JAKARTA (POSBERITAKOTA) □ Menarilah! Sebagai bentuk ungkapan rasa. Namun tidak terhenti pada gerak. Gerak yang hanya diberi arti dari sudut estetikanya. Melainkan diteruskan ke tahap pemikiran. Tari menjadi filsafat. Dan, menari sesungguhnya sedang meniti rasa, menjalani pencarian dan penemuan tentang jati diri.
Inilah jejak tari “Serampang Duabelas.” Tarian bermaknawi yang dipersembahkan oleh sekitar 40 pasang penari, berasal dari berbagai sanggar di Jakarta, Sumatera Utara, Riau dan juga Yogyakarta.
Mereka tampil meronggeng dalam “Festival Tari Serampang Duabelas se-Nusantara Ke-VIII.” Digelar secara off-line dan virtual, dari Anjungan Sumatera Utara, Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta, Selasa – Rabu, 23 dan 24 Agustus 2022 beberapa waktu lalu.
“Tari Serampang Duabelas adalah anak kandung dari kesenian ronggeng Melayu, yang berkembang di Sumatera Timur (kini Sumatera Utara),” ujar seniman Melayu Tatan Daniel kepada penggiat budaya Eddie Karsito, di Sanggar Humaniora, Kota Bekasi, Senin (29/08/2022).
Penyelenggaraan Festival Tari Serampang Duabelas, lanjut Tatan, bersifat esensial dan fundamental. Jenis tari yang menjadi salah satu warisan budaya Melayu ini pernah mewarnai semangat kebangsaan Republik Indonesia, dan dirayakan di berbagai kota dunia.
“Amanat pemberian anugerah itu jelas. Seni tradisi orang Melayu ini harus dirawat dan menjadi tanggung jawab semua pihak. Di semua tingkatan, baik Pemerintah maupun masyarakat,” tuturnya, penuh semangat.
Sedangkan pada perhelatan seni budaya tersebut, Tatan Daniel menjadi salah satu juri. Dua Dewan Juri lainnya terdiri dari Retno Ayumi dan Wiwiek Sipala.
“Pola penjurian menggunakan lima kriteria; rukun, rentak, rasa, resam, dan rias busana, yang disebutkan Retno Ayumi, selaku Ketua Dewan Juri, sebagai ruh dari penyajian tari Melayu,” ujar Pendiri Sanggar Laras, Kisaran Asahan, Sumatera Utara ini.
Sayembara Tari Serampang Duabelas secara nasional pertama kali diselenggarakan justru di Surabaya, tahun 1959. Lalu, yang kedua di Jakarta. Dan yang ketiga di Medan, pada tahun 1963.
Pada tahun 2012, Anjungan Sumatera Utara di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), pernah juga menyelenggarakan Sayembara Tari Serampang Duabelas ini. Sebuah even langka: Serampang 12-12-12. Pemecahan rekor menarikan Serampang Duabelas oleh 12 pasang penari, diiringi 12 pegendang. Berlangsung selama 12 jam, dari pukul 12 siang hingga pukul 12 malam, di tanggal 12 bulan 12 tahun 2012.
“Acara ini mendapat sambutan kuat yang datang bergelombang dari berbagai pihak. Maka, digelarlah Festival Tari Serampang Duabelas se-Nusantara yang pertama di Anjungan Sumatera Utara TMII,” ujar seniman yang pernah menjabat sebagai Kepala Anjungan Sumatera Utara TMII ini.
Festival kemudian berlanjut menjadi event tahunan. Melibatkan banyak seniman tari, sanggar, dan perguruan tinggi. Tidak hanya dari Jakarta, tapi dari berbagai daerah di Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta dan daerah lainnya.
“Kemudian berkembang luas menjadi rujukan, tolok ukur, model, ruang ekspresi yang bermarwah. Dilaksanakan secara gotong-royong. Menjadi orientasi semangat kreatif ratusan sanggar tari dari berbagai penjuru negeri,” terang Tatan.
Dari sekian banyak tari tradisi di negeri ini, terang Tatan, hanya Tari Serampang Duabelas yang memperoleh 3 (tiga) kehormatan.
