Di Ambhara Hotel Jaksel, PIEC Gelar Diskusi ‘Problem Islamophobia: Latar Belakang Sejarah & Solusi Mengatasinya’

JAKARTA (POSBERITAKOTA) –  Paramadina Institute of Ethics and Civilization (PIEC) bekerjasama dengan Yayasan Persada Hati dan Maha Indonesia, Rabu (28/8/2024) kemarin menggelar diskusi dengan tema : ‘Problem Islamophobia: Latar Belakang Sejarah dan Solusi Mengatasinya’, bertempat dan dilaksanakan secara luring di Ambhara Hotel, Jakarta Selatan. 

Dikentarai banyak munculnya ketidak-sukaan atau prasangka buruk terhadap Islam atau Muslim, khususnya sebagai kekuatan politik, Kemudian ketakutan yang tidak rasional, permusuhan atau prasangka terhadap Islam atau Muslim. Nah, sentimen seperti itu terkadang diungkapkan melalui stereotip yang menggambarkan Muslim sebagai ancaman geopolitik atau sumber terorisme .

Pandangan tersebut di atas disampaikan Dian Wirengjurit, Mantan Duta Besar RI untuk Iran yang juga dikenal sebagai Analis Geopolitik dan Hubungan Internasional.

Dalam diskusi tersebut, Dian pun mengutip Muis dan Immerzeel bahwa sayap kanan radikal telah difokuskan pada partai politik, pemilihan umum dan perilaku electoral dengan sedikit perhatian pada lingkungan non-partisan dan fenomena budaya yang mengelilingi keberhasilan partai radikal.

Sedangkan Pipip A. Rifai Hasan selaku Ketua PIEC memaparkan bahwa Islamofobia merupakan ketakutan yang tidak rasional, kebencian atau diskriminasi terhadap Islam atau orang-orang yang mempraktikkan Islam.

“Seperti diketahui bersama bahwa Islamofobia ini mulai kembali meningkat di Eropa dan AS. Bahkan sentimen mengenai ini telah masuk dalam kebijakan mantan Presiden AS Donald Trump dan Mantan Kanselir Austria Sebastian Kurz,” urai Pipip

Masih menurut Pipip bahwa peningkatan Islamophobia akhir-akhir ini,  justru sejalan dengan lonjakan pengungsi yang datang dari berbagai negara Arab. Sebut saja terutama dari Palestina, Suriah, Irak, Libya dan berbagai negara Afrika yang mencari perlindungan dari konflik bersenjata.

Secara terbuka Pipip pun melihat ada informasi palsu yang dengan cepat menyebar menyatakan bahwa pelakunya adalah seorang imigran Muslim, sehingga menimbulkan kemarahan bagi kelompok ekstrem kanan.

“Meski begitu, Islamophobia tidak akan menyelesaikan masalah. Makanya Muslim dan non Muslim perlu mencari solusi yang menguntungkan kedua belah pihak yang berkonflik dengan tujuan untuk menciptakan kehidupan yang menjamin keadilan dan kerukunan bersama” harapnya.

Islamofobia hanya mungkin dihilangkan atau dikurangi jika terjadi dialog dan kerjasama antar berbagai agama dan peradaban dunia. Di mana muslim dan non-muslim harus saling memahami, menghargai dan bekerja sama untuk menciptakan perdamaian dunia dan membangun masa depan yang lebih baik.

“Hal ini sangat penting bagi umat beragama dan berbangsa untuk menanamkan sikap rendah hati dan tidak menganggap agama serta peradabannya lebih unggul dari yang lain. Dengan demikian, dunia akan menjadi tempat yang lebih toleran dan damai bagi seluruh masyarakat di dunia” tutup Pipip. © REL/AGUS SANTOSA

Related posts

Sambil Bawa Bantuan, KAPOLRI Tinjau Posko di Pengungsian Erupsi Gunung Lewotobi NTT

Upgrade Skill Hingga Mancanegara, DR AYU WIDYANINGRUM Raih Penghargaan Bergengsi ‘Beautypreneur Award 2024’

Setelah Buka di Paris, RAFFI AHMAD Bikin Cabang Restoran ‘LE NUSA’ di Jakarta