para predator) pernah mengalami bully di masa kecil. Mereka selalu bergerak dari keharusan otomatis bawah-sadar untuk melakukan pembuktian.
“Mewujudkan hasrat untuk merasa mampu menjajah tubuh, pikiran dan jiwa korban, membuatnya tunduk atas perintah dan prilakunya. Ini yang membuat mereka mengalami “orgasme” mental yang mengisi relung-relung luka masa lalu mereka,” tutur dia.
Hal ini antara lain, tambah Coach Rheo, kenapa pelaku pelecehan seksual tidak pandang bulu? Dan, kejadiannya tidak hanya di institusi sosial dan pendidikan saja. “Tentu kita kerap juga mendengar peristiwa pelecehan seksual terjadi di tempat umum, angkutan umum, KRL, bus kota, ojek online dan ruang publik lainnya,” ujarnya.
Banyak dari pelaku pelecehan seksual tahu kalau perbuatannya salah. Namun, kata Coach Rheo, beban emosi memang berbeda. Coach Rheo menganalogikan seperti ketika orang kecanduan merokok akut.
“Sulit dihentikan meski mereka tahu rokok berbahaya, menyebabkan kanker, dan penyakit lainnya. Tapi bagian otak amygdala (pusat kontrol emosi) mengambil alih semua kapasitas neo-cortex manusia berpikir logis,” jelas Pendiri Yayasan Konseling Harapan Indonesia (YAKHIN) ini.
Terhadap perempuan yang mengalami kekerasan seksual, Coach Rheo menghimbau, jangan takut melaporkan, ataupun meminta bantuan. Saat ini banyak lembaga dan komunitas yang membantu terkait kekerasan seksual. Termasuk Gading Counseling & Empowerment Center yang didirikannya.
Saat ini teknologi dunia pikiran dan kejiwaan, terang Coach Rheo, sudah berkembang. Trauma puluhan tahun akibat beban emosi mendalam, bisa dituntaskan dalam satu atau dua kali pertemuan. Para korban pelecehan seksual, maupun pemerkosaan yang pernah datang kepadanya memilih membuang beban emosi mereka untuk kembali bahagia.
Berdasarkan pengalaman menangani klien, mereka mengaku bisa kembali ceria dan merasa bahagia. Terbukti sampai bertahun setelahnya, mereka tetap baik-baik saja.
“Tanpa merasa ketakutan yang dulu mereka alami selama puluhan tahun, merasa jijik, merasa rendah, dan takut bersosialisasi. Semua mereka konfirmasi hilang sempurna dari diri mereka,” tutur Coach Rheo, tentang kliennya.
Coach Rheo saat ini membuat kelas baru bertajuk the Art of Living. Sebuah seni untuk menjalani kehidupan yang penuh makna.
Ia juga baru saja menyelesaikan seminar ‘Kembalikan Bahagiamu’, yang membahas secara lengkap bagaimana membuang timbunan trauma masa lalu. Coach Rheo juga menjadi salah satu keybote speaker di acara ‘Mega Seminar ‘Harta, Tahta, Wanita’.
Podcast terakhir, ia membantu memulihkan trauma kehilangan pasangan tercinta, yang dialami oleh pengusaha Dhoni Ramadhan. Coach Rheo berhasil membuat kembali pemilik Rumah Produksi Putaar Film ini tersenyum lega dalam satu pertemuan saja. ■ RED/AGUS SANTOSA