Khutbah Jum’at di Masjid Istiqlal, PROF DR KH MIFTAH FARIDL Angkat Tema Tentang Refleksi Ketaqwaan dalam Ibadah Haji & Umroh

JAKARTA (POSBERITAKOTA) ■ Haji merupakan ibadah yang sarat dengan pengorbanan, harta, tenaga, pikiran dan lain-lain. Pantas, apabila Allah SWT memanggil para malaikat, ketika jamaah haji sedang berada di puncak ibadah Haji untuk ‘Wukuf‘ di Arafah.

Bahkan, Allah SWT berfirman dalam Hadits Qudsi : “Hai malaikat – malaikatKU, hamba-hambaKU datang dari berbagai belahan bumi dalam keadaan rambut yang kusut masai, pakaian yang penuh debu. Wahai malaikat-malaikat KU saksikan oleh kalian, AKU ampuni semua dosa dan kesalahan mereka. Aku hapuskan semua khilaf dan kesalahan mereka.”

Demikian khutbah pembuka Prof Dr KH Miftah Faridl saat menjadi khotib sebelum dilaksanakan sholat Jum’at di Masjid Istiqlal Jakarta, 28 Syawal 1444 Hijriyah/19 Mei 2023 Masehi. Tak kurang dari puluhan ribu warga Jakarta dan sekitarnya, khusyuk menyimak khutbahnya yang mengangkat tema soal ‘Refleksi Ketaqwaan dalam Ibadah Haji & Umroh’.

“Haji itu sendiri adalah Rukun Islam yang kelima, puncak dan klimaks Taqarub dan kepasrahan kepada Allah SWT, juga penghapus berbagai macam dosa dan kesalahan. Sarat dengan pelatihan mental dan fisik secara intensif, latihan kesabaran, ketekunan, kepasrahan dan disiplin,” urainya.

KH Miftah melanjutkan khutbahnya dengan menyebut bahwa dengan melaksanakan Haji semacam napak tilas perjuangan para Nabi yang menjadi dambaan setiap Muslim. Sedangkan proses pelaksanaannya sering menjadi gambaran karakter seseorang. Juga merupakan perjalanan suci yang penuh dengan hikmah dan pelajaran.

“Ibadah Haji itu sendiri adalah bertamu kepada Allah SWT. Berkunjung ke rumah Allah SWT untuk mendapatkan ridho-NYA, sarat dengan pengorbanan tapi mengesankan. Ibadah Haji sarat akan latihan kebersamaan dan persamaan. Juga latihan untuk mencintai lingkungan dan kebersihan. Ibadah Haji seperti Muktamar Muslim Internasional, dapat menambah wawasan dan pengalaman, memberikan kepuasan spiritual yang sulit dibandingkan serta latihan memantapkan ketawadluan memerangi kesombongan dan keangkuhan,” tuturnya, panjang lebar.

Menurut KH Miftah yang juga dikenal sebagai Ketua Umum MUI Kota Bandung dan Ketum Yayasan UNISBA, justru di dalam ibadah Haji, seseorang dapat menikmati keagungan dan kesucian Masjidil Haram. Bahkan, di dalam ber-Haji, kita mengekspresikan cinta kita kepada Allah SWT. Silaturahmi Akbar Umat Islam yang datang dari berbagai pelosok dunia. Ibadah Haji adalah saat-saat doa terkabulkan.

“Kita melepas rindu kita kepada Allah SWT, membangun karakter diri untuk meraih keunggulan. Mereka yang telah melaksanakan ibadah Haji, disiapkan untuk menjadi ragi perjuangan untuk melahirkan komunitas yang unggul dan pilihan. Sedangkan ongkos yang dipakai Haji bernilai sebagai sedekah. Haji adalah jalur cepat untuk mencari ridla dan ampunan dari Allah SWT. Jaminan dari Allah SWT bahwa tidak ada orang yang menjadi miskin atau fakir karena Umroh atau Haji,” katanya.

Masih dalam khutbahnya, KH Miftah menyebutkan bahwa mereka yang sudah mampu menunaikan ibadah Haji, tapi tidak mau melaksanakannya, berarti melalaikan ajaran Allah SWT. Ibadah Haji juga sarat oleh pesan-pesan moral serta sarat dengan peluang untuk berintropeksi.

Kembali dijabarkan bahwa Wukuf di Arafah sebagai puncak ritual Haji adalah cermin kehidupan Mahsyar, berpakaian sama, menyadari dosa-dosa yang telah dilakukan dan berusaha memohon ampunan Allah SWT. Prosesi ibadah Haji dari rukun satu ke rukun yang lain semacam drama kolosal, refleksi peristiwa kemanusiaan. Proses ibadah Haji juga semacam gladi resik persiapan kumpul di Mahsyar.

Haji yang benar tentu adalah Haji yang sesuai dengan yang dipraktikan Rasulullah SAW. Haji yang Mabrur akan melahirkan kepuasan spiritual bagi pelaksananya. Juga memberikan dorongan yang kuat untuk menjadi Mukmin yang unggul. Selain dapat mengubah karakter diri ke arah yang lebih baik. Termasuk melahirkan pribadi taqwa, penghapus dosa dan kesalahan serta dijanjikan masuk Surga.

“Sedangkan ibadah Mahdah (ritual) dalam agama Islam, selain merupakan bentuk pengabdian dan kepasrahan yang tulus kepada Allah SWT, juga merupakan proses pembinaan dan peningkatan keimanan serta moral pelakunya,” paparnya.

Pada bagian akhir khutbahnya, KH Miftah menyampaikan bahwa suatu ibadah yang berhasil, jika memenuhi syarat sebagai berikut :

1. Niat ibadah dengan ikhlas semata-mata mengharap ridla Allah SWT.

2. Proses pelaksanaannta sesuai dengan yang dicontohkan Rasulullah SAW (syarat, rukun, wajib dan sunnah ibadah tersebut terpenuhi).

3. Biaya ibadah diperoleh dengan cara halal dan juga biaya keluarga yang ditinggalkan.

4. Bisa berdampak positif bagi pelakunya. Ada perubahan ke arah lebih baik dan terpuji.

5. Ibadah yang memberikan kepuasan spiritual menghilangkan penyakit – penyakit rohani, amrodul qulub, stress, kegelisaan, kesombongan, keraguan, kejengkelan, kekikiran serta banyak lagi.

Oleh karena itulah, menurut KH Miftah, Haji Mabrur tidak hanya dinilai pada saat proses ibadah Haji berakhir tersebut berlangsung. Tapi juga setelah ibadah Haji itu berakhir. Sedangkan indikator kemabruran setelah melaksanakan ibadah Haji harus tampak pada sikap keseharian yang bersangkutan.

Beberapa di antaranya adalah patut melaksanakan perintah Allah SWT dan menjauhi apa yang dilarang. Rajin melaksanakan ibadah sunah, meninggalkan perbuatan yang makruh atau yang tidak bermanfaat, semangat menambah dan mengembangkan ilmu pengetahuan terutama ilmu-ilmu Islam, banyak membantu/menolong orang lain dan menegakkan Izzul Islam Wal Muslimin. □ RED/AGUS SANTOSA

Related posts

Program ‘Hikmah’ di Masjid Istiqlal Jakarta, MERAMU IKHLAS dari Wafatnya Orang yang Terkasih

Kajian Jumat Pilihan di Masjid Istiqlal Jakarta, AKHLAK Terhadap yang Lemah & Susah

Goresan Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta, MAKNA ESOTERIS Kumandang Adzan