Goresan Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta, ULAS SOAL ‘KEUTAMAAN SURAH AL-FATIHAH’

OLEH : PROF DR H NASARUDDIN UMAR MA

KANDUNGAN surah al-Fatihah sangat dalam dan komprehensif, mulai hal-hal yang bersifat langit (celestial) sampai ke hal-hal yang bersifat bumi (terestial). Dari hal-hal yang bersifat ukhrawi (escatologis), janji dan ancaman dan penghambaan diri kepada Allah SWT.

Kendati hanya ada tujuh ayat dalam surah al-Fatihah, ketujuh ayat ini mencangkup keseluruhan. Baik urusan makrokosmos berupa alam semesta maupun urusan mikrokosmos. Baik urusan dunia maupun urusan akhirat, baik Tuhan maupun urusan manusia dan alam lingkungan hidupnya. Semuanya dibicarakab secara komprehensif dan saling mendukung satu sama lain, di antara ayat-ayatnya.

Ada ulama menyatakan bahwa sesungguhnya surah al-Fatihah sudah cukup menuntun hambanya menemukan diri-NYA. Tetapi, Allah SWT menambahkan surah-surah lain. Makin banyak petunjuk (directions) menuju ke sebuah alamat, makin kecil kemungkinan seseorang salah alamat. Bandingkan dengan The Ten Commandments, 10 Perintah Tuhan yang disampaikan kepada Nabi Musa AS.

Kesepuluh perintah itu berisi pesan yang amat padat, yakni pengesaan Allah SWT, penghormatan kepada orangtua, pemeliharaan hari-hari suci Tuhan, larangan penyembahan berhala, penghujatan, pembunuhan, perzinahan, pencurian, ketidakjujuran dan hasrat kepada hal-hal buruk.

Bisa dibayangkan, 10 petunjuk diberikan kepada Nabi Musa AS dan 6.666 ayat al-Qur’an yang diberikan kepada Nabi. Ini semua melambangkan kasih sayang Tuhan kepada kita sebagai umat Nabi Muhammad SAW. Ayat pertama sampai ayat ketiga berbicara tentang urusan kehidupan di dunia. Allah SWT menggambarkan kelembutan dan kasih sayang-NYA.

Diri-NYA sebagai pribadi (Allah SWT) lebih ditekankan sebagai Maha Pengasih (al-Rahman al-Rahim) dan diri-NYA sebagai Tuhan (NE) tetap lebih ditonjolkan sebagai Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Jadi, pengulangan kata ini sebetulnya tidak ada unsur kemubaziran kata (redundant).

Akan tetapi, ayat keempat dan seterusnya surah ini berbicara tentang hari kemudian, setelah hari kehidupan fisik manusia. Setelah manusia wafat, seolah-olah pintu kasih sayang Allah SWT sudah tertutup, lalu diteruskan dengan ayat : Malik yaum al-din (Yang mengusai hari pembalasan/QS. al-Fatihah [1]: 4).

Seseorang yang membaca surah al-Fatihah diharapkan sudah menyingkirkan semua urusan dan kepentingan. Sedapat mungkin kita membayangkan kehadiran Allah SWT di hadapan kita. Inilah makna ayat : Iyyaka ma’bud wa iyyaka nasta’in (Hanya kepada Engkaulah, kami mohon pertolongan/QS al-Fatihah [1]: 5).

Ayat ini menggunakan kata iyyaka (hanya Engkau), bukan iyyahu (hanya Dia). Ini artinya Allah SWT tampil sebagai pihak kedua yang diajak berbicara (mukhathab), bukan pihak ketiga yang dibicarakan. Wajar jika kita diminta fokus dan mengerahkan segenap pikiran dan konsentrasi kita kepada Allah SWT saat membaca ayat ini.

Bisa kita bayangkan, bagaimana jadinya jika mulut kita membaca iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’ib, tetapi dalam ingatan kita sepatu atau kendaraan kita di luar. Seolah-olah yang kita sembah adalah sang sepatu atau kendaraan.

Surah al-Fatihah juga mengandung kekuatan inti atau puncak segala doa, yaitu : Ihdina al-shirath al-mutaqim (Tunjukilah kami jalan yang lurus / QS. al-Fatihah : 6). Jika Allah SWT sudah menunjukkan jalan yang lurus dan sekaligus mengabulkan doa ini, mau minta apa lagi? Bukankah doa-doa lain hanya menegaskan detail dari doa ini?

Kedudukan al-Fatihah dalam sholat amat penting. Nabi pernah menegaskan : “La shalata li man la yaqra’ surah al-Fatihah“. Artinya : “Tidak ada sholat tanpa membaca surah al-Fatihah” (HR al-Bukhari No.757). Sholat pada hakekatnya adalah perjalanan mendaki (mi’raj) menuju Tuhan, sebagaimana dinyatakan dalam hadist : Al-shalatu mi’raj al-muminin (Sholat adalah mi’raj bagi orang-orang beriman).

Untuk mendaki ke puncak sudah tentu membutuhkan energi spiritual yang luar biasa. Di sinilah kedudukan surah alFatihah yang harus dihayati maknanya. Ayat demi ayat surah ini menjadi refresentasi dari keseluruhan ayat dan surah di dalam Al-Qur’an.

Salah satu kekuatan sholat itu adalah pembacaan surah al-Fatihah. Sangat disarankan jika seseorang tidak mampu khusyuk sepanjang sholat, setidaknya di dalam tiga tempat, yaitu ketika membaca takbir ihkram, ketiga membaca ayat kelima surah al-Fatihah : iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in (Hanya kepada Engkau-lah, kami menyembah dan hanya kepada Engkau-lah, kami mohon pertolongan/QS. al-Fatihah [1] ayat 5) □ (***/goes)

Related posts

KKN di Rumah Ibadah, UNIVERSITAS IBNU CHALDUN JAKARTA Bikin Seminar Tema ‘Manajemen Keuangan Masjid’

Goresan Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta, ‘RELASI TUHAN & HAMBA’

Program ‘Hikmah’ di Masjid Istiqlal Jakarta, SELAMAT BERTUGAS Para Pemimpin Negeri