JAKARTA (POSBERITAKOTA) □ Sadis dan baru pertama kali terjadi di negeri ini. Pelaku teror nekat melibatkan dan mengorbankan anak – anaknya sendiri hanya demi melakukan aksi brutal.
“Aksi seperti ini termasuk modus baru dan jangan sampai terulang kembali,” ucap Alexius Tantrajaya SH, pengamat hukum, kepada POSBERITAKOTA, Kamis (7/6).
Untuk itu, Advokat Ibukota ini berharap ada hukuman tambahan terhadap para pelaku teroris yang melibatkan anak-anak yang tidak tahu apa-apa soal teroris.
“Saya mendorong Pemerintah untuk memperhatikan soal hukuman ini. Tentunya hal ini dapat diterapkan dalam implementasi UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang disahkan dalam rapat paripurna DPR,” ucapnya.
“Tentunya saya sangat mendorong implementasi UU ini,” tambah anggota Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin) Jakarta Barat ini sambil berharap kejahatan terorisme yang melibatkan anak-anak, hukuman bagi pelakunya diperberat.
Menurutnya dalam UU tersebut ancaman pidana terkait pelibatan anak diatur dalam pasal 16 A. Pasal tersebut berbunyi, setiap orang yang melakukan Tindakan Pidana Terorisme dengan melibatkan anak, ancaman pidananya ditambah 1/3 (sepertiga).
“Pasal tersebut merupakan tambahan pasal baru yang disisipkan diantara pasal 16 dan pasal 17. Hal ini, misalnya tuntutannya 15 tahun, tapi karena melibatkan anak, ditambah sepertiganya jadi bisa dihukum 20 tahun penjara,” ucapnya.
Aksi teror dengan melibatkan anak-anak yang terjadi di Surabaya, Jawa Timur, beberapa waktu lalu ini merupakan kejadian pertama di dunia.
“Anak-anak yang dilibatkan dalam aksi teror pada serangkaian aksi teror ini merupakan korban. Berdasarkan informasi, awalnya anak-anak ini mendapat stimulasi negatif. Mereka sangat mudah dipengaruhi,” ucapnya.
Alexius menyebutkan anak-anak tersebut seharusnya perlu mendapatkan perlindungan. Dalam Undang-undang Perlindungan Anak, anak tidak bisa disalahkan. Mereka tidak bisa disebut sebagai pelaku. Anak adalah korban. Mereka korban dari lingkungan,” ujarnya.
Untuk itu, tambah Alexius yang intens dengan persoalan anak, sesuai dengan amanat UU tersebut, jangan melakukan kekerasan terhadap anak. “Dan jangan sekali-sekali menyuruh anak melakukan kekerasan,” pungkasnya. ■ RED/BUD