DEPOK (POSBERITAKOTA) □ Sekali-kali cobalah berkunjung ke Terminal Depok, maka dapat dipastikan bakal menemukan ratusan anak dari kalangan marjinal, tentu dengan aktifitas unik plus membanggakan. Betapa tidak! Mereka hampir setiap harinya nyaris tak lepas dari kegiatan serius belajar.
Begitulah mereka berkomunitas dalam wadah Sekolah Master atau Masjid Terminal Depok. Kendati ruang kelas yang dipakai menggunakan kontainer-kontainer bekas atas bantuan pihak yang perduli. Sedangkan mereka pun bebas belajar sesukanya, tanpa dipungut biaya alias gratis.
Dari penelurusan POSBERITAKOTA, sebagaimana di sekolah-sekolah lain, siswa Sekolah Master pun memiliki kegiatan ekstra kulikuler, di luar mata pelajaran utama. Antara lain mendapat pelajaran fotografi dan teater. Dan, hasil pelajaran yang didapat, kemudian dipertunjukkan kepada public dengan cara marjinal pula.
Seperti yang saat ini sedang berlangsung dan mereka lakukan, yakni dengan menggelar ajang ‘Pameran Karya Visual Hasil Belajar Lensa Anak Terminal‘ yang merupakan pameran fotografi dari peserta pelajaran fotografi Sekolah Master. Uniknya, bukan di galeri atau di gedung seni sebagaimana umumnya, tapi di sepanjang lorong yang ada di sekitar Sekolah Master. Selain itu, pameran juga berbaur dengan para pedagang K-5 yang ada di sekitarnya.
Dikatakan Bambang Wahyudin, salah seorang pengajar di Sekolah Master, motivasi mengadakan acara ‘Pameran Karya Visual Lensa Anak Terminal’, tujuannya supaya lebih memperkenalkan dunia fotografi kepada para siswa. Bahkan, lanjutnya, anak-anak itu dikenalkan bagaimana cara menggunakan kamera dengan baik. Juga bagaimana bisa bercerita secara visual, merekam lingkungan di sekitar serta dalam harmonisasi gambar dan warna. Kesemua itu menjadi kegiatan positif untuk mengisi waktu mereka.
Sedangkan untuk peserta pameran fotografi tersebut adalah yang secara intens berlatih setiap hari Sabtu, dimana bimbingan langsung oleh Sonny Santriadi dan Nabila Prita Fiandini. Keduanya juga sekaligus menjadi kurator pameran. Untuk hasil karya fotonya itu sendiri memang sebagian besar adalah merekam aktivitas yang ada di sekitar terminal dan pasar.
Tempat di mana para siswa menetap sehari-hari. Karenanya, pemandangan yang tadinya sangat biasa dan terkesan kumuh, kemudian berubah menjadi unik dan indah, seperti terlihat pada karya foto mereka.
Wadah Sekolah Master sendiri pada awalnya berkegiatan di masjid yang ada di Terminal Depok. Itu sebabnya kemudian dinamakan Master atau Masjid Terminal.
Nurokhim S.Pd, sang penggagas Sekolah Master bersama Yayasan Bina Insani, terus mengembangkan sekolah tersebut. Sampai akhirnya memiliki beberapa ruang kelas yang dbangun dari kontainer barang. Bahkan, saat ini di Sekolah Master telah ada PAUD, SD, SMP dan SMA serta Paket Malam (A, B dan C).
Namun untuk para siswa yang terdiri atas anak-anak yang sehari-harinya menjadi pengamen, pedagang kecil (pedagang minuman atau tisu), memang rata-rata berasal dari keluarga tidak mampu. “Anak-anak jalanan atau marjinal di sini, diberikan kesempatan untuk belajar agar mereka tidak tertinggal secara ilmu dibandingkan anak-anak yang berasal dari kalangan yang kehidupan ekonominya lebih baik,” jelas Nurokhim, lagi.
Lain lagi yang dikatakan Bambang Wahyudin, pengajar bahasa Indonesia khusus kelas SMA dan sekaligus menjadi Pembina BEST (Badan Eksekutif Siswa Terminal). Ia juga bilang bahwa belajar di sini semuanya gratis. Para pengajarnya pun adalah para relawan yang ikhlas mengabdikan diri bagi pendidikan anak-anak jalanan tersebut.
Bisa disimpulkan bahwa mencari ilmu memang tidak mengenal batas sosial, ekonomi dan usia. Semua berhak untuk belajar dan semua berhak untuk mendapatkan ilmu. Termasuk bagi anak-anak marjinal yang setiap hari kita lihat berada di terminal atau pinggir jalanan. Mereka ternyata sambil mencari nafkah dalam kerasnya kehidupan kota. Karena itu pula, mereka berhak untuk menjadi pandai. Sebab, mereka juga merupakan pemilik masa depan dari kehidupan kita hari ini. ■ RED/HANNOENG M. NUR/EDITOR : GOES