Pemerhati THM, S TETE MARTADILAGA Minta Pemprov DKI Agar Data & Kaji Ulang Surat Izin Tempat Hiburan Malam di Gedung Bertingkat

JAKARTA (POSBERITAKOTA) – Pemerhati Tempat Hiburan Malam (THM), S Tete Marthadilaga, meminta agar Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta untuk memperketat surat izin tempat hiburan malam yang menempati gedung bertingkat lebih dari tiga lantai. Keberadaan THM yang dimaksud sejatinya sudah ada regulasi dan harus memiliki izin khusus guna memenuhi standar keselamatan tertentu.

Musibah kebakaran seperti di THM Diskotik dan Karaoke Tiara (sebelumnya bernama Golden Crown) yang menempati beberapa lantai, patut menjadi pusat perhatian kedepannya. Dimana menempati lantai 6, 7, 8 dan 9 terbakar, di Gedung Glodok Plaza Tamansari Jakarta Barat dan karena sudah kesekian kalinya terjadi di tempat hiburan. Bahkan korban pun bukan saja berbentuk materiil, tetapi juga tidak sedikit korban jiwa melayang akibat terjadinya kebakaran.

Dikatakan Mastete, begitulah panggilan akrabnya, bahwa perlindungan hukum dan keselamatan kerja bagi karyawan THM di Jakarta dan sekitarnya, terlebih menyangkut kesejahteraan, masih jauh panggang dari api. Padahal, pekerja THM sangat berat karena jam kerja pada malam hari hingga dinihari serta berisiko terhadap kecelakaan kerja seperti kebakaran, kecelakaan, penyakit akibat kerja semisal gangguan pendengaran, kekerasan atau perkelahian dan keracunan alkohol atau zat-zat berbahaya lainnya.

“Jika melihat risiko pekerja THM yang rentan terhadap PHK dan di rumahkan, maka ada baiknya apabila pengelola tempat hiburan sudah selayaknya memikirkan nasib para karyawannya agar didaftarkan keprogram asuransi seperti Asuransi Kecelakaan Kerja (AKK), Asuransi Kesehatan, Asuransi Jiwa dan Asuransi Penghasilan (apabila mengalami cidera),” tegas mantan wartawan senior Pos Kota kepada POSBERITAKOTA, Minggu (19/1/2025) malam.

Masih menurut Mastete lebih lanjut, demikian pula dengan program perlindungan seperti program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (Jamsostek), program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan program Perlindungan Karyawan (PPK), seyogyanya tidak boleh diabaikan kalangan pengusaha hiburan di Jakarta.

Dalam pandangan Mastete, seharusnya tempat hiburan baik itu diskotik, karaoke maupun Spa dan sejenisnya yang menempati gedung di atas 3 lantai, harus memenuhi syarat seperti memiliki sistem proteksi kebakaran. Sebut saja seperti sprinkler, detektor asap, jalan keluar darurat dan tangga darurat, pemadam kebakaran portable, sistem pencahayaan darurat, pelatihan keselamatan kerja untuk karyawan, pemasangan tanda keselamatan dan peringatan dan pengawasan keselamatan kerja secara berkala. Termasuk jalur evakuasi di tempat hiburan tersebut benar-benar harus jelas dan mudah dipahami baik karyawan maupun pengunjung.

Guna mencegah agar kebakaran di tempat hiburan malam tidak terulang, Mastete menegaskan agar Pemprov DKI, utamanya pada pemerintahan pasangan Gubernur terpilih Pramono Anung dan Rano Karno, untuk mendata ulang tempat hiburan malam atau sektor usaha industri wisata yang berada di Jakarta. Juga mengkaji ulang surat izinnya. Begitu halnya penerbitan surat izin usaha hiburan yang berada di gedung bertingkat agar lebih ketat dan selektif.

“Pemprov DKI tidak perlu ragu, karena ini menyangkut hidup matinya manusia. Lagi pula sudah ada aturan hukumnya. Ada Perda dan lainnya. Bagi yang belum lengkap dibina agar melengkapi surat perizinannya. Bagi yang tidak patuh dan membandel, harus tegas tutup saja usahanya,” pintanya, lagi.

Karena menyangkut surat perizinan bukan saja DKI yang mengeluarkan tetapi masih ada instansi lainnya. Regulasi yang relevan meliputi; Peraturan Pemerintah No. 36/2009 tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja, Peraturan Pemerintah No. 43/2014 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 36/2009 dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 24/PRT/M/2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Bangunan Gedung serta Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 5/2020 tentang Perlindungan Karyawan.

Ditambahkan Mastete bahwa surat izin yang harus dimiliki pengelola THM di antaranya untuk Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dari Pemerintah Daerah, Izin Operasional dari Dinas Kesehatan, Izin Keselamatan Kerja dari Dinas Tenaga Kerja, Izin Penggunaan Bangunan (IPB) dari Pemerintah Daerah, Sertifikat Laik Fungsi (SLF) dari Dinas Pekerjaan Umum. Belum lagi surat izin operasional usaha industrI pariwisata, izin keramaian dari Kepolisian, Bea dan Cukai dan lainnya, termasuk makanan dan minuman beralkohol atau Miras.

“Karena itulah, data ulang dan kaji ulang, karena sekaligus bisa menertibkan surat perizinannya. Semua ini dilakukan semata agar usaha industri pariwisata bisa sustainable atau berkelanjutan untuk kelangsungan usaha ke depannya. Kalau surat izin lengkap, pengusaha tenang, karyawan aman dan pengunjung pun nyaman,“ tegasnya.

Selain harus melengkapi syarat-syarat mendirikan usaha industri pariwisata, pengelola juga dituntut untuk memberikan fasilitas dan service seperti service pelayanan, musik, security, temperature, makanan, minuman, parkir dan lainnya.

Namun dari sekian surat izin sebagai persyaratan, tentu tidak harus semuanya. Sedangkan yang baku harus ada. Lebih lengkap malah lebih baik, agar tidak dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu. Sementara bagi THM yang tidak melengkapi surat izin bisa dikenakan sanksi penutupan tempat usaha, denda administrative, pidana penjara (maksimal 5 tahun) dan pidana denda (maksimal Rp 100 juta). © RED/AGUS SANTOSA

Related posts

Di Kampung Poncol Jakasetia Bekasi, HI Bareng Artis Ardhito Pramono Salurkan Sembako & Makanan Siap Saji ke Korban Banjir

Gelar Program ‘Tadarus Satu Jam Ngaji Bersama Polisi’, POLDA METRO JAYA Ajak Warga Mau Ikut Memakmurkan Masjid

Ke ASN Pemprov DKI, GUBERNUR PRAMONO ANUNG Siap Menindak Tegas Jika Pakai Mobil Dinas Operasional untuk Mudik Lebaran