Lepas dari Segala Hal yang Membuat Diri Kita Menjadi Hina, SEBUAH ‘NIKMAT KEMERDEKAAN’

OLEH : DR ABDUL ROSYID TH M.PD


SETIAP manusia memiliki hak untuk merdeka, merdeka dari belenggu penjajahan, merdeka dari belenggu kejahatan dan merdeka dari belenggu ketidakadilan. Merdeka adalah lepas dari segala hal yang membuat diri kita menjadi hina dan tak layak disebut sebagai manusia.

Dalam UUD 1945 alenia pertama: Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa. Dan, oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.


Ada beberapa manusia di Abad Milenial ini masih dijajah oleh bangsa lain. Ini dikarenakan manusia memiliki keserakahan dan menuruti hawa nafsu setan, atau bahasa agamanya hubbud dunya wa karohiyatul maut (cinta dunia dan takut mati).

Orang yang serakah itu meletakkan dunia di dalam hatinya, selama hatinya belum puas maka ia akan selamanya menjadi manusia serakah dikarenakan menuruti hawa nafsu, yang bisa memutuskan keserakannya adalah kematian, maka orang-orang yang serakah takut dengan kematian.

Islam sebagai agama kasih sayang memberikan kemerdekaan bagi setiap pemeluknya, seperti kisah Bilal bin Rabah, setelah beliau masuk Islam status beliau tidak menjadi budak lagi tetapi menjadi sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang bertugas mengumandangkan adzan karena suara Bilal sangat indah dan
merdu.

Terkait dengan peristiwa ini, ayat Al-Qur’an menegaskan : “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa- bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal” (Q.S. Al-Hujarat [49]: 13).


Kalimat ayat Al-Qur’an diatas menjelaskan Allah SWT menciptakan manusia untuk saling kenal-mengenal (li ta’arofu) tidak sebagai bangsa yang saling berperang dan menjajah. Masa kelam penjajahan cukup diukir sebagai sejarah dan mendorong sebuah bangsa untuk memperoleh kemerdekaan baik secara de facto dan de jure. Tuhan menciptakan manusia tidak sebagai budak dan tidak sebagai penjajah tetapi Tuhan menciptakan manusia sebagai khalifah (pengelola) di bumi, sehingga terjadi keseimbangan kehidupan di dunia.


Kemerdekaan sebagai karunia yang diberikan pencipta alam semesta kepada makhluknya yang ada di alam semesta, kalau dalam film Star Trek (Perjalanan Bintang) isinya peperangan makhluk yang ada di alam semesta. Itu salah, padahal Tuhan menciptakan alam semesta untuk tidak saling berperang tetapi saling mengenal (li taarofu).

Terkadang makhluk yang bernama manusia suka melanggar ketentuan Tuhan, mereka merusak yang telah dibuat oleh Tuhan, mereka memusnahkan ciptaan yang Tuhan buat dan mereka merubah apa yang telah Tuhan ciptakan.


Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata, “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau!”

Tuhan berfirman, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui” (Q.S. al-Baqarah [2]: 30). Alenia ketiga dalam pembukaan UUD 1945: “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.”

Inilah nikmat kemerdekaan terbesar yang Tuhan berikan kepada makhluknya. Yakni kemerdekaan dalam berbangsa dan bernegara untuk menjaga keberlangsungan hidup di dunia. [***/goes]

Related posts

KKN di Rumah Ibadah, UNIVERSITAS IBNU CHALDUN JAKARTA Bikin Seminar Tema ‘Manajemen Keuangan Masjid’

Goresan Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta, ‘RELASI TUHAN & HAMBA’

Program ‘Hikmah’ di Masjid Istiqlal Jakarta, SELAMAT BERTUGAS Para Pemimpin Negeri