Goresan Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta, PUASA Bicara al-Sukut wa al-Shumt (1)

OLEH : PROF DR KH NASARUDDIN UMAR MA

SALAH satu ciri puasa khawas al-Khawash (sangat khusus) ialah berpuasa bicara yang di dalam bahasa tasawuf disebut al-Sukut dan al-Shumt. Dalam kamus bahasa Arab, dua kata tersebut bermakna sama.

Namun yang digunakagnyh dhi dalam Al-Qur’ant, yaitu al-fSukut, seperti dalam ayat, “Sesudah amarah Musa menjadi reda (sakata), lalu diambilnya (kembali) luh-luh (Taurat) itu dan dalam tulisannya terdapat petunjuk dan rahmat untuk orang-orang yang takut kepada Tuhannya” (QS. al-Anfal [7]: 154).

Kata al-shumt digunakan di dalam hadist dan kata-kata hikmah, seperti Man shamata naja (barang siapa yang diam maka akan aman) dan Al-shumt hukmun (Diam itu hikmah).

Istilah lain yang digunakan di Al-Quran dalam kaitannya dengan puasa, yaitu lan yukallim al-yaum insiyya (tidak berbicara dengan manusia), seperti dikatakan dalam Al-Qur’an, “Maka makan, minum dan bersenang hati kamu. Jika kamu melihat seorang manusia maka katakanlah, “Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurahm, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusia pub pada hari ini.(QS. Maryan [19]: 26).

Dalam ayat lain diistilahkan dengan la tukallim al-nas, seperti dalam ayat, “Zakaria berkata, “Ya Tuhanku, berilah aku suatu tanda.” Tuhan berfirman, “Tanda bagimu ialah bahwa kamu tidak bercakap-cakap dengan manusia selama tiga malam, padahal kamu sehat(QS. Maryam [19]: 26).

Beberapa istilah lain juga digunakan di dalam hadist, seperti Man ‘arafa Allah kalla lisanuh (Barang siapa yang memahami Allah, maka kelu lidahnya), maksudnya amat membatasi diri bicara kepada orang lain dan ia lebih banyak berbicara atau berkomunikasi kepada Tuhannya.

Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu pernah berkata, “Barang siapa banyak bicara maka akan bertambah banyak kesalahannya, orang yang banyak kesalahannya rasa malu dan harga dirinya (wara) sedikit dan barang siapa yang sedikit wara-nya maka akan masuk neraka“.

Apapun istilahnya, intinya berpuasa atau menahan diri untuk tidak banyak berkata atau tidak berbicara dengan orang lain, termasuk di sini tidak berkomunikasi visual atau online dengan menggunakan alat komunikasi modern, seperti e-mail atau SMS.

Membatasi diri bicara hanya untuk hal-hal yang sangat penting saja saat seseorang berpuasa maka inilah yang dimaksud salah satu dari puasa khawash al-khawash. Semakin sedikit berbicara semakin berpeluang ia meraih martabat puasa khawash al-khawash. ■ (***/goes)

Related posts

Program ‘Hikmah’ di Masjid Istiqlal Jakarta, MERAMU IKHLAS dari Wafatnya Orang yang Terkasih

Kajian Jumat Pilihan di Masjid Istiqlal Jakarta, AKHLAK Terhadap yang Lemah & Susah

Goresan Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta, MAKNA ESOTERIS Kumandang Adzan