YOGYAKARTA (POSBERITAKOTA) – Nama Wikikopi bagi orang dari luar Yogyakarta mungkin agak asing. Namun untuk banyak kalangan muda di Kota Gudeg tersebut, tentu saja, cukup akrab. Sebab, Wikikopi merupakan sekolah koperasi yang diklaim sebagai sekolah berpikir dan terletak di sebuah kios di pojokan lantai 2, Pasar Kranggan, Yogyakarta.
Sedangkan hal yang menarik dari pojokan di Pasar Kranggan tersebut, kini sudah membentuk orang-orang dengan kemampuan soft skill. Antara lain kepemimpinan, manajemen, komunikasi dan demokrasi.
Media yang dipakai adalah kopi. Wikikopi merupakan besutan dari Koperasi Edukarya Negeri Lestari (KEN8) yang bermarkas di Yogyakarta. Kios Wikikopi di Pasar Kranggan, juga sekaligus jadi kantor KEN8.
Koperasi yang mulai berdiri sejak 2014 lalu, dinakhodai Tauhid Aminulloh. Fokusnya pada pendidikan komoditas pertanian. Saat ini tercatat ada 3 komoditas yang tengah dikembangkan meliputi kopi, teh dan kakao.
Koperasi ini dirintis oleh Tauhid dan teman-temannya dengan idealisme sebagai wadah belajar bersama. “Pengetahuan itu adalah milik publik, bukan bisnis sehingga harus dibagikan kepada siapa saja yang membutuhkan. Sedangkan, produk dari pengetahuan tersebut yang memiliki nilai bisnis,” kata Tauhid kepada POSBERITAKOTA, kemarin.
Model belajar yang diterapkan disebut dengan residensi. Orang-orang yang ikut dalam setiap kelas residensi mendapatkan empat program, yakni kekoperasian, manajemen pengetahuan, nalar dan hidup petani, manajemen proyek dan komunikasi bisnis. Mulai dari mahasiswa, pekerja, petani atau siapa saja yang tertarik belajar bisa bergabung dalam forum ini.
Menurut Tauhid, karena medianya adalah kopi sehingga peserta akan mendapatkan pengetahuan tentang kopi. Mulai dari cara mengenal kopi, pengetahuan mengolah kopi, manajemen kafe dan sebagainya.
Pada bagian lain, Tauhid juga menegaskan bahwa kelas residensi bukan kelas pelatihan ketrampilan tetapi membentuk pola pikir sekaligus juga mendapatkan pengetahuan tentang konsep kolaborasi atau kerja sama sesuai prinsip koperasi.
“Kita juga mengenalkan kepada para peserta tentang konsep kerja bersama dan mengajak mereka untuk berkoperasi,” kata pria lulusan Fakultas Hukum UGM tersebut.
Ditambahkan dia, pihaknya telah menjalin kerjasama dengan 6 koperasi petani kopi. Baik di Papua, Jambi, Toraja maupun 3 koperasi lain di NTT. Kerjasama tersebut sudah terjalin, jauh sebelum koperasi dibentuk.
Untuk kerjasama dilakukan agar para petani kopi yang tersebar diberbagai koperasi tersebut tahu tentang kopi secara utuh, tidak hanya menanam, namun lebih itu. Mereka memberikan pengetahuan kepada para petani bagaimana kualitas kopi mereka, penanganan pasca panen. Selain itu juga nilai jual, nilai kualitas dan daya tawar dari kopi yang mereka tanam selama ini.
“Petani hanya menjual produknya dalam bentuk cherry bean ke tengkulak, padahal masih bisa diolah menjadi green bean agar harga semakin baik,” tegas Tauhid.
Dengan menjual dalam bentuk cherry bean, kopi petani hanya dihargai Rp 2500/kg. Setelah mendapat edukasi, petani mulai bisa mengolah dan menjual dengan harga Rp 80 ribu/kg green bean ke koperasi. ■ RED/RIZAL BK/GOES