JAKARTA (POSBERITAKOTA) □ Dalam Program Hikmah di Masjid Istiqlal Jakarta, Ustadz Dr. Budi Utomo MA ceramah tentang tema : ‘Canda – Amarah & Pertikaian’. Ratusan jamaah nampak setia mengikutinya, sebelum pelaksanaan sholat Jum’at berjamaah pada akhir pekan kemarin. Isi ceramahnya singkat, padat, namun mengena untuk yang mendengarkan atau mengikutinya.
Disebutkan di awal ceramahnya bahwa sahabat Ali Ibnu Abi Thalib r.a menyampaikan hikmah yang artinya : “Kemarahan itu awalnya adalah kegilaan dan akhirnya adalah penyesalan. Dan, bisa jadi kehancuran itu karena kemarahan.”
Disampaikan Ustadz Dr. Budi Utomo MA manajemen kemarahan adalah masalah yang harus dipelajari oleh setiap indivindu. Pengulangan nasehat untuk tidak marah yang disampaikan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam berulang kali kepada seseorang sahabat memiliki arti mendalam.
Kemudian menukil HR. Al-Bukhari yang artinya : “Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasannya ada seseorang yang berkata kepada Nabi SAW : “Berilah aku nasihat“. Beliau Shalallabu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Janganlah engkau marah“. Dia pun mengulangnya beberapa kali, Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Janganlah engkau marah“.
“Bagaimana bila seseorang emosinya memuncak? Nabi mengajarkan untuk berwudhu. Dan, kalau masih marah sebaiknya dilanjutkan shalat dua rakaat,” ucap Ustadz Dr. Budi Utomo MA.
Selanjutnya, dari Athiyyah as-Sa’di radhiyallahu anhu berkata, Rasulullah SAW bersabda yang artinya : “Sesungguhnya amarah itu dari setan dan setan diciptakan dari api. Api akan padam dengan air. Apabila salah seorang dari kalian marah, hendaknya berwudhu” (HR. Abu Daud).
“Atau berpindah posisi dan tempat, dari berdiri ke duduk sampai berbaring. Mencari suasana baru atau mencari aktifitas lain adalah salah satu solusi psikologis untuk melenyapkan marah. Bukan melampiaskannya dengan serapaj atau tindak kekerasan dan perusakan,” urai Ustadz Dr. Budi Utomo, lagi.
Dari Abu Dzarr radhiyallahu ‘anhu, Nabi SAW bersabda yang artinya : “Bila salah satu di antara kalian marah saat berdiri, maka duduklah sampai marahnya hilang. Namun jika tidak lenyap pula, maka berbaringlah” (HR. Abu Daud).
Menurutnya lagi bahwa tidak sedikit kemarahan dari canda. Salah paham dalam menerima pernyataan, juga kerap memicu kemarahan. Hisamuddin Al-Wa’idzi (wafat 99 H) dalam syairnya menyebutkan dan artinya : “Berhati-hatilah dengan candaan, beberapa candaan berbahaya. Tidak sedikit dari sepasang sahabat, berseteru setelah gurauan (HR. Abu Daud).
Karenanya, jangan sampai ketika saudaramu meradang, telinganya memerah, matanya menyala serta dengan ringannnya kau katakan : “Saya hanya becanda.” Sebab, setelah amarah memuncak, hati yang dulunya penuh cinta, menjadi berkeping-keping dan tak bisa disatukan serpihannya.
“Maka, cerdaslah dalam memilih tema cara dan waktu gurauan. Becanda itu perlu sekedarnya, seperti bumbu penyedap, agar tak hambar pergaulan. Namun terlalu banyak garam, menjadikan lidah kehilangan selera makan, walau sedang lapar,” ujarnya.
Sebagai penutup ceramahnya, Ustadz Dr. Budi Utomo, berkata : “Seribu teman tidak cukup, satu musuh sudah terlalu banyak. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menganugerahi kita sifat lemah lembut dan penuh kesabaran, sehingga mudah bergaul dan pandai menjaga persaudaraan. Aamiin.” ■ RED/AGUS SANTOSA