JAKARTA (POSBERITAKOTA) □ The Beat of Jakarta adalah sumbangsih Mahagenta dalam 26 tahun perjalanannya. Pergelaran dalam bentuk drama musikal tersebut, diadakan untuk memperingati Kota Jakarta ke-495 tahun. Sebanyak 20 aransement musik dan lagu bakal dimainkan dengan padat nuansa yang beragam.
Karenanya, konser tersebut menjadi hal yang menarik untuk ditonton hingga akhir pertunjukkan. Bahkan penonton pun siap dimanjakan oleh beberapa suasana dari masa lampau yang mengingatkan kita kepada para leluhur, saat dulu meramu bebunyian khas dari Tanah Nusantara untuk berbagai keperluan ritual, upacara dan seterusnya. Perpaduan alat musik tradisional dan konvensional menegaskan bahwa Jakarta merupakan sebuah Kota Kolaborasi.
Bertahan sejak berdiri tahun 1996 hingga saat ini, membutuhkan energi dan komitmen yang cukup kuat mengingat musik yang digeluti Mahagenta bukanlah musik yang berada dijalur konvensional. Pemerhati genre World Music memang masih dalam kategori ‘segmented’, namun eksistensinya tak perlu diragukan lagi. Tentu dengan puluhan awak musisi yang juga dari berbagai daerah di Indonesia.
Pada Rabu 22 Juni 2022 besok di Taman Ismail Marzuki (TIM), Cikini Raya, Mahagenta siap menggelar beberapa karya aransement terbaiknya. Dimana banyak menginspirasi kelompok musik lain untuk mengeksplorasi seni pertunjukkan yang berbasis kepada kekayaan Budaya Nusantara. Dan, oleh Mahagenta keperluan tersebut menjadi berkembang yaitu musik menjadi salah satu jembatan interaksi sosial dari satu masa ke masa yang lainnya. Dari satu generasi ke generasi lainnya dan bahkan dari satu tempat ke tempat yang satunya.
Paduan alat musik saling mengikat kuat atas perbedaan tune, timbre , organologi – tentunya dengan dasar pembuatan aransement yang ramah lingkungan alias mempertimbangkan telinga penonton. Sebut saja sebuah lagu yang berjudul “ Menari-nari“ yang dinyanyikan oleh Dedeh, Ita dan Anda justru memiliki keunikan. Karena, ketukannya tidak lazim terdengar di kebanyakan musik umumnya. Pada bagian lagu terdapat ketukan 7/8, pada bagian Bridge 3/8 , kemudian refrain 11/8. Namun lagu tersebut bagi telinga awam tetap nyaman terdengar namun cukup memilki tingkat kesulitan musikalitas .
Selanjutnya, pada Lagu “ Hujan Gerimis “ dinyanyikan dengan apik oleh Nina sebagai tokoh utama dalam lagu tersebut. Nina pun digambarkan bagai seorang yang berdiri di perempatan jalan yang akan menentukan perjalanan kisah cintanya. Hanya saja pada setiap persimpangan tersebut hanya menemukan 1 orang yang kelak akan menjadi kekasih bagi cinta sejatinya.
Oleh karenanya, Mahagenta bisa dikatakan sebagai kelompok yang mampu merangkum pengalaman dan fakta ke dalam suatu bentuk tulisan musik yang direalisasikan di atas panggung. Bahkan dengan kemasan musik yang disajikan Mahagenta membuat anggapan beberapa generasi muda menjadi keliru, dimana musik tradisional tidak lagi relevan dengan mereka yang meminati musik pop.
Buktinya lebih dari separuh musisi Mahagenta terdiri dari anak muda yang sarat pengalaman. Membuat segala sesuatunya menjadi lebih energik, dinamis, kekinian dan up date. Persoalan beberapa pakem adalah persoalan estetika yang tetap dipegang teguh oleh Mahagenta. Penasaran? Datang dan tonton saja ke Konser Tunggal Mahagenta The Beat of Jakarta, Rabu (22/6/2022) malam besok di Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta. □ RED/AGUS SANTOSA