OLEH : SUGIYANTO (SGY) – EMIK
PEMILIHAN Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta akan memasuki babak akhir. Pada 27 November 2024, akan digelar Pilkada serentak di seluruh Indonesia, termasuk di Jakarta untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur. Dalam Pilgub Jakarta kali ini, terdapat tiga pasangan calon yang akan bertarung memperebutkan kursi nomor satu di Ibu Kota.
Ketiga pasangan tersebut adalah, Pramono Anung – Rano Karno, yang diusung oleh PDIP dan Hanura. Ridwan Kamil (RK) – Suswono (RIDO), yang diusung oleh koalisi besar 13 partai, termasuk Golkar, Gerindra, dan PKS. Dharma Pongrekun – Kun Wardana, yang maju melalui jalur independen.
Dalam kontestasi Pilkada ini, persaingan sengit diperkirakan terjadi antara pasangan nomor urut satu, Ridwan Kamil – Suswono (RIDO) dan pasangan nomor urut tiga, Pramono Anung – Rano Karno. Kondisi ini tak lepas dari adu strategi antara dua tokoh kunci yang mengatur kampanye masing-masing, yaitu Prasetyo Edi Marsudi dan Ahmad Riza Patria.
Ahmad Riza Patria merupakan Ketua Tim Sukses dari koalisi 13 partai pendukung Ridwan Kamil – Suswono. Dengan jaringan politik yang luas, Riza memainkan peran penting dalam menggerakkan dukungan dari partai-partai besar untuk menguatkan posisi RK-Suswono.
Sementara itu, Prasetyo Edi Marsudi, meskipun bukan Ketua Tim Sukses Pramono Anung – Rano Karno, menjabat sebagai Ketua Harian Tim Pemenangan. Dengan pengalaman dan posisi strategisnya di PDIP, Prasetyo memegang kendali dalam merumuskan taktik dan strategi untuk memenangkan pasangan Pramono-Rano.
Hasil survei terbaru dari Litbang Kompas, yang dilakukan pada 20-25 Oktober 2024, menunjukkan persaingan ketat antara kedua pasangan ini. Pramono Anung – Rano Karno unggul tipis dengan elektabilitas 38,3 persen, sementara Ridwan Kamil – Suswono berada di posisi kedua dengan 34,6 persen. Pasangan independen Dharma Pongrekun – Kun Wardana berada jauh di belakang dengan elektabilitas hanya 3,3 persen.
Dengan waktu tersisa hanya 15 hari menuju hari pemilihan, masih terbuka peluang bagi kedua tim sukses untuk melakukan manuver-manuver strategis guna meningkatkan elektabilitas pasangan yang didukung. Pertanyaannya, strategi siapakah yang lebih unggul: Prasetyo atau Riza?
Menentukan siapa yang lebih unggul antara Prasetyo Edi Marsudi dan Ahmad Riza Patria bukanlah hal yang mudah. Kedua tokoh ini memiliki pengalaman politik yang mumpuni serta jaringan yang luas. Meski hasil survei menunjukkan keunggulan tipis bagi Pramono-Rano, masih ada waktu yang cukup untuk mengubah peta dukungan.
Riza Patria mungkin akan mengandalkan kekuatan koalisi partai-partai besar dan mesin politik yang solid, terutama kekuatan mesin partai PKS yang dikenal sangat terorganisir. Di sisi lain, Prasetyo Edi Marsudi dapat memanfaatkan kekuatan PDIP sebagai partai dengan basis massa yang kuat di Jakarta, ditambah dengan popularitas Rano Karno yang sudah dikenal luas oleh masyarakat sebagai tokoh publik dan artis senior.
Namun, dalam politik, segala sesuatu bisa berubah dalam hitungan hari, bahkan detik. Strategi yang matang dan eksekusi kampanye yang tepat bisa menentukan hasil akhir. Oleh karena itu, prediksi siapa yang lebih unggul antara Prasetyo Edi Marsudi dan Ahmad Riza Patria masih sulit ditebak hingga saat ini.
Pada akhirnya, siapa pun pemenangnya, masyarakat Jakarta diharapkan dapat menerima hasil Pilkada dengan dewasa dan tetap menjunjung tinggi prinsip Pemilu yang Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adil. Masyarakat Jakarta menginginkan Pilkada yang aman dan damai, dengan tujuan akhir untuk kemajuan dan kebaikan bersama.
Sebagai penutup, saya ingin menegaskan bahwa ini adalah kali pertama saya menulis artikel tentang Pilkada Jakarta, karena saya lebih memilih untuk bersikap netral. Artinya, saya tidak berpihak dan akan mendukung siapa pun pemenang dalam Pilkada Jakarta pada 27 November 2024. Harapannya, Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih nantinya akan mampu mengatasi berbagai masalah kompleks di Jakarta serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat Jakarta. ® [***/goes]
(PENULIS : SUGIYANTO (SGY) – EMIK adalah Pemerhati Bidang Politik & Pengamat Kebijakan Publik, kini tinggal di Jakarta)