PROF. DR. KH. NASARUDIN UMAR, MA
BERBAGAI firman Allah SWT menyebutkan orang-orang yang sudah sampai di maqam al-mukhlasin membuat upaya iblis sudah tidak mempan lagi. Ayat-ayat tersebut antara lain sebagai berikut : “Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf. Dan, Yusuf pun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata dia tiada melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah agar Kami memalingkan daripadanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang yang terpilih (al-mukhlashin)” (QS.Yusuf/12 : 24).
Ayat tersebut berkaitan dengan Yusuf yang dijebak di dalam kamar kosong oleh istri raja yang terpesona oleh ketampanannya. Dalam keadaan sepi, aman, disertai dengan adanya kemauan, hampir saja perbuatan tercela (zina) itu terjadi. Namun, Allah SWT proaktif melindungi Nabi Yusuf. Cobaan yang berat bagi Nabi Yusuf bisa dilewatinya bukan karena kemampuannya untuk menahan diri, melainkan lebih karena pertolongan Allah SWT.
Dalam ayat lain, Allah SWT menyatakan, “Iblis berkata : “Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskam aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlash di antara mereka” (QSM Shad/38 : 82-83).
Perkataan ayat-ayat tersebut semuanya menggunakan kata-kata al-mukhlashin, bukan al-mukhlishin. Itu menunjukkan bahwa jika keikhlasan seseorang baru samoai di tingkat keikhlasan awal, maka tidak ada jaminan iblis akan menghindari mereka. Karena itu, banyak sekali orang-orang yang kelihatannya sudah menjadi tokoh, bahkan ulama, tetapi masih berhasik tergida dan jatuh ke dalam cengkeraman nafsunya dan perbuatan terlarang pun dilakukannya.
Orang-orang yang sudah mencapai tingkat al-mukhlashin bukan hanya terhindar dari fitnah dan berbagai kecelakaan sosial. Namun untuk mencapai tingkat al-mukhlashin memerlukan latihan spiritual (mujahadah) yang tinggi dan telaten (istiqamah).
Mencapai derajat al-mukhlishin saja begitu sulit, apalagi mencapai tingkat al-mukhlashin. Seseorang ulama tasawuf bernama Makhul mengatakan : “Tidak seorang pun hamba yang ikhlas selama 40 hari kecuali akan tampak hikmah dari hatinya melalui lidahnya.”
Barang siapa yang sudah mencapai tingkat al-mukhlasin patutlah ia bersyukur karena ia sudah berhasil menjadi orang yang langka. Kelangkaannya terlihat dari sulitnya menemui orang yang langka. Kelangkaannya terlihat dari sulitnya menemui orang yang betul-betul ikhlas tanpa pamrih sedikit pun dari amal kebajikannya.
Dalam konteks kehidupan masyarakat kontemporer, sulit sekali menemukan orang-orang yang betul-betul ikhlas dalam arti al-mukhlishin, apalagi orang-orang yang tergolong al-mukhlashin. Pola hidup yang semakin pragmatis dan rasional membuat banyak sekali manusia terjebak di dalam suasana pemikiran yang materialistik. Segala sesutu diukur berdasarkan kepentingan materi dan kesenangan fisik. Pola dan gaya hidup seperti itu jelas mengancam pola hidup keikhlasan.
Kini, sedemikian jauh bergeser keikhlasan itu di dalam masyarakat modern. Keikhlasan banyak sekali ditemukan di bibir, tetapi tidak di dalam kenyataan hidup. Padahal, keikhlasan itu tidak dikatakan, tetapi diwujudkan dan dibudayakan. ■ (***/goes)