JAKARTA (POSBERITAKOTA) – Sikap profesionalisme Mahkamah Konstitusi (MK) dalam menangani perkara, dipertanyakan dan sekaligus diragukan oleh kuasa hukum dari Pro Kader Lintas Mahasiswa Indonesia (PROKLAMASI), Sunandiantoro SH MH.
Penyebabnya, terkait pengajuan permohonan uji materi UU PEMILU Pasal 12 huruf (l), Pasal 93 huruf (m) serta pasal penjelasannya yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945 hingga saat ini masih saja belum ada kepastian kapan bakal digelarnya sidang perdana.
Ditegaskan Sunandiantoro bahwa sesuai dengan PMK No. 2 Tahun 2021 Pasal 17 ayat (1), pasal (3) dan pasal (20), seharusnya dalam waktu 3 hari kerja sejak permohonan diregistrasi kemudian dapat diinformasikan jadwal persidangannya.
Ketidakprofesionalan MK tersebut, menurut dia lagi, dibuktikan dengan tidak adanya pemberitahuan dari Panitera bahwa permohonan a quo tercatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi Elektronik (e-BRPK). Termasuk tidak adanya pemberitahuan Akta Registrasi Perkara Konstitusi (ARPK) serta tidak adanya pemberitahuan penetapan hari sidang pertama terhadap Permohonan No.128-1/PUU/PAN.MK/AP3.
“Padahal, sebelumnya kami telah mengajukan permohonan ke Mahkamah Konstitusi tanggal 21 September 2023 dengan bukti tanda terima No. 128-1/PUU/PAN.MK/AP3 terkait penambahan Tugas KPU dan Bawaslu. Dalam hal ini, kami sangat kecewa dan menyesalkan tindakan MK, karena hingga saat ini permohonan kami belum ditindaklanjuti. Karena itu, kami meyakini permohonannya sedang dihambat. Kami pun mempertanyakan sikap profesionalisme MK,” kata Sunandiantoro kepada media di Kantor Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (2/10/2023).
Sedangkan soal pemimpin penambahan tugas KPU dan Bawaslu yang dimaksud, kata Sunandiantoro, yaitu melakukan verifikasi Capres dan Cawapres yang harus dilakukan oleh KPU bersama Bawaslu untuk melaksanakan penelitian khusus tentang rekam jejak pasangan calon yang telah terdaftar dan terverifikasi di KPU.
Antara lain meliputi rekam medis kesehatan fisik, mental dan psikologi, rekam jejak tindak pidana korupsi, pencucian uang, pelanggaran HAM, penculikan aktivis, penghilangan orang secara paksa, tindak pidana berat lainnya dan rekam jejak karir pekerjaan dan prestasinya. Selanjutnya, mengumumkan hasil penelitian tersebut kepada masyarakat paling lambat pada hari terakhir masa kampanye pasangan calon.
Sunandiantoro juga berharap terhadap lembaga/pihak terkait seperti PPATK, KPK dan KOMNASHAM dapat memberikan data dan informasi dimaksud kepada KPU dan Bawaslu untuk selanjutnya dapat disampaikan secara terbuka kepada Masyarakat.
“Namun sebagai tindaklanjut permohonan, kami telah mengirim surat kembali kepada Ketua MK untuk menegaskan dan meminta agar segera disidangkan permohonan kami. Sebagai lembaga tinggi negara, seharusnya MK tetap mengaplikasikan bagaimana menjalankan PMK No. 2 Tahun 2021 dan tidak terpengaruh dengan urusan-urusan politik,” tegas Sunandiantoro, mengakhiri keterangannya. © RED/AGUS SANTOSA