JAKARTA (POSBERITAKOTA) –Pembangunan Mapolda Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), meskipun dinyatakan paling terbaik di Indonesia, ternyata sampai sekarang masih menyisakan persoalan. Hal itu terkait dengan pembayaran biaya pembangunan gedung Mapolda NAD yang dikerjakan perusahaan kontraktor PT Elva Primandiri.
Selain minta perhatian dari Presiden Joko Widodo (Jokowi), juga komitmen Kapolri Jenderal Tito Karnavian, agar tagihan untuk pembayaran pembangunan Mapolda NAD yang sudah berjalan sekitar 10 tahun lalu, bisa segera dibayar pihak Kementerian Keuangan. Sebab, gedung Mapolda itu sendiri sudah selesai dibangun pada 2007 silam.
Direktur Utama PT Elva Primandiri, Hj Elva Waniza menerangkan bahwa pihaknya sudah berupaya menagih uang pembangunan Gedung Mapolda NAD II kepada pihak Kementerian Keuangan. Bahkan upaya tersebut sudah dilakukan berkali-kali dengan mendatangi langsung ke kantor yang dipimpin Sri Mulyani. Namun, usahanya itu tak berjalan mulus. Sedangkan pihak Kementerian Keuangan yang diwakili biro hukumnya selalu memberikan jawaban tak memuaskan dan terkesan menghindar.
Kuasa hukum yang mewakili Depkeu pada kesempatan Aanmaning, bukanlah pejabat yang dapat mengambil keputusan dan mengatakan akan menyampaikan kepada pimpinan pada Aanmaning kedua tanggal 13 Desember 2018. Sedang pihak Depkeu tidak hadir di PN Jakarta Timur, Kamis (20/12) kemarin.
Pihak kuasa hukum PT Elva Mandiri dari kantor Law Firm Henry Yosodingrat & Partners, juga ikut memberikan teguran dengan berkirim surat kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani. “Namun, tetap saja, belum merespon surat tersebut,” papar Hj Elva kepada POSBERITAKOTA, Jumat (21/12) di Jakarta.
Pada bagian lain dari pihak Kuasa Hukum Law Firm JF & Associates juga beberapa kali mendatangi Biro Hukum Departemen Keuangan RI. Lagi-lagi, seperti disepelekan, karena nyaris tak pernah memberikan tanggapan positif.
Ditambahkan Hj Elva lebih lanjut, akibat molornya pembayaran tentu saja telah berdampak pada kerugian yang tidak sedikit. Lebih lagi terhadap keberlangsungan dari PT Elva Mandiri. “Jelas, dampak dari penundaan pembayaran itu baik dari para suplier dan pihak perbankan yang ikut memberikan pembiayaan pembangunan Mapolda NAD, terus menagih utangnya. Bahkan, saya pribadi sampai mendapat ancaman dan teror, karena memiliki utang yang 10 tahun belum dibayarkan,” paparnya.
Sebelumnya, putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur dengan nomor perkara 582/Pdt.G/2011/PN. Jkt.Tim yang menghukum Kementerian Keuangan, dahulu bernama Satuan Kerja Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi (BRR) NAD-Nias (tergugat I) dan Polri (tergugat II) secara tanggung renteng membayar kewajibannya kepada PT Elva Primandiri sebesar Rp 32.768.097.081. Terbilang (Tiga Puluh Dua Miliar Tujuh Ratus Enam Puluh Delapan Juta Sembilan Puluh Tujuh Ribu Delapan Puluh Satu Rupiah).
Sedangkan uang itu merupakan sisa pembayaran yang harus dibayarkan oleh pihak Kementerian Keuangan kepada PT Elva Primandiri selaku kontraktor yang membangun Gedung Mapolda NAD pada tahun 2006.
