26.7 C
Jakarta
22 November 2024 - 02:41
PosBeritaKota.com
Internasional Opini

Pembahasan Sidang Majelis Umum PBB, MEMELIHARA BUMI Itu Amanah

OLEH : SHAMSI ALI

DALAM dua pekan ini pemimpin semua negara dunia kembali melangsungkan pertemuan rutinitas tahunan. Kegiatan yang saya sebut “annual ritual” (ritual tahunan). Biasa juga saya sebut pertemuan “basa basi” yang berkarakter NATO (No Action Talk Only). Hampir semua kepala negara/pemerintahan hadir. Minimal diwakili oleh seorang pembantu setingkat Menteri.

Bisa dibayangkan bagaimana hiruk pikuk dan kesibukan kota New York dengan perhelatan akbar dunia ini. Menjadikan kota New York berhak untuk digelari “ibukota dunia” (capital of the world). Jalan-jalan di sekitar gedung PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) diperketat, bahkan ditutup. Pejalan kaki (pedestrian) pun dibatasi kecuali dengan ID (tanda pengenal UN).

Saya sendiri tidak merasa asing dengan keadaan seperti ini. Saya pernah jadi staf lokal di PTRI (Perutusan Tetap RI) untuk PBB New York. Bahkan hingga kini saya masih punya ID UN dari Sebuah organisasi di bawah ECOSOC. Kebetulan pula jadwal khutbah saya di PBB pada Jumat keempat setiap bulan. Persis di saat puncak pertemuan ini berlangsung.

Bukan itu yang ingin saya sampaikan kali ini. Saya justeru tertarik membahas singkat, ringan, dan santai tema utama pembahasan Sidang Majelis Umum PBB kali ini. Tema itu kira-kira disimpulkan dengan kalimat “pentingnya menyelamatkan bumi”. Sebuah tema yang sangat penting, dan sering menjadi tema perdebatan panas di kalangan politisi Amerika.

Ancaman kepada bumi atau masalah lingkungan hidup sesungguhnya bukan hal asing. Semua bisa memahami dan mengambil kesimpulan melalui fenomena alam yang terjadi. Beberapa kota di Barat, termasuk Amerika, yang biasanya dipenuhi salju di musim dingin hampir tidak ada lagi. Anak-anak saya merindukan momen bermain salju itu. Di beberapa negara yang harusnya kering justeru mendapat salju, termasuk Saudi Arabia.

Belum lagi kita berbicara tentang berbagai bencana alam (natural disaster) yang terjadi di berbagai belahan bumi. Dari gempa bumi, longsor, banjir termasuk banjir bandang, kebakaran, dan seterusnya. Semua itu adalah fenomena alam yang jelas di hadapan mata bahwa bumi sedang tidak baik-baik saja. Dan jika tidak dilakukan langkah-langkah kongkrit sepenuh hati dan jujur, bumi ini akan akan marah, mengamuk dan memberikan pelajaran pedih dan sadis kepada penghuninya.

Di sinilah kemudian Islam hadir untuk mengingatkan dan memberikan arahan (guidance) tentang apa dan bagaimana langkah-langkah yang harus dilakukan untuk menyelamatkan bumi.

Satu, Al-Qur’an menggariskan bahwa bumi ini diciptakan oleh Allah dan diamanahkan kepada manusia: “Dialah (Allah) yang menjadikan untuk kalian semua”. Penekanan ayat ini ada pada pada kata “lakum” (bagi kalian).

Dua, manusia sendiri diciptakan dengan tugas utama sebagai “khalifah”. Tugas kekhilafahan yang terbesar adalah memastikan bahwa bumi ini dimaksimalkan dan dipelihara sesuai kehendak Penciptanya. “Dan ingat ketika Tuhanmu berkata kepada malaikat: sesungguhnya Aku menciptakan di atas bumi ini seorang khalifah (Adam)”.

Tiga, bumi ini telah dijadikan sebagai tempat tinggal (mustaqarrun) dan tempat untuk merasakan kesenangan sementara (mataa’un ilaa hiin). “Dan bagi kalian di atas bumi ini tempat tinggal dan kesenangan hingga pada waktu yang ditentukan”.

