OLEH : PROF DR KH AHMAD THIB RAYA MA
DALAM kehidupannya di dunia ini, manusia selalu mengalami dua keadaan yang berlawanan, yaitu senang dan susah, alam kehidupannya di dunia ini, manusia selalu mengalami mudah dan sulit, bahagia dan menderita, ada dan tidak ada, kaya dan miskin serta segala hal lainnya yang selalu berpasangan.
Antara kedua keadaan itu terasa tidak punya batas. Di saat orang senang, di saat itu pula ia susah, di saat ia gembira di saat pula ia sedih. Saat tertentu orang menerima nikmat yang menyenangkan, dan pada saat itu pula ia mendapat musibah, yang ia sangat tidak senang. Kedaan demikian selalu dialami oleh setiap manusia dalami. kehidupannya.
Manusia dalam kehidupannya di dunia ini tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain. Setiap manusia hidup bersama dengan sudara – saudaranya yang lain. Ditengah – tengah orang miskin ada orang kaya, dan di tengah-tengah orang kaya ada yang miskin. Ditengah – tengah orang yang senang ada orang – orang yang susah, dan ditengah-tengah orang yang susah ada orang yang senang. Demikian seterusnya kehidupan manusia ini.
Manusia dalam kehidupannya dengan kondisi yang bermacam – macam itu harus memiliki sikap membantu dan menolong orang lain yang tidak mampu agar mereka menjalani kehidupan ini dengan kehidupan yang menyenangkan seperti yang dialami oleh mereka selalu mendapat kesenangan. Kata
Rasulullah SAW ;
عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ، يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «تَرَى
تراجمهم وتوادهم وتعاطفهم، كمثل الجَسَدِ إِذا اشْتَكَى عُضُوا تَنَاعَى
له سائر جسده بالشهر والحمى». رواه البخاري
Artinya: “Perhatikanlah orang – orang yang beriman dalam kasih sayang, kecintaan, kepekaannya terhadap sesamanya, bagaikan sekujur badan. Apabila salah satu dari anggota badannya merasa sakit, maka seluruhnya badannya akan merasa sakit pula” (HR. Bukhari).
Oleh sebab itu, Islam memandang bahwa ikut berduka kepada yang terkena musibah dan membantu mereka yang mengalami musibah adalah sebuah kebajikan dan merupakan salah satu akhlak terpuji. Sikap turut berduka cita diistilahkan oleh Islam dengan istilah al-muwasah, sedangkan membantu orang yang tertimpa musibah disebut sadakah.
Kedua istilah ini sama-sama mengandung makna memberi sesuatu kepada orang lain, baik yang berbentuk materia maupun non-materi, hanya saja ada perbedaan penekanan maknanya. Al-Muwasah memiliki makna “menghibur, melipur, memperbaiki, dan mengobati”.
Orang-orang yang terkena musibah adalah orang – orang yang sedang mengalami sakit, orang yang sedang mengalami kesedihan, dan orang-orang yang sedang menjalani kondisi yang tidak baik, dan orang-orang yang sedang mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan.
Mereka yang dalam keadaan demikian tidak boleh dibiarkan mengalami hal itu terus. Dalam hal inilah seseorang harus ikut berduka itu atas musibah, sakit, dan hal-hal yang tidak menyenangkan yang dialami orang lain. Keikutsertaan seseorang di dalam meringankan hati saudaranya yang sedang mengalamai musibah itu yang disebut al-musawah, yaitu memberikan hiburan atas duka yang dideritanya, memperbaiki suasana yang dialaminya, dan mengobati hati seseorang yang sakit dan sedih atas musibah yang dialaminya.
Sadakah mengandung makna pemberian yang diberikan oleh seseorang kepada saudaranya untuk membantu memberdayakan diri mereka sehingga mereka mampu menjalani kehidupannya dengan baik. Sadakah adalah sebuah kebajikan yang luar biasa yang disampaikan oleh seseorang kepada mereka yang tidak mampu, kepada mereka yang membutuhkan, dan
kepada mereka yang tidak memiliki kecukupan di dalam hidup.
Baik al-muwasah maupun sadakah sama-sama merupakan pemberian dari seseorang yang memiliki kelebihan kepada orang lain yang memiliki kekurangan, baik kekurangan dalam bentuk materi, maupun kekurangan dalam bentuk non-materi.
Oleh sebab itu, pemberian sesuatu kepada orang lain dalam sikap al-muwasah atau sedekah itu tidak harus dalam bentuk materi, tetapi juga dalam bentuk non-materi. Pemberian itu diwujudkan dalam bentuk materi, seperti makanan, minuman, dan pakaian, memanfaatkan jabatan untuk membantu orang lain yang membutuhkan, memberi nasihat, memberikan jasa kepada orang, mendoakan, memohonkan ampun, turut merasakan kesusahan orang lain, menghibur, menghilangkan keresahan dan kegundahan, menyenangkan dan membahagiakan orang lain.
Al-Muwasah dan bersadakah dapat diartikan dengan memberi dan mengulurkan tangan untuk orang-orang yang sedang mengalami kekurangan dan kelemahan, baik kekurangan dan kelemahan yang bersifat material maupun kekurangan dan kelemahan yang bersifat non – material sehingga mereka dapat berada dalam kondisi yang lebih baik dari sebelumnya.
Kekurangan dan kelemahan itu mencakup segala kondisi dan
keadaan yang menyebabkan mereka tidak berada dalam kondisi normal. Al-Muwasah dan bersadakah adalah sifat yang sangat terpuji, dan merupakan salah satu akhlak yang mulia. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memiliki akhlak yang sangat dalam hal ini. ® (Bersambung/goes )
(Penceramah : Prof Dr KH Ahmad Thib Raya MA adalah Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Direktur Pendidikan Kader Ulama Masjid Istiqlal Jakarta)