Goresan Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta, MAKNA ESOTERIK ALHAMDULILLAH

OLEH : PROF. DR. KH. NASARUDDIN UMAR, MA

ADA ulama dari kalangan sufi berpendapat bahwa tahmid lebih luas daripada syukur. Tahmid adalah cinta sejati dan penyerahan diri secara total terhadap Allah subhanahu wata’ala. Tahmid melintasi batas hitung-hitungan, bebas dari target, dan pengabdian secara formal sebagaimana sering dikaitkan dengan definisi syukur.

Sering kali orang bersyukur dimotivasi sebuah strategi untuk mendapatkan rahmat dan karunia lebih banyak lagi, sebagaimana pemahaman secara literal ayat: “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih” (QS. Ibrahim/14: 7).

Tahmid betul-betul tidak terikat dan tidak terpengaruh dengan harapan-harapan lain selain kepasrahan penuh kepada Allah subhanahu wata’ala. Pujian yang dilakukan sama sekali bukan karena ada keinginan mendapatkan peluang baru yang konotasinya bersifat fisik-materi, melainkan tahmid sudah selesai dengan penyerahan diri yang bersangkutan secara total kepada Allah subhanahu wata’ala.

Namun, di sisi lain, kalangan ulama lebih mengedepankan syukur daripada tahmid karena inti ajaran Islam tidak hanya untuk mewujudkan kesalehan individual, tetapi juga kesalehan spiritual. Dalam perspektif itu, tentu syukur lebih strategis untuk pengembangan umat ke depan.

Bersyukur di dalam Al-Qur’an terdapat dua istilah, yaitu syukur dan syakur. Yang pertama masih menyadari akan kebaikan yang pernah dan yang akan dilakukan. Akan tetapi, syakur sudah melewati fase itu karena perbuatan baik adalah sudah menjadi karakter dan kebiasaan atau dalam istilah
manajemen disebut sudah menjadi habit.

Syukur banyak ditemukan di dalam masyarakat, tetapi syakur sudah langka, seperti digambarkan dalam ayat: “Para jin itu membuat untuk
Sulaiman apa yang dikehendakinya dari gedung-gedung yang tinggi dan patung-patung dan piring-piring yang (besarnya) seperti kolam dan periuk yang tetap (berada di atas tungku). Bekerjalah hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). Dan, sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang berterima kasih” (QS. Saba/34:13). © (***/goes)

Related posts

Program ‘Hikmah’ di Masjid Istiqlal Jakarta, MENGENAL LAKI-LAKI & PEREMPUAN dalam Islam

Goresan Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta, UNCONDITIONAL LOVE (Cinta Ilahi)

Di Program Hikmah Masjid Istiqlal Jakarta, DR. ABDUL ROSYID TEGUHDIN M.PD Ulas Dua Karakteristik Umat Islam