OLEH : JACOB ERESTE
OLOK-OLOK atau candaan Ketum PAN Zulkifli Hasan yang juga dikenal sebagai Menteri Perdagangan (Mendag) RI, terkait tentang bacaan dalam sholat yang tak lagi hendak mengucapkan ‘Amin‘ karena tak hendak dikesankan mendukung pasangan Capres/Cawapres Anies Rasyid Baswedan – Muhaimin Iskandar, bukan cuma terkesan kampungan. Apa yang diucapkan tersebut malah mencerminkan selera humor murahan alias norak dan bahkan bisa jadi sangat melukai umat Islam.
Bahkan dalam posisi tahyat pun, disebutkan Zulkifli Hasan, orang yang sholat tak lagi hendak memperagakan satu jari telunjuk, yakni sebagai keengganan untuk diidentikkan ingin memilih Capres nomor urut satu. Namun sekarang, lanjut dia, saat sholat justru orang mulai mengekspresikan peragaan pada rangkaian tahyat itu dengan mengacungkan dua jari. Maksudnya untuk meyakinkan bahwa mereka yang sholat pun tidak lagi memilih Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar, karena mereka sudah beralih pilihan pada pasangan Capres/Wapres dengan nomor dua.
Sejatinya seloroh Zulkifli Hasan yang ingin menampilkan humor politik ini justru semakin mengesankan kepanikannya sebagai anggota tim sukses dalam upaya untuk mempromosikan pasangan Calon Presiden/Wakil Presiden yang tidak banyak mendapat dukungan dari masyarakat. Sehingga selera humor murahan pun ikut diumbar. Padahal, selera humor yang norak ini telah melukai hati umat Islam yang semakin kehilangan rasa simpatik kepada Capres unggulan yang didukungnya secara membabi buta tersebut.
Malah dari selera humor yang norak tersebut, khalayak pun jadi semakin paham bila kualitas intelektual Zulkifli Hasan masih rendah dan perlu banyak belajar untuk menjadi anggota tim sukses yang santun dan elegan dengan kualitas intelektual yang tidak memalukan itu.
Selera humor yang norak dan serampangan itu sendiri, sungguh tidak pantas dilontarkan oleh seorang publik figur yang juga bergelar akademis. Sebab, bukan hanya akan mempermalukan perguruan tinggi tempatnya memperoleh gelar itu. Tapi juga jadi terkesan merendahkan kualitas alumni perguruan tinggi tersebut.
Akibatnya, semua orang pun patut menduga gelar akademis yang disandangnya itu adalah hasil ijon atau dibeli dari pasar loak, seperti tabiat kebijakan perdagangan yang cenderung dibiarkan berkembang di Indonesia sebagai pengikut paham kapitalistik ortodok.
Sebagian umat Islam wajar banyak yang merasa dilecehkan oleh geguyon yang sangat tidak bermutu itu. Karenanya pantas reaksi keras terus bermunculan yang bisa berakibat anjloknya dukungan terhadap Capres/Cawapres yang menjadi unggulannya. Dan banyak orang pun semakin menjadi tambah simpati kepada pasangan Capres/ Cawapres Anies Baswedan bersama Muhaimin Iskandar yang menjadi obyek olok-oloknya tersebut.
Padahal, sikap yang tidak bijak – hingga membabi buta – dalam memberi dukungan atau bahkan mengkampanyekan Capres yang diunggulkannya itu, sesungguhnya tidakkah perlu sampai menggadaikan agama apapun yang menjadi keyakinan masing-masing itu. Sebab agama apapun dan agama siapapun tidak boleh dinista dan dilecehkan oleh siapapun juga. Karena itu setiap orang bisa segera menilai kedangkalan dari pengetahuan keagamaan yang bersifat personal dan privat ini. Sebab nilai-nilai keagamaan yang dinistakan ini menjadi sangat sensitif dan sangat menyinggung perasaan umat Islam.
Mungkin agar bisa lebih cerdas dan bijak, Zulkifli Hasan bisa lebih banyak belajar dari Tim Sukses Capres yang lain. Misalnya seloroh elegan dari Tim Sukses Ganjar Pranowo bersama Machfud MD ketika hendak menggenjot dukungan suara di Jawa Timur dan sekitarnya. Tanpa mimik wajah yang serius dan culun, Cak Rochim berkata lantang begini : “Ganjar boleh kalah di Madura, tapi Machfud pasti dan harus menang”, kata Cak Rochim sambil terkekeh-kekeh. Jadi hanya untuk kampanye tidaklah perlu sok pamer pengetahuan agama yang dangkal itu, seperti Zulkifli Hasan. Resiko dari kekonyolan itu, mulai Jum’at besok, 22 Desember 2023, aksi demo umat Islam akan mulai menggeruduk Zulkifli Hasan. Aksi unjuk rasa terhadap ulah pelecehan terhadap umat Islam ini akibat kepongahan Zulkifli Hasan akan dilakukan secara bergelombang di berbagai wilayah dan daerah.
Inilah yang saya khawatirkan, bentuk dari hasrat kampanye yang membabi buta. Sebab, akibatnya bukan cuma dapat menurunkan dukungan serta peroleh suara bagi kandidat yang diunggulkan. Tapi juga sangat bisa menimbulkan kerusuhan dan insiden yang tidak pernah mampu diperkirakan sebelumnya. (***/goes)
(PENULIS : JACOB ERESTE adalah jurnalis lepas, pemerhati masalah sosial dan keagamaan, kini tinggal di Banten)