Empat, manusia diciptakan sebagai Khalifah (seperti yang disebutkan di atas). Selain bermakna memakmurkan dan menjaga bumi, khilafah juga bermakna berkesinambungan. Maka manusia wajib menjaga kesinambungan kehidupannya. Untuk memungkinkan kesinambungan terjadi bumi tentu perlu kepastian keberlanjutannya (sustainability).

Lima, semua tujuan beragama (bersyariah) yang tersimpulkan dalam rumusan “Maqashid as-Syariah” menuju kepada menjaga/memelihara kehidupan dan ketenangan hidup manusia. Karenanya menjaga alam (bumi) adalah tujuan Syariah yang penting.

Enam, praktek dan tuntutan hidup Rasulullah SAW mengajarkan pemeliharaan lingkungan. Salah satunya menjaga ekosistem dengan tidak boros memakai air misalnya, hingga kepada urgensi menanam pohon jika ada kesempatan. Tidak dibenarkan membunuh hewan-hewan, menebang pohon tanpa urgensi yang jelas, bahkan dalam peperangan sekalipun, menjadi bagian dari ajaran Rasulullah dalam menjaga lingkungan.

Tujuh, cita-cita tertinggi Islam dalam membangun masyarakat adalah terwujudnya “baldatun thoyyibah wa Rabbun Gafuu”. Baldah atau negeri yang elok/indah tentunya bukan hanya secara spiritual (batin). Tapi juga secara lahiriyah. Bersih dan sehat serta memastikan lingkungan yang aman dan nyaman adalah ciri baldah thoyyibah tadi.

Pertemuan para kepala negara/pemerintahan atau Wakil-Wakil mereka tentu menjadi harapan agar masalah bumi yang nyata ini dapat diantisipasi dan tertangani. Semoga pertemuan itu tidak sekarang “konkow-konkow”!dan NATO tadi. Semua merasa telah melakukan hal penting dengan hadir dan menyampaikan pidato 15 menit. Tapi ujungnya kembali zero.

Sayangnya sebagian melakukan itu dengan sekedar propaganda dan kepentingan tertentu. Salah satunya adalah propaganda pembuatan dan pemakaian mobil listrik, bahkan dengan memberikan intensif kepada perusahaan-Perusahaan mobil listrik. Tapi di sisi lain lingkungan dirusak dengan tanpa malu-malu melalui pertambangan batubara dan nikel. Perhatikan semua proyek batubara dan nikel. Apa yang terjadi dengan lingkungan sekitarnya?

Lebih runyam lagi, mereka yang kencang mempromosikan mobil listrik dan lain-lain atas nama green energy adalah mereka yang banyak menguasai Perusahaan yang bergerak di bidang pengrusakan lingkungan itu. Artinya propaganda kendaraan listrik atas nama lingkungan itu bertujuan mengail “lobster di balik onggokan sampah”.

Pertemuan para pemimpin dunia di kota New York memerlukan keseriusan dan juga kejujuran. Jangan sampai isu lingkungan menjadi kendaraan kepentingan, sebagaimana kebiasaan sebagian orang di negara sana. Proyek-proyek yang di propagandakan dengan begitu indah, menjanjikan, justeru hanya gandengan untuk kepentingan sempit.

Bagi negara-negara Barat, Amerika dan Eropa, isu lingkungan juga seringkali jadi alat kepentingan untuk menekan negara lain. Mereka tidak sungguh-sungguh dan tidak jujur dengan isu lingkungan. Kita bisa melihat contoh nyata di Papua dengan proyek Freeport yang telah bertahun-tahun. Entah berapa yang telah kaya dengan produksi emas, dan lain-lain. Tapi penduduk asli tidak ke mana-mana, bahkan terkubur dengan kerusakan alam yang nyata. (***/goes)

(PENULIS adalah warga negara Indonesia yang saat ini bermukim di New York, Amerika Serikat)

Related posts

Jadi Kebutuhan Sangat Penting Bagi Setiap Bangsa, KEDAULATAN PANGAN & Transmigran Santri

Redaksi Posberitakota

Kampanye Dialog Terbuka dengan Konstituen, ‘DESAK ANIES’ & ‘Slepet Muhaimin’

Redaksi Posberitakota

Memaknai Keberkahan Ramadhan, NUZULUL QUR’AN jadi Peringatan Perbaharui Komitmen Jalan Hidup Manusia

Redaksi Posberitakota

Leave a Comment

Beranda
Terkini
Trending
Kontak
Tentang