Pertama, tari Serampang Duabelas, ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia (2014). Kedua, penggubahnya, Guru Sauti, memperoleh Anugerah Maestro Seni Tradisi (2015). Ketiga penghargaan itu dianugerahkan secara resmi oleh Negara, melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Tari Serampang Duabelas ini adalah khazanah seni masyarakat Melayu, yang mengandung pesan kuat tentang nilai-nilai dan adab budaya. Karena itu, kata Tatan, upaya terus menghidupkannya menjadi kewajiban semua pihak.
Ia lahir dan pertama kali ditampilkan bahkan sebelum Indonesia merdeka, di tahun 1938. Berawal dari Perbaungan, ibukota Kesultanan Serdang pada masa itu. Tari yang indah itu kemudian memeriahkan panggung seni di berbagai kota di Indonesia.
“Bahkan hingga hari ini ia masih diajarkan dan dipentaskan di negara Malaysia, Singapura, dan Brunei,” ujar penulis buku kumpulan sajak ‘Pada Suatu Hari yang Panjang’ ini.
Pada masa Bung Karno, ujar Tatan, puluhan seniman yang dipimpin Guru Sauti, serta Tok Udin sebagai penabuh gendang Melayu, dikirim oleh negara melawat dan tampil di kota-kota besar dunia, ke Beijing, Moskowa, dan kota-kota di Eropa. Mereka diutus dalam rangka diplomasi budaya mengenalkan Republik Indonesia yang baru merdeka.
“Bung Karno pulalah yang mencanangkan tari yang berasaskan resam Melayu yang kuat ini menjadi salah satu tari nasional, yang kemudian diajarkan di seluruh sekolah di Indonesia,” ungkap Tatan.
Dewan Juri “Festival Tari Serampang Duabelas se-Nusantara Ke-VIII” berhasil menetapkan 12 pasang penari terbaik nasional untuk tahun 2022.
Enam pasangan juara kategori Muda-Mudi; Nurul Huda dan Wimpi Prasetio dari Sanggar Tamora 88 (Juara I). Nazli Khairiyah Mubaroq dan Bagus Wira Afandi dari Sanggar Cipta Pesona (Juara II). Nella Rafika dan Rifki Alvendi dari Nindya Art Dancer (Juara III).
Fadhilah Rabiah dan Muhammad Rizki Triandra dari Institut Seni Indonesia Yogyakarta (Juara Harapan I), Laila Syahfitri dan M. Rafli Muranda dari Sangricerta (Juara Harapan II) dan Maudiya Zahra serta Rofie Qardhawi dari Sanggar Tanjung Mulia Dance (Juara Harapan III). Pasangan Favorit diraih Arnisa Frida Dianta dan M. Iqbal Karim dari Sanggar Tuah Deli.
Enam pasangan juara kategori Mudi-Mudi masing-masing, Dina Maulida dan Prisilia Inola Tania dari Sanggar EDC Dancer (Juara I). Andi Sazkia Najma Mufidah dan Ajeng Anindya Maheswari dari Sanggar Serindit Riau (Juara II). Novi dan Nova dari Sanggar Tecer Dancer (Juara III).
Mutiara Wahyu Daniella dan Anisya Avishtya Indra dari Sanggar Tamora 88 (Juara Harapan I). Nazra Adenia Utari dan Izmi Nuzaina dari Sanggar Cipta Pesona (Juara Harapan II). Yuanita Gustiyanti dan Putri Salma dari Sanggar Getar Muda (Juara Harapan III). Pasangan Favorit untuk kategori ini diraih oleh Audrey Rizquilla Irawan dan Dea Sukmadewi dari Sanggar Citra Art Studio.
Hadiah kepada Juara Pertama untuk kedua kategori berupa uang pembinaan sebesar Rp 7.500.000,- beserta Piala dan Sertifikat. Demikian pula kepada Juara II dan seterusnya, memperoleh piala dan sertifikat, dan sejumlah uang pembinaan. ■ RED/R ALDIANSYAH / EDITOR : GOES