JAKARTA (POSBERITAKOTA) – Mulai awal tahun 2019 ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal menerapkan pemborgolan bagi para tahanan kasus korupsi yang sedang menjalani proses pemeriksaan di lembaga antirasuah maupun menjalani persidangan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan bahwa pemborgolan terhadap para tahanan kasus korupsi mulai diterapkan di awal kerja KPK yakni Rabu (2/1). Menurutnya hal ini berdasarkan aturan hukum yang mengacu pada Peraturan KPK Nomor 01 Tahun 2012.
“KPK mulai menerapkan ketentuan pada Peraturan KPK Nomor 01 Tahun 2012 tentang Perawatan Tahanan pada Rumah Tahanan KPK, khususnya Pasal 12 Ayat (2) yang mengatur bahwa dalam hal tahanan dibawa ke luar rutan, dilakukan pemborgolan,” kata Febri dalam keterangan tertulisnya.
Penerapan ini jelas disambut hangat semua kalangan. Seperti pemerhati hukum Stefanus Gunawan SH MHum. Langkah tersebut sangat didukungnya, biar tahanan koruptor punya rasa malu.
Advokat jebolan magister Universitas Gajah Mada ini menyebutkan di negara lainnya terutama Asia, para tersangka korupsi biasanya malu dan tertunduk saat dipublikasikan. Bahkan ada juga yang hendak bunuh diri karena sudah mempermalukan keluarga dan kolega.
“Saya sangat mengapresiasi pemborgolan terhadap para tahanan koruptor. Hal ini penting, agar mereka tidak ‘cengengesan’ dan menebar pencitraan. Maling saja diborgol, masa tersangka koruptor malah ‘cengengesan’, seolah merasa tidak bersalah,” tegas pengacara ibukota yang juga menjabat sebagai Ketua Komite Bidang Pendidikan dan Pengembangan Profesi Advokat Peradi (Perhimpunan Advokat Indonesia) kubu Juniver Girsang ini.
Menurut advokat yang pernah menerima penghargaan ‘The Leader Achieves In Development Award’ dari ‘Anugerah Indonesia’ dan ‘Asean Development Citra Award’s dari Yayasan Gema Karya’ ini, memang dalam pemberantasan korupsi di negara ini perlu ide lebih cemerlang. Artinya pemberantasan korupsi itu bukan cuma menimbulkan efek jera bagi pelakunya saja, tapi juga dipikirkan bagaimana membuat rasa malu mereka.
Stefanus pun menilai langkah pemborgolan para tahanan korupsi itu sudah sesuai norma yang berlaku. Yang jelas, hal ini diserahkan kepada KPK saja dalam upaya pemberantasan korupsi di negeri yang makin banyak oknum yang memperkaya diri sendiri dengan ‘mengeruk’ uang negara.
Pada prinsipnya, menurut Stefanus, pemborgolan ini dilakukan hanya selama proses penyidikan dan keluar dari tahanan saja. Namun, sebaiknya dalam pemeriksaan di pengadilan, mereka tidak harus diborgol.
“Saya percaya, KPK menerapkan kebijakan itu tentunya setelah mempertimbangkan segala sesuatunya termasuk aspek edukasi dan masukan dari masyarakat serta melihat dari segi keamanannya,” tegasnya.
Memang, pemborgolan ini merupakan salah satu upaya KPK dalam pencegahan korupsi. Namun pada sisi lain Stefanus juga melihat fakta bahwa hukum yang diberikan terhadap perkara korupsi itu belum memberikan rasa keadilan bagi masyarakat dan belum memberikan efek jera.
“Selain itu munculnya perkara korupsi karena juga merupakan lemahnya pengawasan internal dan aturan-aturan yang hanya sebatas slogan saja,” katanya sambil menyebutkan kalau mental dan prilaku pejabat atau aparat penegak hukum harus dibina.
Bukan itu saja, selaku atasan seharusnya jangan saling lempar tanggung jawab, tapi harus bertanggung jawab secara moral dan memegang budaya malu atas prilaku bawahan yang memperjual-belikan hukum,” pungkas Stefanus. ■ RED/BUDHI