Antara Sepakbola & Politik : KETIKA Pilihan Bangsa Tidak Sebesar Jumlah Penduduknya

OLEH : MANGESTI WALUYO SEDJATI

INDONESIA adalah negeri dengan lebih dari 270 juta penduduk—populasi keempat terbesar di dunia. Namun ironisnya, dalam urusan sepak bola, kita masih sering harus mengimpor bakat dari Belanda untuk memperkuat Tim Nasional (Timnas).

Kritik dari pelatih Timnas Bahrain, Dragan Talajic, bukan tanpa alasan: “Kalian punya 300 juta penduduk tapi datangkan pemain dari Belanda.”

Komentar itu menyentil realitas pahit: krisis sistem pembinaan, kegagalan tata kelola olahraga, dan minimnya keberpihakan terhadap talenta lokal.

Tapi yang lebih menyakitkan, ironi itu ternyata tidak hanya terjadi di lapangan hijau.

Netizen merespons dengan satire yang lebih menohok: “Iya, Mas Dragan. Lucu ya? Sama, dari ratusan juta orang, kami cari wapres aja dapetnya Gibran.”

Ini bukan sekadar guyonan receh. Ini kritik telak terhadap sistem politik kita yang tak kalah bermasalah. Ditengah jutaan anak muda cerdas, akademisi, aktivis, dan tokoh-tokoh bangsa, pilihan calon wakil presiden justru jatuh pada figur yang diwarnai oleh praktik nepotisme dan dinasti politik.

Dari sepak bola ke politik, masalahnya satu: kita kekurangan sistem, bukan kekurangan orang. Indonesia tidak defisit talenta, kita defisit keberanian untuk adil, terbuka, dan meritokratis.

Karena itu, selama kita terus menjadikan kekuasaan sebagai warisan, bukan amanah; dan prestasi sebagai hasil koneksi, bukan kompetensi—maka dari ratusan juta rakyat, pilihan kita akan terus terbatas pada yang itu-itu saja. (***/goes)

(Penulis : Mangesti Waluyo Sedjati adalah Ketua Majelis Ilmu Baitul Izzah, tinggal di Sidoarjo, Jawa Timur)

Related posts

Sebuah Renungan, ‘MENJAGA BANGSA – Negara & Rakyat Indonesia’

Mengganggu Presiden Prabowo, BUKA JALAN SIMALAKAMA : Ancaman Bagi Keberlanjutan Pemerintahan

Patut Jadi Renungan, APAKAH ISLAM Masih Ada…?