JAKARTA (POSBERITAKOTA) – Ketua Koalisi Rakyat Pemerhati Jakarta Baru (KATAR) Sugiyanto melaporkan dugaan Kolusi, Korupsi Nepotsme (KKN) kakap di balik pembangunan menara telekomunikasi mikro seluler (Mikrosel). Diperkirakan terdapat lebih dari 5 ribu titik mikrosel yang berdiri tanpa bayar sewa di atas lahan Pemprov DKI sehingga berpotensi merugikan negara sekitar Rp 1,1 triliun.
“Ini permai kelas kakap yang sangat merugikan Pemprov DKI dari sektor pajak dan sewa lahan. Saya melaporkan tindakan yang patut diduga berunsur KKN kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK,” ujar Sugiyanto usai melapor KPK, Selasa (7/5). Ia memperkirakan selama empat tahun berdirinya 5.507 titik mikrosel berpotensi hilangnya penerimaan daerah senilai Rp 1,1 triliun.
Sugiyanto menjelaskan berdasar Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (LHP BPK) itu disebutkan bahwa terdapat sembilan perusahaan penyedia infrastruktur menara telekomunikasi yang mendirikan menara telekomunikasi di lahan milik Pemprov DKI belum dipungut biaya sewa lahan.
“Untuk perinciannya adalah untuk sejumlah 5.507 menara mikrosel, yaitu PT DT 228 mikro seluler, PT DAS sebanyak 11 mikrosel, PT BITTN sebanyak 355 mikrosel, PT BTS sebanyak 3.338 mikrosel, PT QI sebanyak 12 mikrosel, PT ISI sebanyak 396 mikrosel, PT MDC sebanyak 400 mikrosel, PT IBS sebanyak 744 mikrosel, dan PT MTI sebanyak 23 mikrosel,” jelas Sugiyanto.
Temuan kasus menara mikrosel tersebut membuat kalangan DPRD DKI menyatakan akan membentuk panitia khusua Pansus Mikrosel. “Namun terjadi perbedaan pandangan antara DPRD dan Pemprov DKI, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) tentang dasar aturan pendirian menara Mikrosel,” ujar pria yang akrab disapa SGY.
Menurut Sugiyanto, DPRD berpendapat bahwa pendirian menara mikrosel harus membayar sewa lahan dan mengunakan aturan Pergub No 14 tahun 2014 tentang Penyelengaraan Menara Telekomunikasi. “Tetapi Pemprov DKI berpendapat pendirian menara mikrosel tidak membayar sewa lahan dengan alasan nomenklaturnya begitu sejak lama,” paparnya.
Pemprov DKI diduga mengunakan aturan Pergub No. 195 Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penempatan Jaringan Utilitas.
Dalam aturan pada Pergub nomor 195 tahu 2010 tersebut disebutkan bahwa pendirian bangunan pelengkap tiang/antena telekomunikasi mikrosel yang berada di atas tanah /aset lahan milik Pemprov DKI tidak membayar sewa lahan, tetapi hanya membayar biaya restribusi.
Terkait belum terbentuknya Pansus telah menimbulkan kecurigaan di masyarakat, diduga DPRD DKI masuk angin, dan terjadi KKN karena sampai saat ini DPRD DKI belum membentuk Pansus Mirosel.
“Pemberian izin untuk pendirian 5.507 menara mikrosel di atas lahan aset Pemprov DKI diduga tidak memiliki dasar aturan yang benar. Pemprov DKI diduga memaksakan mengunakan aturan Pergub No. 195 Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penempatan Jaringan Utilitas,” tutup Sugiyanto. ■ RED/JOKO/S