Program ‘Hikmah’ di Masjid Istiqlal Jakarta, MERAMU IKHLAS dari Wafatnya Orang yang Terkasih

OLEH : NURUL FAJRIAH

AJAL atau akrab kita sebut dengan kematian hakikatnya pasti dijumpai oleh seluruh makhluk hidup di dunia. Di dalam Al-Qur’an, beberapa kali Allah subhanahu wata’ala menerangkan dalam firman-Nya, bahwasanya ajal merupakan bagian dari ketentuan-Nya yang tiada satu makhluk pun dapat menunda ataupun mempercepat kedatangannya. Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-A’raf
ayat 34:
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةٌ وَلَا
يَسْتَقْدِمُونَ )
Artinya: “Setiap umat mempunyai ajal (batas waktu). Jika ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan sesaat pun dan tidak dapat (pula) meminta percepatan“.

Meski peringatan di atas sudah sering kita dengar, namun sejatinya tetap saja, kita tidak pernah benar-benar siap menghadapi perpisahan karena kematian. Karena pada saat itu, rasanya tiada beban lain yang lebih berat untuk dipikul. Berselimut tangis juga kepiluan yang menguras tenaga, ragam proses tetap harus kita upayakan demi ‘meramu’ bait-bait keikhlasan, sehingga lebih lapang hati dan jiwa kita dalam menerima segala ketetapan-Nya.

Dalam pentas kehidupan ini, bukan hanya kita ternyata yang berduka karena perpisahan bersama orang terkasih. Manusia pilihan-Nya yang paling mulia, Rasulullah shallallahualaihi wasallam, juga pernah mengecap duka semasa hidupnya.

Mulai dari kehilangan istri tercintanya, ummul mukminin Khadijah radhiallahu anha, sampai paman yang selalu membelanya, Abu Thalib, hingga akhirnya peristiwa tersebut dikenal sebagai tahun dukacita atau ‘amul hazn.

Maha kuasa Allah subhanahu wata’ala yang hanya kepada-Nya kita dapat memohon, berserah diri serta menggantungkan segala takdir kehidupan. Sejatinya seluruh yang ada di langit dan bumi ini milik Allah subhanahu wata’ala, dan hanya kepada-Nya kita akan dikembalikan. Di dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 156, Allah subhanahu wata’ala berfirman:
609
… قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
Artinya : “Mereka berkata Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un (sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali)”.

Pada kalimat istirja (inna lillahi wa inna ilaihi raji’un) tersebut, perlahan kita bisa mulai memahami bahwasanya dunia ini hanyalah tempat persinggahan untuk menuju dan kembali kepada-Nya. Sehingga pada setiap duka yang dialami di dunia, semoga tidak sampai menjadikan kita berputus asa.

Karena dalam firman-Nya, Allah subhanahu wata’ala menerangkan, nantinya kita dapat kembali dikumpulkan bersama orang terkasih di tempat-Nya yang terbaik, di dalam syurga-Nya, apabila kita termasuk hamba-Nya yang beriman.

Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam Al-Qur’an surat Ath-Thur ayat 21:
وَالَّذِينَ ءَامَنُوا وَاتَّبَعَهُمْ ذُرِّيَّتُهُم بِإِيمَن أَلحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا
التنهُم مِّنْ عَمَلِهِم مِّن شَيْءٍ كُلُّ أَمْرِي بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ ()

Artinya : “Dan orang-orang yang beriman, beserta anak cucu mereka yang mengikuti mereka dalam keimanan, Kami pertemukan mereka dengan anak cucu mereka (di dalam surga) dan Kami tidak mengurangi sedikit pun pahala amal (kebajikan) mereka. Setiap orang terikat dengan apa yang dikerjakannya”.

Semoga Allah subhanahu wata’ala senantiasa melapangkan hati kita yang sedang terus berupaya ikhlas dalam menerima setiap bait kehendak-Nya, dan dengan taufik serta kemaha-bijaksanaan-Nya, Allah subhanahu wata’ala berkenan untuk kembali mempersatukan kita bersama orang-orang yang tercinta.

Mahasuci Allah yang menguasai (segala) kerajaan, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan, Dia Mahaperkasa, Maha Pengampun.” (QS. Al-Mulk: 1-2). A ® (***/goes)

Related posts

Kajian Jumat Pilihan di Masjid Istiqlal Jakarta, AKHLAK Terhadap yang Lemah & Susah

Goresan Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta, MAKNA ESOTERIS Kumandang Adzan

KKN di Rumah Ibadah, UNIVERSITAS IBNU CHALDUN JAKARTA Bikin Seminar Tema ‘Manajemen Keuangan Masjid’