Putusan tersebut kemudian diperkuat dengan terbitnya putusan Pengadilan Tinggi Jakarta nomor perkara 527/PDT/2013/PT.DKI. Tak sampai disitu, putusan itu juga kembali diperkuat dengan terbitnya putusan Kasasi Mahkamah Agung nomor 2483 K/PDT/2014. Selanjutnya, upaya hukum luar biasa atau Peninjauan Kembali (PK) yang diajukah oleh pihak tergugat bernomor perkara 601 PK/PDT/2017 kembali ditolak MA pada tanggal 19 Oktober 2017.
Namun putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht) hingga saat ini belum juga dijalankan oleh Kementerian Keuangan. Hal ini menunjukan Kementerian Keuangan telah melecehkan hukum atas putusan pengadilan tersebut.
Juru sita PN Jaktim sudah melakukan teguran (aanmaning) terhadap pihak tergugat untuk melaksanakan isi putusan. Namun, teguran dari pengadilan yang dilaksanakan pada tanggal 17 Oktober 2018 dan 13 Desember 2018, lagi-lagi pihak Kementerian Keuangan belum juga melaksanakan kewajibannya kepada PT Elva Primandiri.
Pada saat pertemuan dengan pihak tergugat saat terguran pertama tanggal 17 Oktober 2018, pihak Ketua PN Jaktim sangat mengapresiasi itikad baik dari Pihak Kementerian Keuangan yang diwakili oleh kuasa hukumnya menyampaikan akan mematuhi putusan pengadilan, dan akan intens melakukan komunikasi dengan Elva Waniza selalu Direktur PT Elva Primandiri. Sayangnya, janji pihak Kemenkeu sampai saat ini belum juga dilaksanakan.
“Padahal, Ketua PN Jaktim hanya memberikan batas waktu selama 1 bulan, setelah aamaning pertama tanggal 17 Oktober 2018, agar Kemenkeu membayar sesuai isi putusan kepada PT Elva Primandiri,” terang Elva.
Oleh karenanya, pihak Elva Waniza selaku Dirut PT Elva Primandiri, segera mengadukan nasibnya ini kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Hal ini didasari apresiasinya kepada Jokowi yang dalam Pemerintahnya taat kepada azaz hukum dan peraturan, apalagi pada banyak kesempatan Presiden Jokowi menyampaikan agar seluruh pihak tanpa pandang bulu harus mematuhi putusan Mahkamah Agung (MA) yang sudah inkrah.
Sedangkan putusan yang sudah inkrah tersebut, sudah sejalan dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia. Nomor. 80/PMK.01/2015
Tentang : Pelaksaan Putusan
Hukum dan Peraturan Menteri Keuangan Tentang Pelaksanaan Putusan Hukum, seperti yang tercantun dalam Pasal 2 yakni butir (1) Dalam rangka pelaksanaan putusan hukum yang ditujukan kepada Menteri Keuangan, penerima hak tagih dapat mengajukan permohonan kepada Menteri Keuangan untuk melaksanakan Putusan.
Butir (2) Penerima hak tagih sebagaimana dimaksud pada ayat 1) termasuk ahli waris penerima hak tagih, (3) Dalam hal penerima hak tagih lebih dari 1 (satu), permohonan diajukan oleh salah satu pihak yang diberikan kuasa oleh para penerima hak tagih.yang dibuktikan dengan surat Kuasa.
Untuk butir (4) Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dilampiri dokumen-dokumen sebagai berikut: a. Lembar asli putusan hukum yang mempunyai kekuatan hukum tetap; dan b. Fotokopi identitas diri penerima hak tagih.
Sedangkan Pasal 3 berbunyi bahwa putusan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 harus memenuhi ketentuan sebagai berikut (a) Telah mempunyai kekuatan hukum tetap, (b) Terdapat perintah untuk membayar sejumlah uang dan (c) Bukan merupakan tugas dan fungsi Kementerian Negara/Lembaga.
Oleh karenanya, patut disebut bahwa dalam hal ini Menteri Keuangan, telah bersikap lalai di dalam menjalankan peraturan. “Pilihan terakhir saya, ingin melapor dan meminta perhatian khusus dari Presiden Jokowi,” pungkas Hj Elva Waniza. ■ RED/GOES