JAKARTA (POSBERITAKOTA) □ Dalam Kajian Dzuhur Pilihan yang rutin diadakan di Masjid Istiqlal Jakarta, KH. Ahmad Busyairi LC MA selaku pembicara menyebut tentang wajibnya seseorang atau umat Islam mengenal jatidiri Rasulullah/Baginda Nabi Muhammad SAW. Apalagi saat ini umat Islam tengah merayakan hari kelahiran manusia mulia ‘kekasih‘ Allah SWT, lewat peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW 1444 H dimana-mana.
Menurut KH. Ahmad Busyairi bahwa dari Ibni Abdillah radhiyalahu ta’ala anhuma diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dalam Shahih Beliau Baginda Nabi sallallahu alaihi wasallam pernah berdoa kepada Allah SWT di hari Senin dan doa itu belum langsung dijawab oleh Allah SWT.
Kemudian, lanjut dia, Baginda Nabi kembali berdoa di hari Selasa dan juga belum mendapat jawaban. Kemudian, Rasulullah berdoa kembali di hari Rabu antara waktu Dzhuhur dan ‘Ashar. Dan, saat itulah doa Beliau diijabah oleh Allah SWT.
Maka, Sayyidina Jabir bin Abdillah radhiallahu anhu mengatakan; “Tidakkah aku memiliki satu hajat satu permintaan kepada Allah SWT, kemudian aku minta di antara waktu sholat Dzuhur dan ‘Ashar di hari Rabu, melainkan doaku selalu diijabah oleh Allah SWT“.
Dipaparkan KH. Ahmad Busyairi, ada beberapa point ditulis oleh ulama sebagai alasan wajibnya mengetahui dan mengenal lebih dekat kepribadian Baginda Nabi. Ada hal yang berhubungan dengan hukum, ada pula yang berhubungan dengan keimanan serta termasuk akhlak dan kemuliaan.
“Adapun yang berhubungan dengan hukum bahwa sosok Baginda Nabi Muhammad SAW lekat dengan syariat, sebagai refresentasi ketentuan hukum yang Allah SWT tentukan untuk umat manusia. Tindakan, ucapan, ketetapan maupun sifat yang melekat pada Baginda Nabi tidak bisa dilepaskan dari posisi Beliau sebagai seorang Musyari. Penentu dan penjelas hukum serta pemapar tentang syariat yang disampaikan oleh Allah SWT,” urainya.
Kemudian, dijabarkan oleh KH. Ahmad Busyairi, sisi yang pertama adalah sosok Baginda Nabi/Rasulullah SAW sebagai seorang Musyari. Namun ternyata ada hukum dan kedudukan khusus yang kalau kita tidak mengetahuinya, maka akan terjebak kepada kesalahan di dalam mengimplementasikan hukum.
“Ulama mencontohkan kisah yang disampaikan dalam riwayat Sayyidina Anas ibn Malik raddhiallahu anhu. Ketika Nabi melarang para sahabat untuk melakukan puasa Wishal, yakni puasa yang bersambung tanpa diselingi dengan berbuka puasa,” katanya.
Kembali diutarakannya bahwa dari sejak Sahur dihari itu kemudian masuk waktu Maghrib, Beliau tidak Berbuka dan lanjut puasa hari kedua, juga tanpa Berbuka pada hari ketiga. Apa yang Nabi lakukan dicontoh para Sahabat, mereka melakukan puasa Wishal. Meski mereka akhirnya bertumbangan. Makanya, kita perlu belajar sifat-sifat khusus Nabi SAW, agar tidak terjebak kepada kesalahan persepsi tentang hukum hadits. Dalam muatan hadits disebutkan yang artinya : “Aku bukanlah seperti kalian, karena aku diberikan makanan dan minuman oleh Allah” (HR. Bukhari dan Muslim).
Sedangkan yang kedua, diceritakan KH. Ahmad Busyairi, riwayat giga Sahabat yang datang menjumpai istri-istri Baginda Nabi. Karena ingin mencari tahu tentang bentuk ibadah yang dilakukan di rumah. Penyebab lain, karena para Sahabat berinteraksi dengan Baginda Nabi sangat terbatas diluar rumah. Dari situlah, baru diketahui kalau ibadah Baginda Nabi, tidaklah sedikit. Sebab, Beliau (Baginda Nabi) telah diberikan ampunan atas semua dosa-dosanya, baik yang telah lewat maupun yang akan datang. Sementara para Sahabat sampai harus melakukan diluar apa yang dilakukan Baginda Nabi.
Kemudian, tutup ceramah atau kajian KH. Ahmad Busyairi, Rasulullah SAW bertemu dengan para Sahabat dan bersabda : “Benarkah kalian yang telah berkata begini dan begitu? Demi Allah! Sesungguhnya aku adalah orang yang paling takut kepada Allah dan paling taqwa kepada-NYA di antara kalian. Akan tetapi aku berpuasa dan aku juga berbuka (tidak puasa), aku sholat (malam), aku juga tidur dan aku juga menikahi wanita. Maka, barangsiapa yang tidak menyukai sunnahku, maka ia tidak termasuk golonganku“(HR. Bukhari dan Muslim). □ RED/AGUS SANTOSA