JAKARTA (POSBERITAKOTA) □ Sehebat dan setinggi apapun jabatan maupun kedudukan dalam satu profesi atau pekerjaan, jika proses untuk mendapatkannya terlalu banyak lewat cara-cara nakal serta jahat, niscaya ‘kejatuhan‘ bakal dialami tepat waktu karena Tuhan benar-benar menghendaki.
Pemecatan secara tidak hormat terhadap sosok Ferdy Sambo, bisa jadi bukti serta contoh kongkrit dan sekaligus ‘pembelajaran‘ bagi polisi nakal dan jahat tersebut. Mantan Kadiv Propram Polri yang juga berpangkat Irjen tersebut, tamat sudah karirnya dihadapan Komisi Kode Etik Polri (KKEP).
Ferdy Sambo diberi sanksi tegas dengan pemecatan tidak dengan hormat (PTDH) dalam sidang etik kepolisian terkait kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
“Pemberhentian tidak dengan hormat (Ferdy Sambo) sebagai anggota Polri” kata Kepala Badan Intelijen dan Keamanan (Kabaintelkam), Komjen Pol Ahmad Dofiri selaku pimpinan sidang, Jumat (26/8/2022) kemarin.
Disebutkan dengan jelas, Ferdy Sambo dinilai terbukti melakukan sejumlah pelanggaran kode etik terkait kasus pembunuhan Brigadir J. Ferdy Sambo juga dianggap merekayasa hingga menghalangi penyidikan kasus tersebut.
Bahkan dalam sidang tersebut, terdapat 15 saksi yang dihadirkan. Mereka yang telah diperiksa di antaranya tiga tersangka pembunuhan berencana terhadap Brigadir J, yakni Bharada Richard Eliezer (E), Bripka Ricky Rizal (RR), dan asisten rumah tangga, Kuat Maruf (KM).
Bukan hanya mereka yang juga sudah ikut menjadi tersangka. Selain itu, ada juga Brigjen Hendra Kurniawan, Brigjen Benny Ali, AKBP Arif Rahman, Kombes Agus Nurpatria dan Kombes Susanto, AKBP Ridwan Soplanit dan AKBP Arif Rahman. Kemudian AKBP Arif Cahya, Kompol Chuk Putranto, AKP Rifaizal Samual, Brigjen Hari Nugroho dan Kombes Murbani Budi Pitono.
Namun yang bertindak sebagai majelis sidang KKEP yakni Kabaintelkam Komjen Ahmad Dofiri selaku ketua, Irwasum Komjen Agung Budi Maryoto, Kadiv Propam Polri Irjen Syahardiantono, Analis Kebijakan Utama bidang Sabhara Baharkam Polri Irjen Rudolf Alberth Rodja serta Gubernur PTIK Irjen Yazid Fanani sebagai anggota.
Sedangkan Ferdy Sambo sebelumnya telah mengajukan surat pengunduran diri kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Namun, surat itu tak diproses lantaran Ferdy Sambo harus menjalani sidang etik.
Sudah diperkuat bukti-bukti kalau Ferdy Sambo terlibat dalam kasus pembunuhan berencana terhadap anak buahnya sendiri yakni Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J pada 8 Juli lalu. Brigadir J ditembak di rumah dinas Ferdy Sambo. Dalam kasus ini, total ada lima orang yang ditetapkan sebagai tersangka antara lain Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bharada E, Bripka RR dan Kuat Maruf.
Namun begitu, Ferdy Sambo juga sempat membuat skenario palsu ihwal penyebab kematian Brigadir J di rumah dinasnya. Narasi palsu itu pun sempat diumumkan kepada publik oleh sejumlah pejabat kepolisian pada 11 Juli.
Pada awalnya, Polri merilis kepada awak media bahwa Brigadir J tewas akibat baku tembak dengan Bharada E. Menurut Polri kala itu, baku tembak terjadi usai Brigadir J melakukan pelecehan seksual terhadap istri Ferdy Sambo, yakni Putri Candrawathi.
Untungnya, kejanggalan tercium oleh keluarga Brigadir J yang menemukan luka lain yang bukan bekas luka tembak di tubuh jenazah. Keluarga lalu meminta autopsi ulang. Publik turut menyorot kejanggalan tersebut.
Sampai akhirnya, Polri membentuk tim khusus untuk mengusut kematian Brigadir J. Seiring berjalannya waktu, skenario palsu Ferdy Sambo terungkap. Brigadir J tidak tewas akibat baku tembak. Justru, Ferdy Sambo yang memerintahkan Bharada E menembak Brigadir J. Selain itu, Ferdy Sambo juga menghilangkan sejumlah barang bukti untuk menghilangkan jejak penyebab kematian Brigadir J. □ RED/THONIE AG /TB DEVI/ EDITOR : GOES