Kadis Permasdes, TEGUH MULYADI M.SI : “Kabupaten Tegal Itu Memiliki Keistimewaan & Sangat Luar Biasa”

TEGAL (POSBERITAKOTA) – Kabupaten Tegal yang memiliki keistimewaan dan sangat luar biasa sebagai sebuah wilayah, potensinya perlu untuk dibangkitkan ke seluruh desa yang ada. Mulai dari masalah budaya, tata nilai, pesan-pesan, ajaran-ajaran sampai ke bentuk peninggalan tertulis maupun tidak tertulis.

Tekad dan harapan tersebut diungkapkan Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Kadis Permasdes) Kabupaten Tegal (Jawa Tengah), Teguh Mulyadi M.Si dalam wawancara khusus dengan Adi Gunawan dan Agus Santosa dari POSBERITAKOTA beberapa waktu lalu di kantornya.

“Kita harus menempatkan diri bahwa Kabupaten Tegal di zaman penyebaran agama Islam mulai dilakukan, jelas merupakan wilayah  yang memiliki keistimewan tersendiri dan bahkan sangat luar biasa,” ucap Teguh, membuka percakapannya.

Secara historis atau kesejarahan, menurut dia lebih lanjut, Tegal yang saat itu belum menjadi kabupaten dan hanya merupakan wilayah memiliki keistimewaan tersendiri. Kenapa? Karena, jelas tidak terlepas dari sosok Kanjeng Sunan Kalijogo. Dimana membagi-bagi wilayah Tegal, sesuai dengan penyebaran agama (Islam) yang dibawanya tersebut.

“Untuk tahapan pertama yakni pengenalan terhadap Tuhan-nya. Jadi wilayah Saluku, Saliki atau Salik. Sedangkan untuk orangnya disebut Salik atau para pencari Tuhan. Sebab, sebelum Kanjeng Sunan Kalijogo memperkenalkan atau melakukan penyebaran agama Islam, dulu hanya ada agama Hindu dan Budha,” tuturnya.

Setelah itu, Kanjeng Sunan Kalijogo mulai memperkenalkan wudhu, cara sholat, pesucen dan  mati (kematian), makanya ada yang disebut pesarean. Bahkan penyebarannya dilakukan ke desa-desa di seluruh wilayah/kabupaten Tegal. Tak heran jika kemudian Tegal pun ditasbihkan sebagai wilayah suci.

Masih menurut keterangan Teguh, makanya jangan main-main, orang yang tinggal di sini (wilayah) Kabupaten Tegal, harus berbuat baik. Tapi, apabila melakukan hal sebaliknya, perbuatan tercela seperti ada pejabat berselingkuh dengan wanita, istri orang lain maupun korupsi misalnya, pasti bakal kena akibat atau imbasnya langsung.

Kanjeng Sunan Kalijogo setiap di wilayah yang disinggahi, juga meninggalkan atau memberi simbol-simbol tertentu. Ada berupa ajaran, tata nilai, artefak sebuah situs, pesan-pesan lewat benda hidup. Maka itu ada pohon asem, pohon nogosari dan pohon kolang-kaling. Di situ juga mengajarkan soal integritas dan tata nilai,” papar pria lulusan dari FISIP Universitas Indonesia (UI) itu, lagi.

Begitu pula dalam konteks hubungan eksekutif (bupati) dan legislatif (dewan), menurut Teguh, Kanjeng Sunan Kalijogo mengajarkan harus terpisah. Jangan berada dalam satu entitas, seperti di Kabupaten Tegal ini. Berbeda dengan tetangga terdekatnya, Kabupaten Brebes.

“Jadi Kabupaten Tegal ini justru berbeda. Sementata Kanjeng Sunan Kalijogo, sebenarnya tak menghendaki itu, antara eksekutif dan legislatif, berada dalam satu entitas. Makanya, jadi PR Bupati kedepan bahwa hal itu harus dibetulkan,” ungkap Teguh.

Dari tata nilai saja, lanjutnya, telah diberi pesan. Harus mentaati itu, meski pesannya tidak tertulis. Tapi, ada pesan moralnya di situ. Oleh karenanya, hal itu perlu dibangkitkan ke seluruh desa yang ada di Kabupaten Tegal. Caranya?

“Seluruh desa yang ada mulai dari mengenali budaya, tata nilai dan juga pesan-pesan. Termasuk ajaranajaran, peninggalan tertulis atau tidak tertulis yang ada di desa. Seperti nama desa misalnya, kenapa? Pasti ada sebabnya dan fungsinya. Karena itu, desa harus mau menggali, mengeksplorasinya,” katanya.

Tak berhenti sampai di situ. Ditegaskan Teguh lebih lanjut, dari situ bakal ketemu tata nilai, leluhur dan harus dikenali. Yang penting bukan untuk kepentingan atau tujuan musyrik. Justru harus berani memperkenalkan leluhur yang sebenarnya.

“Kita support teman-teman Kepala Desa (Kades). Beri tanda atau nama. Syukur pisan mau melombakan. Misalnya, lomba menulis singkat tentang sejarah atau ajaran. Sebut contoh kenapa ada nama Desa Kalisoka, Pagianten, Bumi Jawa dan lain-lainnya lagi,” katanya.

Dari situlah, lanjut Teguh, masyarakat jadi mengenalnya kenapa nama desa mereka seperti itu. Termasuk cukup banyak situs-situs yang masih terabaikan. “Di Kabupaten Tegal ini, ada sekitar 400 situs lebih. Nah, desa harus memelihara hal itu. Jangan sampai ucul (lepas) dari sejarah lama. Sebab, anak-anak kita perlu tahu,” urainya, panjang lebar.

Dikatakan Teguh bahwa ide tersebut tidak sekedar untuk diucapkan. Tapi, harus pula diperkuat lewat atau dibuatnya aturan. Ada dewan kebudayaan, kesenian serta peraturan bupati/daerah (Perbup/Perda) sebagai penopangnya.

Dari data yang didapat POSBERITAKOTA, wilayah atau Kabupaten Tegal memiliki 281 Desa dengan keseluruhan ada 1461 RW dan 6882 RT. Selain itu masih ada 276 yang berstatus dusun/dukuh. Terdata 90 Desa Maju (32%), 3 Desa Mandiri (1,1%), 176 Desa Berkembang (62,6%) dan 12 Desa Tertinggal (4,3%).

Sementara itu Kantor Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Dispemmasdes) Kabupetan Tegal juga telah merencanakan 11 Desa Tematik. Antara lain : Desa Agraria, Desa Lingkungan/Merdeka Sampah, Desa Bangga Budaya, Desa Dilan (Digital Melayani), Desa Miniatur Jepang, Desa Bebas Stunting, Desa Mandiri, Desa Wisata Guci, Desa Santri, Desa Herbal serta Desa Sadar Pajak. © RED/POSBERITAKOTA

 

Related posts

Berdasarkan Survei Biaya Hidup dari BPS, SAID IQBAL Sebut Idealnya Upah Buruh di Jakarta Sentuh Rp 7 Juta Per Bulan

Lewat Ajang ‘World Water Forum ke-10’ pada 18-25 Mei di Bali, INDONESIA Dorong Pembentukan Global Water Fun

Fenomena Urban, WARUNG MADURA & Pembangunan Entrepreneurship di Indonesia