JAKARTA (POSBERITAKOTA) □ Kegiatan menulis itu ternyata menjadi bagian penting dari kehidupan Akhmad Sekhu. Karenanya, tak heran jika ia kemudian dikenal sebagai sastrawan plus wartawan. Apalagi kepiawaiannya dalam menulis, diam-diam sudah dirintis sejak masih duduk Kelas 4 SD Negeri 03 Desa Jatibogor, Suradadi, Tegal. Tepatnya, sudah sekitar 30 tahun lebih dilakoni.
Sepanjang perjalanannya, Akhmad Sekhu tercatat banyak melahirkan karya tulisan. Mulai dari berupa puisi, cerpen, novel, esai sastra-budaya, resensi buku, artikel arsitektur-kota, kupasan film serta telaah tentang televisi di berbagai media massa.
“Sedangkan khusus menulis puisi itu, sudah menjadi bagian dari hidup saya,” ucap Akhmad Sekhu dalam obrolan santai dengan POSBERITAKOTA, Selasa (4/10/2022) di Jakarta.
Masih kata pria kelahiran Tegal, 27 Mei 1971 tersebut bahwa puisi adalah ungkapan dari pikiran, perasaan dan imajinasi seseorang. “Puisi, bagi saya, bukan hanya sebuah karya sastra dari ungkapan dan perasaan pribadi saya. Tapi lebih dari itu, yakni sudah mendarah daging,” ungkapnya, terus terang.
Dalam pandangan Sekhu, jika bicara puisi sama halnya bicara tentang kehidupannya. “Karena, sepanjang hidup saya yang sekarang sudah setengah abad lebih, selalu dipenuhi puisi,” tutur Pemenang Favorit Sayembara Mengarang Puisi Teroka-Indonesiana ‘100 Tahun Chairil Anwar’ di (2022) yang baru lalu lalu.
Bahkan karya puisi itu, menurut Sekhu, tak hanya karya ekspresi semata-mata, tapi juga dapat menyampaikan pesan kemanusiaan. “Sebagaimana judul buku puisi karya saya, Memo Kemanusiaan,” tegas dia, menambahkan.
Sedangkan karya ‘Memo Kemanusiaan’ adalah buku puisinya yang ketiga. Rencana bakal diterbitkan penerbit Balai Pustaka. “Penerbit yang sangat bersejarah di Indonesia, karena berdiri sejak tahun 1917. Artinya sudah satu abad lebih keberadaannya,” terang pria kalem yang diam-diam akrab dengan kalangan artis dan selebritis.
Sebelum itu ternyata Akhmad Sekhu juga menulis buku ‘Penyeberangan ke Masa Depan’ tahun 1997 diberi kata pengantar: Piek Ardijanto Suprijadi. Kemudian ‘Cakrawala Menjelang’ terbit tahun 2000 dengan kata pengantar DR. Faruk HT, Prof. DR. Suminto A. Sayuti, Prof. DR. Rachmat Djoko Pradopo dan mendapat sambutan khusus dari Sri Sultan Hamengku Buwono X.
“Karena puisi, saya bisa bertemu langsung dengan Sri Sultan Hamengku Buwono X. Bahkan secara khusus mengundang saya untuk bicara empat mata. Sebuah kehormatan bagi saya mendapat sambutan khusus dari beliau,” ungkapnya, mantap.
Jejak proses kreatif Akhmad Sekhu dalam menulis puisi bisa dikatakan mewarnai masa-masa indah di sekolah, mulai dari SD Negeri 03 Desa Jatibogor, Suradadi, Tegal. Kemudian, SMPN 2 Kramat dan SMA Panca Sakti Tegal. “Masa-masa sekolah itu kawah candradimuka, pengemblengan dan pencarian jati diri. Sungguh saya bersyukur bisa menyalurkan bakat dan kemampuan dengan puisi,” ucap dia seraya bersyukur.
Lulus SMA, Akhmad Sekhu melanjutkan kuliah di LPK Prisma Asri Yogyakarta. Kemudian berlanjut kuliah di Universitas Widya Mataram Yogyakarta. Dari sini ia semakin semangat mengirim puisi ke berbagai media massa, baik daerah maupun pusat.
“Alhamdulillah, puisi saya berjudul Gelombang Ramadhan memenangkan Lomba Cipta Puisi Perguruan Tinggi se-Yogyakarta (1999). Dari situ, saya dapat berkah berupa beasiswa dari kampus tempat saya kuliah,” tuturnya.
Buku puisi ‘Memo Kemanusiaan’ mendapat sambutan dari berbagai kalangan. Sambutan itu datang dari wartawan dan budayawan Bens Leo (alm), artis Cinta Laura Kiehl dan artis senior Titiek Puspa.
“Perihal Memo Kemanusiaan karya Bro Akhmad Sekhu. Salah satu karakter kuat buku karya jurnalis, apa saja bentuknya. Biografi orang lain, biografi personal, esai, atau kumpulan puisi, atau novel sekalipun, selalu terlihat ada jejak jurnalisme. Juga karya Bro Akhmad Sekhu, jurnalis yang aktif menulis buku,” tulis Bens Leo (alm).
“Membaca puisi Memo Kemanusiaan, aku jadi mengerti lebih dalam mengenai dunia seni. Tidak melulu hingar bingar musik, lagu dan tari tarian yang indah. Tetapi ada juga puisi yang isinya sangat bermakna dan langsung menusuk dada. Sungguh indah puisi-puisi di buku ini, juga penuh arti dan sangat mendidik,” tulis Cinta Laura Kiehl.
Artis senior Titiek Puspa mengapresiasi dan menyambut baik, penerbitan buku ‘Memo Kemanusiaan‘. Menurutnya banyak tema di dalamnya. Mulai tema Pandemi COVID-19 mengenai tenaga kesehatan sang pejuang kemanusiaan, hikmah dari pandemi, sampai puisi menyinggung korupsi ditengah Bansos pandemi COVID-19 yang memilukan.
“Teruslah semangat berkarya! Tetaplah menulis puisi penuh dengan kejujuran dan ketulusan. Bangunlah kesadaran, ingatkan manusia yang lupa pada kemanusiaannya,” tulis Titiek Puspa.
Akhmad Sekhu menyampaikan buku puisi ‘Memo Kemanusiaan’ ini menyiratkan sikap universal untuk memperlakukan manusia sesuai dengan hakikat manusia yang bersifat manusiawi.
“Puisi-puisi yang terkandung nilai-nilai kemanusiaan (human values) terdiri dari kebenaran, kebajikan, kedamaian, kasih sayang dan tanpa kekerasan, yang merupakan nilai-nilai yang sangat relevan dari zaman dulu sampai sekarang,” pungkas Akhmad Sekhu.
Buku kumpulan puisi ‘Memo Kemanusiaan’ memuat sekitar 101 puisi beragam tema. Mulai dari puisi Pandemi COVID-19, kecintaan pada negeri, sosok-sosok orang yang menginspirasi, kawah candramuka awal proses kreatif kepenulisan, gelombang urban, fantasia sinema, puisi-puisi religius, puisi-puisi hujan, puisi-puisi pengantin melati, romantika keluarga, puisi-puisi ibu dan puisi-puisi yang dipersembahkan untuk kampung halaman. ■ RED/R. ALDIANSYAH/ EDITOR : GOES